BI bahkan yakin ada kecenderungan tren suku bunga acuan negara-negara akan turun. Namun, besaran dan waktunya bergantung pada kebijakan negara masing-masing.
Sebagaimana dikemukakan Direktur Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Perry Warjiyo, inflasi tahun ini bisa mencapai 4,7 persen karena inflasi pada bulan Oktober-November bisa dikendalikan. ”Musiman memang seperti itu. Kalau belanja di November memang agak meningkat, tapi tetap turun dibandingkan sekarang,” kata Perry di Jakarta, Jumat (14/10).
Laju inflasi tahunan September 2011 terhadap September 2010 (year on year) adalah 4,61 persen. Inflasi September 2011 sebesar 0,27 persen, yang didorong harga beras dan cabai.
Mengenai inflasi tahun 2012, BI sudah memperkirakan dampak kenaikan tarif dasar listrik (TDL) yang menyumbang inflasi 0,25 persen. Tekanan inflasi akibat bahan pangan diyakini dapat ditangani pemerintah.
Alasan BI menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin karena yakin inflasi tahun ini dan tahun depan akan terjaga di bawah 5 persen. Namun, BI juga yakin suku bunga acuan 6,5 persen itu masih tetap menarik bagi investor luar negeri.
Langkah BI menurunkan suku bunga acuan tersebut, menurut ekonom Universitas Gadjah Mada A Tony Prasetiantono, dikhawatirkan akan membuat modal asing keluar.
Per 30 September 2011, kepemilikan asing dalam surat berharga negara (SBN) turun dari
Sebaliknya, kepemilikan BI terhadap SBN melonjak drastis, dari Rp 3,99 triliun per akhir Agustus 2011 menjadi Rp 17,03 triliun per 30 September 2011.
Perry yakin investor rasional dan jangka panjang akan tetap memegang obligasi pemerintah Indonesia. Lelang Surat Utang Negara (SUN), yang dilakukan BI sekitar dua hari lalu, bahkan tak ada penawarnya.