BENGKULU, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bengkulu Abdullah Ibrahim Ritonga mengemukakan, ada yang mencurigakan terkait usulan Pemprov Bengkulu terhadap usulan perubahan fungsi dan status kawasan hutan Bengkulu seluas 122 ribu hektar di daerah itu.
Dia mengkhawatirkan, usulan itu hanya menguntungkan korporasi pertambangan saja bukan kepentingan masyarakat.
Sebaran kawasan hutan yang diusulkan berubah fungsi dan status kawasan itu terdapat di 9 kabupaten.
3 Kabupaten dengan perubahan hutan paling luas yakni Kabupaten Seluma seluas 61,9 ribu hektare, Bengkulu Utara 37 ribu hektar dan Mukomuko 11 ribu hektar.
Usulan ini tertuang dalam review Perda Nomor 02 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bengkulu 2012-2032 di mana hal ini terintegrasi dengan adanya usulan perubahn fungsi dan perubahan status kawasan hutan seluas 122.457,67 hektare.
Baca juga: Tebang Pohon di Hutan untuk Tanam Singkong, 4 Orang Jadi Tersangka, 1 Pelaku Buron
"Ini hanya akal-akalan untuk memberikan karpet merah pada investasi pertambangan dan perkebunan yang mengeruk sumberdaya alam," tegas Abdullah Ibrahim Ritonga dalam rilisnya yang dikirim ke kompas.com, Jumat (3/2/2023).
Direktur Genesis Bengkulu, Egi Saputra, mejelaskan, rencana ini terlihatdalam analisis spasial yang dilakukan dengan overleping konsesi izin HGU 2016 dan konsesi IUP 2013 hingga 2022.
Pihaknya menemukan adanya kepentingan penghapusan dosa 7 perusahaan perkebunan skala besar karena telah melakukan aktivitas perkebunan didalam kawasan hutan dan juga memuluskan hasrat 6 perusahaan pertambangan didalam kawasan hutan.
"Ada banyak perusahaan perkebunan, perkebunan milik oknum tertentu dan pertambangan di dalam sejumlah kawasan hutan itu," tegasnya.
Di Kabupaten Mukomuko dugaan kepentingan perusahaan dan oknum pemilik kebun kelapa sawit juga terlihat berada di sejumlah kawasan yang saat ini statusnya masih kawasan hutan. Di Kabupaten Seluma rencana pertambangan emas juga terasa dapat dilihat sebanyak 61,9 hektar kawasan hutan akan diubah.
Mirisnya Kawasan Rawan Bencana justru dihilangkan dalam Ranperda RTRW 2023-2043. Hal ini tentu saja sangat kontradiktif dan tidak mempertimbangkan Provinsi Bengkulu sebagai kawasan rawan bencana. Apalagi Bengkulu telah ditetapkan oleh BNPB sebagai salah satu wilayah yang memiliki resiko tinggi terhadap bencana.
Kemudian pertanyaan yang kembali muncul di antaranya, pada kawasan pertambangan yang di alokasikan kurang lebih seluas 186 ribu hektar. Berdasakan data Izin Usaha Pertambangan ( IUP ) aktif pada tahun 2022, diketahui luas total IUP di Provinsi Bengkulu hanya 80 ribu hektar dengan pemegang izin sebanyak 50 perusahaan. Ini artinya seluas kurang lebih 100 ribu hektar akan diobral oleh pemerintah untuk perluasan investasi pertambangan di Provinsi Bengkulu.
Manajer Kampanye Hutan dan Perkebunan Eksekutif Nasional Walhi Uli Arta Siagian mengungkapkan, obral kawasan budidaya ini memiliki relasi kuat dengan dengan Pemilu 2024.
Baca juga: Timgab Temukan 25 Batang Kayu di Hutan Boak Sumbawa, Diduga Hasil Pembalakan Liar
“Pelepasan kawasan hutan yang dilakukan baik melalui revisi tata ruang maupun dengan penggunaan Pasal 110A dan Pasal 110B PERPU Cipta Kerja , akan dimamfaatkan oleh koorporat ataupun elit politik untuk bisa saling mendapatkan keuntungan. Untuk kooporasi bisa lepas dari hukuman atas pelanggaran yang selama ini dilakukan dan bisa mengekstraksi dengan aman dan nyaman, kemudian elit politik juga berpeluang mendapatkan ongkos politik untuk Pemilu 2024,” ungkapnya.
Atas dasar analisis tersebut, Walhi Bengkulu meminta beberapa hal: