SUMBAWA, KOMPAS.com - Persoalan sanitasi, termasuk ketersediaan sarana Buang Air Besar (BAB) yang aman di sebuah desa, penting untuk diperhatikan. Sebab, tanpa fasilitas yang memadai, masyarakat dalam suatu komunitas rentan terancam berbagai penyakit yang bisa memengaruhi nyawa.
Persoalan sanitasi pernah menjadi tantangan di wilayah Desa Hijrah, Kecamatan Lape, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.
Sebelum tahun 2016, masyarakat di desa ini terbiasa buang air besar sembarangan sehingga ancaman penyakit seperti diare, tifus, cacingan, hingga Demam Berdarah Dengue (DBD) pun menjadi momok yang sangat menakutkan.
Baca juga: Saat Siswi SMP di Sumbawa Pilih Bolos Sekolah karena Menstruasi...
Kondisi ini membuat seorang petugas sanitarian penyelia di Puskesmas Lape, Farida, merasa tergerak untuk membuat perubahan. Ia pun berupaya untuk mengubah kebiasaan warga yang sudah turun temurun.
"Saat itu, perilaku masyarakat di Desa Hijrah sangat buruk, masih BAB sembarangan. Aroma tak sedap tercium di mana pun," kata Farida, Kamis (12/4/2023).
Perjuangan Farida tidaklah mudah. Seringkali, ia harus bersembunyi di semak belukar demi bisa melihat kondisi sungai dan hutan. Tujuannya, untuk mengetahui di mana lokasi buang air besar warga.
Namun, titik terang mulai terlihat ketika ia bersentuhan langsung dengan masyarakat dan program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM).
Program STBM yang dimulai secara nasional pada tahun 2008 ini mulai diterapkan juga di Kecamatan Lape pada 2016.
Melalui program ini, Farida berupaya mengintervensi praktik sanitasi di Desa Hijrah. Ia memulainya dengan mencoba menyelesaikan pilar pertama STBM, yaitu 100 persen stop buang air besar sembarangan.
Pada awal proses intervensi, Farida dan kelompok terkait melakukan sosialisasi dan demonstrasi (pemicuan) STBM.
Menurut Farida, dalam proses ini, warga mengakui melihat dan mencium aroma tak sedap itu. Mereka juga merasa malu, jijik, takut berdosa, dan mau berubah. Namun, kendalanya adalah dana.
"Tantangan terberat mengubah pola pikir orang tua adalah karena kebiasaan buang air sembarangan sudah turun temurun," sebut Farida.
Kondisi itu diperparah dengan tingkat ekonomi masyarakat yang masih rendah.
Rata-rata warga di Desa Hijrah berprofesi sebagai petani dengan penghasilan sekali setahun, sehingga pembangunan jamban belum menjadi prioritas.
Meski begitu, upaya pengentasan BAB Sembarangan tetap bisa dilakukan dengan kolaborasi dari berbagai sektor.