MALINAU, KOMPAS.com - Tradisi memanjangkan telinga dan seni merajah tubuh/tato, di Suku Dayak Kenyah, khususnya Dayak Oma Lung, kini mulai punah dan menimbulkan sesal bagi para warga adat.
Seperti diketahui, tradisi rajah tubuh dan memanjangkan telinga, merupakan sebuah identitas khas, yang melambangkan banyak hal bagi suku Dayak Oma Lung.
Mulai jumlah usia, identitas kecantikan dan sarana melatih kesabaran dalam menjalankan kehidupan.
"Yang kami sesalkan, kekhasan dan tradisi kami, tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah,"ujar Ketua Adat Dayak Oma Lung, Tong Lejau, Minggu (13/8/2023).
Baca juga: Kisah Dayak Oma Lung di Malinau Kaltara, Mencoba Jaga Tradisi yang Nyaris Hilang
Betapa tidak, di masa sekarang, kata Tong Lejau, melihat kaum Dayak Oma Lung dengan telinga panjang bertindik, menjadi hal aneh, dan terkesan tak wajar.
Mereka menjadi tontonan dan tak sedikit menggunjingkan orang dalam keadaan tersebut.
Padahal, yang coba mereka lakukan, adalah menjaga tradisi, melestarikan warisan leluhur dengan niat bakti dan pengabdian.
"Belum lagi, bagi generasi kami yang bertato, kalau mendaftar kerja susah. Kalaupun ada telinganya panjang, pasti disuruh dipotong ke dokter,"keluhnya.
Dengan sejumlah alasan tersebut. tradisi nenek moyang yang menjadi ciri khas orang Kenyah, perlahan menghilang dilanda terpaan zaman.
Anak-anak muda Dayak Oma Lung, enggan meneruskan adat istiadat tersebut.
Bahkan pemilik keahlian merajah tato adat, kini telah wafat tanpa mewariskan keahliannya.
Padahal, dulunya, suku Dayak Kenyah menjadi salah satu suku yang disegani dan dihormati.
Identitas tato adat dan telinga panjang menjadi penanda yang menjamin keamanan mereka.
'Sebenarnya, merasa berdosa juga kami karena tak mampu meneruskan tradisi yang menjadi warisan ayah ibu kami. Terkesan durhaka kami. Tapi yang terjadi, perubahan zaman, menggeser pola pikir anak-anak kami,"sesalnya.
Untuk menebus sesal tersebut, Tong Lejau, berusaha sekuat mungkin melestarikan tradisi yang masih ada.