Salin Artikel

Kasus Inses Ayah dan Anak Bukan Pertama Kali di Banyumas, Ini Pemicunya

Catatan Sosiolog Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Triwuryaningsih, paling tidak ada empat kasus inses yang pernah ditanganinya.

"Sebetulnya ini bukan kasus yang pertama," ungkap mantan Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Penanganan dan Perlindungan Korban Kekerasan Berbasis Gender dan Anak (PPT-PKBGA) Kabupaten Banyumas ini.

Triwur menyebut, kasus serupa pernah terjadi di Kecamatan Lumbir, Pekuncen, Kemranjen dan Karanglewas. Semuanya melibatkan ayah dan anak kandungnya.

Menurut Triwur, inses terjadi karena korban dalam posisi lemah. Korban kebanyakan tak berdaya untuk melawan karena di bawah ancaman atau rayuan setan dari pelaku.

Kondisi tersebut diperparah dengan lemahnya kontrol sosial dari masyarakat di sekitarnya.

"Inses pada awalnya bukan hubungan suka sama suka, pasti karena dalam kondisi tak berdaya, entah bujuk rayu atau ancaman. Sayangnya lagi, masyarakat tidak peka," ujar Triwur.

Namun tidak menutup kemungkinan hubungan itu bisa berubah menjadi suka sama suka, layaknya orang berpacaran atau suami istri.

"Ada satu kejadian bahkan sampai anaknya nangis-nangis ketika ayahnya ditangkap polisi," kata Triwur.

Triwur mengatakan, dalam beberapa kasus yang ditangani inses bisa berlangsung bertahun-tahun karena kepedulian warga terhadap kondisi sosial di sekitarnya rendah.

"Kepedualian warga rendah, sehingga kontrol sosial menjadi lemah. Karena tidak ada kontrol, maka (inses) bisa bertahun-tahun," ujar Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Unsoed ini.

"Logikanya kalau berbuat menyimpang, tidak sesuai norma, pasti akan terlihat kalau masyarakat itu peka. Dengan kepekaan itu bisa mengontrol, sehingga tidak sampai kejadian bertahun-tahun," kata Triwur.

Triwur mengungkapkan, dari beberapa kasus yang ditangani ada kesamaan latar belakang dan kondisi sosial para pelaku maupun korban inses ini.

"Rumahnya agak jauh dari permukiman. Kemudian tidak bersosialisasi, sehingga tidak ada sanksi sosial, misalnya disindir. Seolah-olah tidak ada yang mengawasi," ujar Triwur.

Maka untuk menghindari kejadian serupa, menurut Triwur, kontrol sosial masyarakat menjadi harga mati.

"Kontrol sosial sangat penting. Sekarang kontrol sosial melemah, orang tidak peduli, sehingga membuat sesuatu yang tidak benar berlangsung bertahun-tahun," kata Triwur.

Selain itu, ancaman hukuman terhadap pelaku kekerasan seksual harus terus digaungkan agar ada efek jere. Pasalnya, ancaman hukuman pelaku kekerasan seksual, khususnya terhadap anak-anak itu tinggi.

"Ancaman hukuman pelaku kekerasan seksual terhadap anak itu tinggi. Apalagi orangtua hukumannya ditambah sepertiga, lebih berat. Ini harus digaungkan supaya berhati-hati," ujar Triwur.

Terakhir, masyarakat harus selalu mawas diri, karena saat ini tidak ada ruang yang steril dari ancaman kekerasan seksual.

"Kekerasan seksual terjadi di semua ranah, termasuk ranah domestik. Tidak ada ruang yang steril dari kekerasan seksual," tandas Triwur.

Diberitakan sebelumnya, polisi mengungkap kasus pembunuhan tujuh bayi hasil inses ayah dan anak yang dikubur di kebun Kelurahan Tanjung, Kecamatan Purwokerto Selatan. Perbuatan itu dilakukan sejak 2013 sampai 2021. Korban dan istri tak berdaya karena di bawah ancaman akan dibunuh pelaku yang merupakan ayahnya sendiri.

https://regional.kompas.com/read/2023/06/29/180904778/kasus-inses-ayah-dan-anak-bukan-pertama-kali-di-banyumas-ini-pemicunya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke