KULON PROGO, KOMPAS.com – Calon Presiden RI Nomor Urut 3, Ganjar Pranowo hadir di kampanye akbar bertajuk Hajatan Rakyat Yogyakarta di alun-alun Wates, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Menginjakkan kaki di alun-alun pukul 17.25 WIB, Ganjar berlari menuju panggung Hajatan Rakyat, di mana lautan manusia sudah menunggunya sejak pukul 13.00 WIB.
Ganjar orasi tentang kebanggaannya pada karakter adab, sopan santun, dan tata krama yang hidup dalam masyarakat Jogja.
Karakter itu didapat dari pendidikan langsung di masyarakat, selain juga di sekolah.
Baca juga: Ganjar Yakin Kandang Banteng Kokoh meski Suaranya Banyak Diincar
“Saya belajar bagaimana hidup di Jogja sejak SMA, kuliah di sini, bertemu dengan masyarakat, ngobrol dengan mereka. Dan kita diajari unggah ungguh tata krama. Tentu saja itulah yang penting, pendidikan itu bukan soal pinter-pinteran tok til. Tapi pendidikan itu juga mengajarkan kita unggah ungguh, adab dan etika,” kata Ganjar, Minggu (28/1/2024).
Sopan santun bukan satu-satunya yang memperkuat karakter dalam masyarakat Jogja. Tetapi juga keramahtamahannya, kebudayaannya dan keseniannya.
Semua itu, menurut Ganjar, membuat Jogja semakin istimewa yang membuat orang dari berbagai wilayah di Indonesia dan berbagai negara datang ke Jogja untuk belajar keistimewaannya.
“Salah satunya adalah saya,” kata Ganjar.
Undang-undang Keistimewaan merawat keistimewaan itu. Setelah terkatung enam tahun, Ganjar kembali menegaskan, dirinya jadi salah satu yang terlibat menyelesaikan UU Keistimewaan Jogja saat menjadi ketua Panitia Kerja (Panja).
Pada kampanyenya hari ini, Ganjar kembali mengungkap niatnya untuk mengubah nasib keluarga miskin lewat pendidikan. Keluarga akan keluar dari kemiskinan dengan bantuan anggota keluarga yang memiliki pendidikan lebih baik.
Caranya, pemerintah menerapkan program pendidikan gratis.
“Kalau sekolah gratis, mereka yang berasal dari keluarga miskin, pendidikan lah yang merubah nasib keluarganya. Maka satu keluarga miskin satu sarjana,” katanya.
Ia kembali menceritakan, dulunya ia berasal dari keluarga tidak mampu. Orangtua berutang untuknya sekolah, bahkan terlilit rentenir demi membiayai kuliah.
“Itulah mengapa 12 tahun minimal harus gratis,” katanya.
“Itulah yang kemudian diharapkan nantinya mereka mejadi anak-anak hebat yang membantu keluarganya membantu orangtuanya, karena mereka pasti memiliki budi pekerti yang luhur,” kata Ganjar.
Baca juga: Jelang Debat Terakhir Capres, Ganjar Kulakan Isu Pendidikan di Yogyakarta