Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kekayaan yang Jadi Kutukan

Kompas.com - 24/02/2009, 11:26 WIB

Penyakit itu dialami warga akibat menggunakan air sungai yang diduga menjadi tempat perusahaan pertambangan emas tersebut membuang limbah. Padahal, air sungai itu merupakan sumber kehidupan masyarakat, untuk mencuci ataupun mandi.

Namun, warga tak punya bukti penyebab berbagai penyakit aneh tersebut adalah limbah penambangan emas. Terlebih lagi, penelitian universitas terkemuka di Yogyakarta atas permintaan DPRD Maluku Utara menyebutkan tak terjadi pencemaran di perairan Teluk Kao.

Kehadiran pertambangan juga memberikan masalah sosial baru seiring masuknya penambang ilegal yang umumnya dari Sulut dan Gorontalo. Selain membawa gaya hidup dan budaya baru, keberadaan penambang emas ilegal itu juga menimbulkan kecemburuan sosial. Warga setempat umumnya hanya menjadi kuli pengangkut batuan yang mengandung emas dari gunung untuk diolah di tepi pantai dan hanya pada masa-masa tertentu.

Menurut Sabri Adam, Kepala Desa Matsa, Malifut, perusahaan pertambangan memang memberikan dana pengembangan masyarakat bagi desa-desa di sekeliling lokasi pertambangan. Tahun 2008 Desa Matsa bersama 21 desa lain di sekitar pertambangan mendapat dana pengembangan Rp 163 juta.

Yantje menambahkan, awalnya kehadiran perusahaan tambang memberi harapan membawa kesejahteraan masyarakat yang baru berkonflik. Namun, selama 10 tahun perusahaan beroperasi nasib masyarakat tetap tak berubah.

"Kita hidup dikaruniai kekayaan alam, tetapi masyarakat masih tetap miskin. Kekayaan itu hanya menyisakan malapetaka dan menjadi kutukan bagi anak cucu kita," katanya.

Tak berimbang

Ketidakadilan pemanfaatan hasil alam tak hanya terjadi antara masyarakat dan kepentingan kapital. Hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah pun sering kali "naik-turun" akibat pembagian hasil pengelolaan sumber daya alam yang dinilai merugikan daerah penghasil.

Sebagai provinsi yang 92,4 persen wilayahnya berupa laut, Maluku memiliki potensi perikanan luar biasa. Dari 6,24 juta ton potensi perikanan nasional per tahun, Maluku menyumbang 1,64 juta ton atau 26,3 persennya. Maluku memiliki tiga dari sembilan wilayah pengelolaan perikanan di Indonesia, yaitu Laut Arafura, Laut Banda, dan Laut Seram.

Walaupun Maluku menjadi penyumbang terbesar penghasilan negara sektor kelautan dan perikanan, pembagian atas hasil laut itu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah tidak adil dan tak berimbang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com