Salin Artikel

Laporkan Pelecehan Seksual, Mahasiswi PKL Jadi Tersangka UU ITE

Ironisnya, kasus dugaan pelecehan tersebut tidak ada tindak lanjut setelah korban melapor ke Polres Lombok Utara. Namun pada Mei 2023, MC justru dilaporkan pelaku dengan UU ITE ke Polda NTB. 

Kasus ini terungkap ketika Tim Kuasa Hukum dan aktivis perempuan yang tergabung dalam gerakan Suara Pembela untuk Perempuan Korban UU ITE atau SEPAK NTB bersama Biro Konsultasi Bantuan Hukum (BKBH) Fakultas Hukum Universitas Mataram mendatangi Polda NTB, Senin (6/5/2024) menanyakan dugaan kejanggalan kasusn yang menjerat MC. 

"Kami terus terang saja heran, bagaimana mungkin kepolisian di NTB ini tidak belajar dari kesalahan mereka atas kasus ibu Nuril, perempuan korban UU ITE, yang menjadi sorotan dunia dan Presiden Joko Widodo turun tangan," kata Yan Mangandar, juru bicara SEPAK NTB kepada Kompas.com. 

Yan mengatakan, kasus ini sudah dilaporkan korban usai mengikuti PKL 1 Mei 2023. Korban merasa tidak nyaman karena mendapat perlakuan yang berulang-ulang selama menjalani PKL. 

Korban mengalami tindakan tak sepatutnya oleh manajer sebuah hotel ternama di Bayan Lombok Utara, berinisial AD (33). Pelaku menyentuh korban dan membandingkan tubuh korban dengan makanan (roti). 

"Bahkan pelaku menunjukkan kemaluannya pada korban serta membandingkan bagian tubuh korban dengan mahasiswi PKL lainnya yang juga menjadi korban pelecehan pelaku. Ini tentu menyebabkan korban ketakutan dan trauma berat," kata Yan. 

Tindakan pelaku AD telah dilaporkan ke Polres Lombok Utara pada 31 Maret 2023. Sejumlah saksi diperiksa pada 4 April 2023, dan 11 April Polres Lombok Utara melakukan rekonstruksi di hotel tempat kejadian perkara. 

Anehnya, lanjut Yan, pada 4 Mei 2023 pihak Unita PPA Polres Lombok Utara menyampaikan pesan melalui WhatsApp berupa Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) yang isinya belum dapat ditindaklanjuti ke penyidikan. 

"Pada pokoknya laporan korban belum cukup bukti, dalam SP2HP atas laporan korban, penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap MC sebagai saksi korban dan 3 saksi lainnya serta terlapor AD, disimpulkan tidak ada bukti yang mengarah pada tindakan pelecehan seksual di hotel tersebut," papar Yan Mangandar. 

Padahal korban berhasil merekam percakapan tertulis dengan pelaku yang berisi pengakuannya telah melakukan pelecehan. Namun semua itu tidak dijadikan sebagai alat bukti menjerat pelaku. Korban justru disudutkan dan menerima intimidasi dari pihak yang merasa dirugikan. 

Belakangan, kata Yan Mangandar yang mendampingi korban saat bersama Kompas.com, pada 7 Juni 2023 korban yang merasa emosi dan sakit hati tidak mendapatkan keadilan atas pelecehan yang dialaminya, menggunggah status di media sosial Facebook berisi curahan hati dan rasa traumanya karena dituduh memfitnah pelaku. Unggahan itu sama sekali tidak menyebut nama seseorang ataupun tempat tertentu, dia hanya mengunggah foto pelaku AD dalam tulisan tersebut tanpa memberikan caption apapun di foto tersebut.

Korban kemudian menghapus status tersebut 6 hari setelah diposting. 

Tidak ada masalah apapun setelah itu. Hanya trauma yang  ditinggalkan atas kejadian pelecehan yang laporannya dianggap tak memiliki bukti apapun. 

Namun pada 26 Maret 2024, korban tiba-tiba dijadikan tersangka tindak pidana UU ITE.

