Paket wisata yang terkenal di desa itu, Lavatour, pun terhenti. Bahkan, saat ini, lokasi tur yang dimulai dari rumah Mbah Maridjan itu sudah rusak parah. ”Sebelumnya Lavatour mampu menarik 800 pengunjung sehari dengan tiket Rp 2.000 per orang,” kata Naryono, sang pemandu.
Sementara dari usaha penginapan kerugian mencapai Rp 12 juta sehari, dari total 350 kamar losmen di desa itu.
Ketua paguyuban pemilik penginapan Kelurahan Umbulharjo sekaligus Lurah Umbulharjo, Bedjo Mulyo, mengatakan, berdasarkan kesepakatan warga, tarif kamar losmen dan homestay di sana dipatok minimal Rp 30.000 dan maksimal Rp 60.000. Sementara warga dari luar daerah tidak diperkenankan mendirikan losmen dan homestay dengan tarif sama atau kurang dari patokan itu. ”Kalau lebih, misalnya Rp 500.000 semalam malah boleh.”
Sistem itu, kata Bedjo, dimaksudkan untuk melindungi warga Umbulharjo yang rata-rata berkemampuan ekonomi lemah.
Kerugian atas rusaknya tanaman tanaman salak dan cabai diperkirakan Rp 16, 636 miliar karena rusaknya sekitar 1,2 juta rumpun salak.
Jika tahun ini seluruh Cangkringan lumpuh, kita pernah mencatat di Kabupaten Magelang, misalnya Desa Krinjing di Kecamatan Dukun, pun pernah terbenam lahar panas dan hilang beberapa tahun pada peristiwa erupsi tahun 1990-an.
Sejumlah pencinta alam mencatat, pascaletusan 2006, rumpun-rumpun bunga abadi edelweis marak dan menari-nari di lapangan Kali Adem.
Penduduk melarang mahasiswa pencinta alam mencabut dan menjualnya. Penduduk menjaga edelweis itu untuk ”dijual” kepada wisatawan sebagai tontonan.
Meski semua usaha manusia seolah sia-sia, karena waktu dan perubahan alam akan menggulungnya, toh orang tetap mencatat indahnya edelweis yang pernah turun, juga lelucon-lelucon Mbah Maridjan yang mengejutkan.