Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nasib Warga Situs Warisan Dunia Tembus Hutan Rimba Saat Sakit Parah

Kompas.com - 22/01/2018, 11:53 WIB
Firmansyah

Penulis

BENGKULU, KOMPAS.com - Masih lekat di ingatan, cerita seorang bocah berusia 6 tahun di Desa Sungai Lisai, Kabupaten Lebong, Bengkulu, meninggal dunia di perjalanan menuju rumah sakit pada tahun 2009.

Dia harus dilarikan ke Kota Muara Aman, ibukota Kabupaten Lebong, karena di tidak ada fasilitas kesehatan di daerah itu.

Meninggalnya bocah 6 tahun tersebut tak mendapat perhatian dari siapa pun karena jauhnya letak Desa Sungai Lisai dari Kota Muara Aman. Sekitar 40 kilometer.

Akses keduanya pun hanya dapat ditempuh dengan berjalan kaki menembus rapatnya hutan Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS).

Kepala Desa Sungai Lisai Hajron Hadi menyebutkan, tidak adanya fasilitas kesehatan dan bidan mengakibatkan mereka harus menandu warga yang sakit menuju kota dengan menempuh jalan setapak selama 4 jam.

"Kalau mau dihitung hampir setiap bulan ada saja warga sakit keras yang harus digotong dengan tandu dibawa ke kota," ujar Hajron, Minggu (21/1/2018).

(Baca juga : Akhir Hidup Bocah Sebatangkara Penderita Gizi Buruk )

Dia mengatakan, pemerintah pernah menugaskan bidan desa namun karena daerah terpencil tidak ada bidan desa yang betah.

"Banyak bidan desa yang pindah karena tidak kerasan akhirnya warga pasrah saja bergantung pada obat alam dan siap-siap menandu ke kota jika ada warga sakit keras," tutur Hajron.

Tidak ada akses jalan dari desa menuju kota. Jalan yang dipakai saat ini hanya jalan setapak becek dan sempit di tengah rimba.

Menurut Hajron, pemerintah desa dan kabupaten tidak berani membuat jalan untuk warga karena kawasan tersebut wilayah TNKS yang merupakan juga situs warisan dunia milik UNESCO.

"Unesco meminta Indonesia menjaga TNKS tapi hak dasar kesehatan kami tidak dapat dipenuhi. Mau buat jalan warga untuk bawa orang sakit kami tidak boleh, ada pelanggaran hak asasi di sini," keluhnya.

Susi, warga setempat, mengisahkan, dia pernah lima kali ditandu oleh warga karena mengalami maag kronis.

"Kami berharap pemerintah dapat mememperbaiki fasilitas kesehatan dan juga jalan menuju kota bila ada warga yang harus ditandu," pintanya.

Sementara itu, Bupati Lebong Rosjonsyah mengatakan, pihaknya tak bisa berbuat banyak dengan kondisi ini mengingat semua intervensi pembangunan harus menunggu izin dari UNESCO.

"Pemda pernah mengusulkan membuat jalan evakuasi namun masih menunggu persetujuan pemerintah pusat dan UNESCO," ungkapnya.

Warga Sungai Lisai sudah berada di kawasan itu sejak tahun 1950. Saat itu, permukiman warga belum berstatus TNKS.

Pada tahun 1980, pemerintah menjadikan kawasan itu sebagai TNKS dan pada 2014, UNESCO menjadikan TNKS sebagai salah satu situs warisan dunia.

Saat ini, terdapat 85 KK dan 300 jiwa bermukim di wilayah itu.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com