SOLO, KOMPAS.com - Almas Tsaqibbirru, penggugat batas usia capres-cawapres, angkat bicara melalui kuasa hukumnya, perihal dokumen perbaikan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang tidak ditandatangani oleh pemohon, maupun kuasa hukum.
Kuasa Hukum Mahasiswa Universitas Surakarta (UNSA) Almas Tsaqibbirru, Arif Sahudi menjelaskan, sidang dilaksanakan secara online atau daring. Mulai pendaftaran hingga putusan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 16 Oktober 2023, lalu.
Kemudian, dokumen fisik dikirim melalui Kantor Pos. Sedangkan dokumen digital dikirim melalui email.
Baca juga: Temuan-temuan Ganjil MKMK: Gugatan Tak Bertanda Tangan hingga Dugaan Kebohongan Anwar Usman
Dia mengatakan sidang pertama digelar pada 5 September 2023 dan ada perbaikan. Kemudian dikirimkan dokumen perbaikan melalui pos dan email tanggal 13 September tapi belum konfirmasi.
Lalu Arif pun kembali mengirim dokumen ke MK tanggal 19 September 2023. Namun, lagi-lagi belum terkonfirmasi.
"Dari pihak sana (MK) menghubungi untuk mengirimkan ke WA pusat IT MK. Akhirnya (dokumen), masuk (tanggal 20 September). Saat sidang (soal tanda tangan) ditanyakan yang mulia, 'kok ini belum?', saya sampaikan sudah. Kemudian dicek lagi ternyata sudah. Jadi secara administrasi sudah tidak ada masalah," kata Arif Sahudi, saat dikonfirmasi pada Jumat (3/11/2023).
Dia memastikan dokumen yang dikirim melalui pos telah ditanda tangani. Sementara dokumen digital yang dikirim, dia menyebut karena permasalahan sistem sehingga tidak bisa ditandatangani.
"Pasti (yang dimasalahkan) adalah file yang Ms. Word. Karena tidak mungkin ada tanda tangannya. Kenapa di Ms. Word tidak bisa ditandatangani? Yang bisa menjawab yang membuat sistem. Setahu saya berkas Ms. Word tidak bisa ditandatangi, bisanya (scan) PDF," paparnya.
Dia pun menilai gugatan yang dilayangkan terkait kode etik dan tidak terkait putusan MK. Sebab, sidang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) adalah sidang atas perilaku hakim, bukan atas putusannya.
"Artinya kalau putusan, berlaku asas putusan yang sudah dibacakan oleh hakim sudah dianggap benar, dan harus dilaksanakan," jelasnya.
"Masalah putusan ini nanti berubah atau tidak terkait majelis kode etik, kalau saya ditanya analisa, tentu tidak. Karena yang disidang kode etik majelis hakim," ujarnya.
Dia menegaskan, permohonan yang pihaknya layangkan, tidak ada kaitannya dengan Gibran Rakabuming Raka yang bisa maju sebagai bakal calon presiden (Bacawapres).
"Sampai hari ini, kita ajukan permohonan tidak terkait langsung dengan mas Gibran. Karena mas Gibran juga tidak pernah terimakasih ke saya, WA, sehingga kalau mau maju atau enggak, itu urusan beliau. Monggo, itu bebas untuk siapapun," tutupnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.