KARANGANYAR, KOMPAS.com - Bejo, anggota kelompok tani Taruna Tani Maju Karanganyar menceritakan suka dukanya menanam bawang putih lokal varietas "Tawangmangu Super" dengan rekayasa genetika double chromosome.
Penanaman bawang putih lokal ini bukan kali pertama dilakukan oleh Bajo dan kelompok tani Taruna Tani Maju.
Akan tetapi, budidaya bawang putih Tawangmangu Super sudah memasuki generasi keenam (G6).
Baca juga: Harga Bawang Putih Tembus Rp 50.000 Per Kilogram, Pemkot Semarang: Ada yang Cari Untung Lebih
Proses menanam bawang putih lokal telah dimulai oleh Bejo dan kelompok tani Taruna Tani Maju sejak tahun 2017.
Warga Dukuh Pancot, Desa Kalisoro ini awalnya sempat ragu untuk menanam bawang putih lokal.
"Jadi pada waktu double chromosome G pertama menuju G2 itu kemarin cerita. Pertama sudah ragu-ragu. Alhamdulillah saya tanam tiga tempat sejajar. Perlakuannya sama, pupuk sama, tapi Alhamdulillah tetap bisa panen," kata Bejo dalam acara panen Bawang Putih Varietas Tawangmangu Baru dengan Rekayasa Genetik Double Chromosome G-6 di Klaster Bawang Putih Taruna Tani Maju, Dukuh Pancot, Kalisoro, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, Senin.
Menurutnya, budidaya bawang putih Tawangmangu Super tidaklah terlalu sulit. Proses tanam hingga panen hanya membutuhkan waktu 130 hari.
Bejo awalnya menanam bawang putih Tawangmangu Super sebanyak 10 kilogram di lahan seluas 100 meter persegi. Hasilnya panennya mencapai 66 kilogram dan terus mengalami peningkatan.
"Alhamdulillah dari 66 kilogram tadi kita tanam 6 kilogram. Dengan cuaca bagus Alhamdulillah secara peningkatan drastis sampai hari ini," terang pria yang juga Ketua Kelompok Tani Taruna Tani Maju.
Baca juga: Harga Bawang Putih Naik, Warga di Semarang Pilih Pakai Bumbu Instan karena Lebih Irit
Rekayasa genetika bawang putih double chromosome merupakan kerja sama Bank Indonesia Solo bersama dengan Pemerintah Kabupaten Karanganyar dan Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT) Institut Pertanian Bogor (IPB).
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Solo, Nugroho Joko Prastowo mengatakan, produksi bawang putih nasional menunjukkan tren yang terus menurun. Penurunan mencapai sebesar 33 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Hal ini disebabkan kualitas bawang putih domestik kurang disukai konsumen sehingga menurunkan minat petani untuk menanam bawang putih dan diikuti dengan berkurangnya lahan tanam bawang putih.
"Rendahnya produktivitas dalam negeri menyebabkan sekitar 95 persen kebutuhan dalam negeri bawang putih dipenuhi dari impor," katanya.
Ketidakseimbangan permintaan dan suplai bawang putih dalam negeri menyebabkan harga bawang putih kerap berfluktuasi dan bahkan mengalami kenaikan yang tinggi.
Bawang putih menjadi salah satu penyumbang utama dalam inflasi bahan pangan yang berdampak pada perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.
"Upaya untuk mengurangi ketergantungan impor bawang putih nasional perlu didorong dengan sinergi berbagai stakeholders baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. ehingga upaya untuk mencapai swasembada bawang putih dapat diwujudkan," jelas dia.
Untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas bawang putih lokal bisa bersaing dengan bawang putih impor, Bank Indonesia dan pemerintah mendorong pengembangan bibit varietas unggul berdaya saing tinggi ditunjang dengan SOP yang baik dan lokasi serta waktu tanam yang sesuai.
Upaya tersebut dengan melakukan rekayasa genetik bawang putih dengan teknik penggandaan kromosom (double chromosome).
Rekayasa genetik ini bertujuan untuk mendapatkan varietas bawang putih Tawangmangu Super, dengan rasa dan kualitas lokal tetapi dimensi impor.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.