Salin Artikel

"Tolong Pak, Kami Tidak Punya Apa-apa Lagi..."

Ucapan tersebut disampaikan berulang-ulang oleh Silvanus Sair (75), dengan deraian air mata di rumahnya, Kampung Puncak Weong, Desa Rana Gapang, Kecamatan Elar, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT, akhir Januari lalu.

Silvanus merupakan ayah dari orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), Wensesius Badik (41), yang dipasung di belakang dapur sejak 2012 atau 6 tahun lalu.

Sebenarnya, Badik sudah mengalami ODGJ sejak 16 tahun lalu. Suatu hari, tepatnya Minggu (17/10/2012), Badik mengamuk. Ia mengganggu dan melempari rumah warga di kampung itu. Sejak saat itu, warga dan keluarga sepakat untuk memasung Badik. 

Pasung berbentuk balok berukuran 13 sentimeter pun dipasang di kaki Badik. Direkatkan oleh baut besar. 

Kondisi Badik terlihat memprihatinkan dan menyedikan. Apalagi ia dipasung beralaskan pelupuh. Pakaian yang ia kenakan selalu sama tak pernah ganti, kaus berkerah, celana oblong, dan kain sarong titoron untuk menutupi badannya saat tidur.

Setahun ini, Badik tidak dimandikan lagi. Karena saat dimandikan, ia selalu mengamuk dan kerap tak bicara jelas. Bahkan buang air besar (BAB) pun di tempat itu.

“Saya sudah tidak sanggup lagi menahan penderitaan yang dialami anak sulung saya," ucap sang ayah di rumahnya rumahnya yang beralaskan tanah, berdinding pelupuh bambu, dan beratapkan seng.

Ia berharap, ada seseorang atau instansi bahkan pemerintah yang rela menyembuhkan penyakit anaknya. Karena kini ia merasa sudah tak sanggup lagi merawatnya. Apalagi kini istrinya sedang sakit. 

Selama ini, Badik dirawat oleh sepasang orangtua renta itu. Mereka sekuat tenaga merawat sang anak dengan harapan suatu hari anaknya bisa sembuh. Namun kini, mereka merasa sudah tidak berdaya lagi. 

"Jujur, kami tak berdaya lagi. Tolong pak, kami tidak punya apa-apa lagi," tuturnya. 

Karena bagaimanapun, Sair dan istrinya ikut menderita melihat kondisi Badik. Apalagi saat Badik minta makan, minum, dan rokok. Ia hanya bisa menangis. Ia ingin menolong melepaskan penderitaan sang anak, namun tak mampu. 

"Anak kami hanya memberikan kode apabila dia minta mandi beberapa tahun sebelumnya. Kini sudah setahun dia tidak mandi. Memang, untuk makan dan minum selalu kami layani. Sekali-kali dia minta rokok,” tuturnya.

Pendoa, sambung Sair, pernah datang ke rumahnya untuk memberikan pertolongan. Namun tak berhasil. Keluarga juga sudah berobat ke dukun di sekitar kampung maupun di luar kampung, sama pula tak berhasil. Bahkan petugas kesehatan pun pernah datang.


Masalah Keluarga

Sair kemudian menceritakan awal mula anaknya mengalami gangguan jiwa. Saat itu, ia pernah mengalami masalah keluarga. Namun persoalan tersebut tidak bisa diceritakan, cukup ia dan istrinya yang mengetahui.

Setelah masalah itu, Badik merantau ke Dampek, Kecamatan Sambirampas, Manggarai Timur. Sekembalinya dari Dampek, ia sakit dan mengalami gangguan jiwa. Mulai saat itu Badik selalu mengamuk dan mengganggu orang lain.

“Saya dan istri sudah tua serta tidak sanggup lagi. Kami memohon pertolongan dari siapa saja yang meringankan penderitaannya. Bahkan, membebaskannya dari pasungan yang penuh penderita," imbuhnya.

"Hidup kami sekeluarga sudah sangat menderita dengan keadaan dalam keluarga ditambah lagi penderitaan anak kami yang dipasung akibat gangguan kejiwaannya,” tambahnya.

Perjalanan

Sore itu, Rabu (31/1/2018), Kompas.com, melakukan perjalanan bersama beberapa orang dari Kampung Ngancar menuju kampung puncak Weong. Perjalanan dilakukan dengan jalan kaki sejauh 4 kilometer. 

Jalan di kampung tersebut penuh lumpur dan berlubang karena tengah hujan. Di kiri dan kanan jalan terlihat longsoran jalan yang belum dibersihkan.

Dua jam kemudian, sekitar pukul 17.50 Wita, rombongan sampai di rumah seorang warga, Barnabas. Bersama sejumlah warga mereka berbincang tentang ODGJ yang dipasung. Saat itu, rombongan langsung menuju lokasi orang yang dipasung. 

Kepala Tata Usaha, Yohanes Purnama bersama Kepala Unit Pengelola Penyakit Tidak Menular (PPTM) Puskesmas Elar, Ibu Martha Yani Bebis menjelaskan, petugas Puskesmas Elar sudah mendata ODGJ, baik yang dipasung maupun tidak.

Hasil pendataannya, jumlah ODGJ di wilayah kerja Puskesmas Elar ada delapan orang. Tiga di antaranya dipasung di rumah warga.

“Saat ini belum ada obat untuk menyembuhkan orang dengan gangguan jiwa. Namun, kami sudah memperoleh informasi bahwa di Kabupaten Manggarai, NTT sudah ada panti yang menangani ODGJ, juga ada obatnya," ungkapnya.

"Selama ini ODGJ dipasung karena diduga melakukan tindakan kekerasan dengan mengganggu orang lain dan melempar rumah warga. Hasil pendataan, ODGJ di wilayah Puskesmas Elar sudah dikirim ke Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai Timur,” jelasnya.

Kepala Puskesmas Elar, Agustinus Jarut mengaku pernah mengunjungi ODGJ yang dipasung di kampung Wae Lokom, Desa Wae Lokom. Pihaknya akan melakukan kunjungan lagi setelah mendapat informasi terbaru ini. 

“Saya sedang mengikuti pelatihan dan pendidikan di Panti Renceng Mose Ruteng. Saya dilatih untuk mengetahui dan memahami saat menangani orang gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Elar. Petugas siap diberikan pelatihan dalam menangani ODGJ di wilayah Puskesmas Elar," tutupnya. 

https://regional.kompas.com/read/2018/02/09/06314071/tolong-pak-kami-tidak-punya-apa-apa-lagi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke