PALU, KOMPAS.com - Lima tahun lalu tepatnya 28 September 2018 bencana dahsyat terjadi di Provinsi Sulawesi Tengah.
Gempa bumi bermagnitudo 7,4 menimbulkan tsunami yang meluluhlantakkan wilayah pesisir Kabupaten Donggala dan Kota Palu.
Tak hanya itu, akibat Gempa bumi 7,4 pada skala richter itu beberapa titik di Kota Palu dan Kabupaten Sigi terjadi fenomena likuefaksi.
Likuefaksi atau pembuburan tanah, merupakan sebuah proses di mana tanah kehilangan kekuatannya dengan cepat yang disebabkan karena gempa bumi.
Baca juga: Bangun 1000 Rumah untuk Korban Gempa Palu, Dompet Dhuafa Gandeng Navicula
Ribuan orang meninggal, ribuan orang kehilangan tempat tinggal akibat gempa Pasigala (palu, sigi dan donggala).
Para penyintas bencana yang jumlahnya ribuan itu tinggal di hunian sementara (huntara) yang tersebar di beberapa titik di tiga wilayah terdampak. Termasuk Ania (58) salah satunya.
Sejak setahun lalu, Ania atau biasa disapa Mama Anti meninggalkan huntaranya dan pindah ke hunian tetap (Huntap) Pombewe di Kabupaten Sigi.
"Alhamdulillah, senang sudah saya tinggal di sini, dapat rumah, jadi sehat kita," kata Mama Anti, Selasa (5/9/2023).
Mama Anti merupakan warga yang tinggal di Huntap Pombewe yang dibangun oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, ia berjualan kue dan nasi kuning. Ia menjajakan dagangan dari rumah satu ke rumah lainnya di huntap tersebut.
Selain berjualan, di pekarangan rumahnya dimanfaatkan juga dengan menanam sayuran, lombok dan ubi.
"Biar tidak usah beli lagi, kalau butuh rica (lombok) tinggal petik. Ada ubi juga. Nanti kalau sudah bisa dipanen ini ubi, kemari lagi nah, nanti saya rebuskan ubi baru makan sama-sama kita," ujar Anti, bersemangat.
Tak jauh beda dengan para tetangga lain yang juga penyintas. Halaman rumah mereka juga ditanaman palawija dan juga tanaman lain.
"Buat peneduh biar enggak panas," kata Nani (80), ditemani cucunya Elsa (22).
Mereka bersyukur akhirnya bisa menepati huntap dari pemerintah yang diperuntukkan bagi warga penyintas yang terdampak.
Baca juga: Perempuan Penyintas Gempa Palu Belajar Buat Rumah agar Bisa Awasi Perbaikan Hunian Pasca-gempa
Nani bertutur, sebelum tinggal di Huntap Pombewe, mereka tinggal di rumah panggung beratap rumbia yang dijadikan tempat mengungsi.
"Saat hujan selalu banjir di situ, untung rumahnya panggung," kata Elsa.
Namun, para penyintas kini bisa bernapas lega. Huntap yang dibangun oleh PUPR untuk warga penyintas, membuat asa baru untuk menatap masa depan lebih baik.