"Korban didatangi Unit Cyber Polda NTB ke rumahnya dan diperiksa di Polsek Bayan tanpa didampingi pengacara atau kuasa hukum, tanpa surat panggilan, dan tidak diberikan salinan pemeriksaan," kata Yan Mangandar yang diiyakan korban kepada Kompas.com.

"Saya kemudian dijadikan tersangka atas postingan status saya di Facebook. Katanya saya melakukan tindak pidana UU ITE. Saya disuruh mencabut laporan saya soal pelecehan seksual di tempat PKL itu," timpal korban. 

Korban menyerahkan sepenuhnya kasus yang menimpanya pada SEPAK dan BKBH Unram. Dia tak sanggup lagi menerima tekanan atas kasus tersebut. 

Soroti tindakan kepolisian  

Joko jumadi, koordinator BKBH Fakultas Hukum Unram menjelaskan, apa yang dialami MC hampir sama dengan yang dialami Ibu Nuril Maknun, koeban pelecehan verbal yang melaporkan tindakan asusila atasannya justru dijerat dengan UU ITE pasal yang sama, yakni Pasal 27 ayat 3 jo Pasal 45 ayat 3 UU RI Nomor 11 tahun 2008 tentang UU ITE sebagaimana yang diubah dengan Undang-undang Nomor 19 tahun 2016.

"Bedanya bu Nuril tidak mengalami kekerasan seksual secara fisik, tapi MC mengalami kekerasan seksual beberapa kali, dan ada saksi yang melihat langsung. Yang juga kita sayangkan korban diminta mencabut laporan dugaan pelecehan seksual di Polres Lombok Utara, ini kan tindakan yang kurang patut, ya," ujar Joko. 

Joko menekankan bahwa siapapun pihak yang melakukn upaya intimidasi, merintangi, menghalang-halangi atau menggagalkan langsung maupun tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka, terdakwa atau saksi  dalam perkara tindak pudana kekerasan seksual dipidana penjara 5 tahun. Hal itu semua ada di Pasal 19 UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). 

"Masak dengan UU TPKS itu masih ada upaya menghalang-halangi penanganan perkara kekerasan seksual," kata Joko. 

Baik Joko maupun Yan Mangandar juga menemukan kejanggalan lain. Misalnya adanya panggilan atas perkara UU ITE tanggal 2 Mei 2024 dengan laporan polisi yang sudah kedaluarsa 20 September 2023 dengan penetapan tersangka UU ITE atas nama MC 5 Desember 2023.

"Kejanggalan utamanya adalah penetapan tersangka atas korban pelecehan seksual ini tidak pernah dilakukan pemeriksaan sebagai saksi atau tersangka, maka penetapan tersangka tanpa adanya pemeriksaan sebagai saksi atau calon tersangka melanggar kaidah hukum dan hak asasi manusia," tegas Joko. 

Joko dan tim telah menemui pihak Polda NTB terkait kasus tersebut dalam pertemuan tertutup. Menurut rencana, pihak Ditreskrimum Unit PPA Polda NTB akan mengecek kasus dugaan pelecehan seksual yang ditangani Polres Lombok Utara. 

Penjelasan Polres Lombok Utara

Kasat Reskrim Polres Lombok Utara, Iptu Gufron Subeki yang dikonfirmasi Kompas.com melalui telepon, Senin malam (6/5/2024), membenarkan pihaknya melakukan upaya penyelidikan terkait kasus dugaan tindak asusila terhadap mahasiswi PKL. 

"Kami menangani kasus tersebut, hanya saja karena kurang cukup bukti kami tidak bisa meningkatkan ke penyidikan. Jika ada bukti baru kami siap menindaklanjuti kasus tersebut, " katanya. 

Gufron juga mengatakan bahwa pihaknya hanya menangani kasus dugaan pelecehan seksual, sementara kasus UU ITE yang disangkakan kepada korban pelecehan ditangani Cyber Polda NTB.

https://regional.kompas.com/read/2024/05/06/225827278/laporkan-pelecehan-seksual-mahasiswi-pkl-jadi-tersangka-uu-ite

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke