BIMA, KOMPAS.com - Sebanyak 60 anak di Kota Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), suspek penyakit campak sejak Mei hingga 6 Juni 2023.
Dari sekian kasus tersebut, beberapa anak masih menjalani perawatan intensif di puskesmas dan rumah sakit.
"Anak diduga terkena campak sekarang sudah lebih dari 60 orang, sampelnya sudah kita kirim tapi belum keluar hasilnya," kata Sekretaris Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bima, Syarifuddin saat dikonfirmasi, Selasa (6/6/2023).
Syarifuddin mengatakan, semenjak penyakit ini merebak di Jawa Timur, Sulawesi dan NTT, pihaknya sudah diingatkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk tetap waspada.
Baca juga: Kasus Campak Rubella di Kota Malang Meningkat, Dinkes Imbau Warga Tetap Waspada
Namun, karena mobilisasi penduduk yang sulit dikontrol di Kota Bima, sejumlah anak mulai mengalami gejala terkena campak sebulan terakhir.
Gejalanya seperti demam tinggi, muncul bercak merah pada kulit serta batuk dan pilek. "60 orang ini rata-rata masih usia anak, ada beberapa yang masih dirawat," ujarnya.
Menurut dia, penyakit ini menular dan tergolong sangat mengancam keselamatan jiwa anak-anak.
Karenanya, tim medis dari tiap puskesmas sudah diintruksikan untuk meningkatkan capaian vaksinasi campak, serta menguatkan sosialisasi terkait bahaya penyakit tersebut pada masyarakat.
Bagi satuan pendidikan, lanjut Syarifuddin, jika mendapati peserta didik mengidap gejala penyakit tersebut sebaiknya dipulangkan untuk mendapat perawatan terlebih dahulu.
"Risiko penularan cukup tinggi, apalagi kalau sudah infeksi pencernaan bisa menyebabkan kematian," jelasnya.
Baca juga: 83 Anak di Papua Tengah Terkena Campak dan 15 di Antaranya Meninggal Dunia
Syarifuddin mengatakan, sembari menunggu hasil pengujian terhadap sampel yang dikirim, pihaknya terus berupaya meningkatkan capaian vaksinasi campak di lima kecamatan.
Harapannya, upaya ini bisa membentuk kekebalan tubuh kelompok sehingga anak-anak tidak mudah terkena virus campak.
"Ketika sudah terbentuk kekebalan tubuh kelompok, nanti tingga kita tambah dengan pemenuhan gizi dan sebagainya," kata Syarifuddin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.