KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia diminta segera turun tangan dalam menyelesaikan polemik yang muncul akibat kedatangan lebih dari 800 pengungsi Rohingya dalam sepekan terakhir di Aceh.
Direktur Koalisi NGO HAM Aceh, Khairil, mengatakan upaya itu harus dilakukan guna menghindari potensi terjadinya konflik sosial di masyarakat.
Rangkaian penolakan oleh beberapa kelompok warga terhadap pengungsi Rohingya telah terjadi di Kabupaten Bireuen dan Kabupaten Aceh Utara.
Kepala Desa Lapang Barat di Kabupaten Bireuen, Aceh, Mukhtar Yusuf mengaku bahwa warganya meminta para pengungsi itu untuk segera dipindahkan.
“Kalau hari ini belum juga dipindahkan, mungkin mereka akan diangkut sama-sama oleh warga,” kata Mukhtar di lokasi pengungsi, Senin (20/11/2023).
Baca juga: Alasan Warga Aceh Tolak Kedatangan Pengungsi Rohingya
Sebelum tiba di Lapang Barat, para pengungsi yang berjumlah 256 orang ini telah ditolak berlabuh di wilayah Kecamatan Jangka dan Kecamatan Muara Batu.
Dari rekaman video yang diterima BBC News Indonesia, beberapa warga bahkan mengancam untuk memukul mereka.
Selain itu, ratusan pengungsi Rohingya yang lain juga telah berlabuh di wilayah Pidie hingga Aceh Timur.
Terkait hal itu, Plt Asisten Deputi Bidang Koordinasi Penanganan Kejahatan Transnasional dan Luar Biasa Kemenko Polhkam, Benny M Saragih, mengatakan, “Pengungsi akan tetap ditangani dengan baik.. fasilitas penampungan akan dikoordinasikan di daerah,” katanya dalam pesan singkat.
Sementara itu, pejabat Pemda Bireuen mengatakan belum bisa mengambil kebijakan atas nasib para pengungsi tersebut karena masih menunggu keputusan dari pemerintah pusat.
Baca juga: Jumlah Pengungsi Rohingya di Bireuen Aceh Bertambah Jadi 256 Orang
Mereka adalah bagian dari 256 orang Rohingya yang tiba di daerah itu sejak Minggu (19/11).
Munzur Alam, 23 tahun, adalah satu dari mereka.
Munzur yang cukup lancar berbahasa Inggris mengatakan dia dan para pengungsi berada di dalam kapal selama puluhan hari, dengan pasokan makanan dan persediaan lain yang terbatas.
“Kami datang ke sini untuk menyelamatkan nyawa kami… Empat anak kecil meninggal di kapal,” klaim Munzur kepada wartawan Fajar Siddik di Bireuen yang melaporkan kepada BBC News Indonesia, Senin (20/11).
Baca juga: Jumlah Pengungsi Rohingya di Bireuen Aceh Bertambah Jadi 256 Orang
”Jika masyarakat Indonesia mengizinkan kami tinggal di sini, kami akan tinggal di sini. Jika mereka tidak mengizinkan maka Allah akan menunjukkan jalan lain untuk kami,” katanya.
Munzur juga mengatakan bahwa mereka telah menerima bantuan kebutuhan dasar, “tapi kami tidak dapat shelter sekarang, kami butuh tempat tinggal.”
Faisal Rahman selaku perwakilan UNHCR Indonesia yang mengurus pengungsi, mengatakan, mayoritas pengungsi berasal dari tempat penampungan Cox's Bazar di Bangladesh.
Faisal menambahkan tidak ada pengungsi yang meninggal dunia saat mendarat. Dari 256 pengungsi Rohingya di tempat sementara tersebut, sekitar 110 adalah perempuan, 86 laki-laki, dan 60 anak-anak.
Kepala Desa Lapang Barat, Kecamatan Gandapura, Mukhtar Yusuf, mengatakan warga meminta para pengungsi untuk segera dipindahkan.
”Kalau hari ini belum juga dipindahkan, mungkin mereka akan diangkut [menggunakan truk] sama-sama oleh warga,” ujarnya.
Mukhtar mengatakan, penolakan itu muncul karena tidak ada tempat yang mendukung para pengungsi di wilayahnya.
”Bukan masalah logistik, tapi masalah tempat. Ini kan tempat orang-orang nelayan aktivitas, saya rasa menganggu,“ ujarnya.
Baca juga: Ditolak Warga, Ratusan Rohingya Mendarat di Bireuen saat Pagi Buta