Selanjutnya, warga Indonesia yang mengaku bekerja di Sarawak bergantian masuk ke Indonesia. Ada yang berjalan kaki, ada pula yang berombongan naik mobil sewaan berpelat nomor depan QK—nomor Sarawak. Satu per satu masuk ke wilayah Indonesia.
Beberapa kali mobil dengan muatan penuh terpaksa dibiarkan melintas karena tak mungkin diperiksa satu per satu muatannya.
Pagi itu, tidak banyak warga Malaysia yang melintas masuk dari Sarawak ke Kalimantan Barat.
Walau terlihat aman, kawasan perbatasan darat RI-Malaysia menyimpan segudang kerawanan. ”Kami menangkap kawanan perampok bersenjata api dan sindikat narkoba dalam sebulan terakhir,” kata Komandan Batalyon 641 Letnan Kolonel Trisaktiyono.
Pasukan TNI bersama polisi menangkap tujuh orang yang diduga perampok. Mereka membawa revolver dan dua bilah parang di Balai Karangan. Di lokasi lain, sindikat narkoba yang berusaha memasukkan sabu ditangkap saat memasuki wilayah Indonesia.
Trisaktiyono, yang kurang dari satu kuartal bertugas di perbatasan, harus menempatkan pasukan di 31 pos sejajar dengan perbatasan sejauh 967 kilometer.
”Saya sudah mengunjungi separuh dari total pos terdepan. Sebagian besar kunjungan dilakukan dengan meminta izin melewati wilayah Sarawak karena sarana jalan lebih bagus di sana,” katanya.
Meski di Jakarta isu perbatasan menjadi tema untuk mencari popularitas, prajurit TNI tidak memperoleh apa yang menjadi haknya. Ketika ditanya tentang tunjangan perbatasan yang dijanjikan bagi prajurit, Trisaktiyono mengaku dia dan para prajurit belum menerima sama sekali.
Panglima Kodam XII Tanjung Pura Mayor Jenderal Moeldoko yang ditemui di Pontianak mengaku hingga hari ini tunjangan perbatasan belum diterima. Padahal, harga kebutuhan mahal.