BEROPERASI di sejumlah kejuaraan balap internasional, komplotan pencopet "high class" tumbang di Nusa Tenggara Barat (NTB) setelah dibekuk tim Jatanras Reskrimum Polda NTB.
Tak hanya di dalam negeri, komplotan yang semuanya adalah WNI ini melanglang buana hingga ke Makau, Malaysia, dan Singapura. Salah satu dari mereka mengaku pernah mendapat hasil copetan hingga Rp 200 juta.
Saya mewawancarai mereka eksklusif, di program AIMAN, Kompas TV yang tayang setiap Senin pukul 20.00.
Saya menggali keterangan bagaimana mereka beroperasi, termasuk apa yang mereka incar, dan sebaliknya apa pula yang tidak mereka incar.
Ada dua kelompok Copet yang tertangkap di Sirkuit Mandalika, NTB.
"Satu Komplotan beroperasi di titik tribun penonton di sisi dekat podium utama. Yang lain beroperasi di seberangnya," ungkap Kasubdit Jatanras Ditkrimum Polda NTB Kompol Yasmara Harahap.
Mereka saling komunikasi dan menyiapkan rencana darurat bila salah satu anggota mereka tertangkap.
Mereka tertangkap karena salah seorang dari mereka tepergok oleh sang empunya saat "memetik" ponsel. "Memetik" adalah istilah mereka untuk mencopet.
Ada 3 korbannya, di antaranya adalah wartawan warga negara Jepang.
Lalu bagaimana mereka melakukan operasinya?
Saya diberikan kesempatan eksklusif untuk mewawancarai mereka, terutama sang pimpinan pencopet.
Saya tanyakan kepadanya, apa yang biasa dicuri.
"Ada 2, dompet dan handphone. Tapi untuk di Indonesia hanya handphone, karena orang Indonesia biasanya tak banyak bawa uang," kata anggota komplotan yang paling senior alias lama beroperasi.
"Berapa paling banyak dapat dari hasil copet?" tanya saya.
"Rp 200 juta, Pak, saat di Makau, (China)," jawab dia.