Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Para Perempuan Itu Memulung Sampah di Laut

Kompas.com - 29/03/2011, 04:10 WIB

Dengan tangannya, ia memunguti berbagai gelas kemasan air mineral, botol sampo, pecahan ember, ataupun botol minuman kaleng yang terapung di perairan. Satu per satu sampah berbahan plastik, logam, besi, ataupun tembaga itu dinaikkan ke sampannya.

Tidak seluruh sampah dipungut, melainkan hanya keempat macam bahan itu yang laku dijual. Untuk memenuhi sampan itu biasanya dibutuhkan waktu hingga tengah hari. Setelah terkumpul, Saming membawanya ke tempat pengepul di Abeli. Satu sampan penuh bisa memuat sekitar 10 kilogram sampah.

Sampah plastik dijual Rp 1.500 per kg, besi Rp 2.000-Rp 2.200 per kg, kaleng Rp 5.000 per kg, dan tembaga Rp 40.000 per kg. ”Yang banyak setiap harinya ya plastik. Jarang-jarang bisa dapat besi, kaleng, apalagi tembaga,” ujarnya.

Atas jerih payah dan usaha kerasnya itu, Saming bisa memperoleh Rp 15.000 sekali jalan. Jika masih ada sisa tenaga, Saming melanjutkan lagi memulung pada sore hari setelah mengurus rumput laut.

M Soleh (58), pengepul sampah sekaligus orang pertama yang mulai memulung di laut pada tahun 2005, mengatakan, kebanyakan yang menjalani pekerjaan ini sekarang adalah perempuan tua seperti Saming yang harus menghidupi diri sendiri. Anak-anak muda malu, sedangkan pria lebih senang melaut mencari ikan.

Soleh setiap hari menampung hasil dari 6-7 perahu pemulung. Seluruh sampah berharga itu dikumpulkan dan dipilah-pilah, lalu dikirim lagi ke pengepul besar setiap tiga minggu sekali. ”Sekali kirim berkisar 500-800 kg,” katanya.

Ia menambahkan, sampah biasanya banyak muncul di teluk setelah hujan lebat turun. ”Jika air surut, sampah tidak begitu banyak,” ujar Soleh.

Membuat miris

Dihubungi terpisah, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Sulawesi Tenggara Hartono mengatakan, di satu sisi, apa yang dilakukan para pemulung laut itu telah turut membantu mengurangi permasalahan sampah di Teluk Kendari.

Namun di sisi lain, ia juga merasa miris dengan kenyataan bahwa sudah sedemikian besarnya masalah lingkungan hidup di teluk sehingga memunculkan fenomena pemulung laut tersebut.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com