Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Begini Cara Teroris Merencanakan Pengeboman Gereja di Samarinda

Kompas.com - 09/03/2017, 22:06 WIB
Kontributor Samarinda, Gusti Nara

Penulis

SAMARINDA, KOMPAS.com - Untuk melengkapi berkas penyidikan, penyidik Densus 88 menggelar rekonstruksi kasus teror bom di depan Gereja Oikumene, Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim).

Lima tersangka menjalani serangkaian adegan rekonstruksi mulai dari merakit hingga meledakkan bom, Kamis (9/3/2017).

Di lokasi kejadian, tampak lima pelaku menjalani rekonstruksi proses aksi teror bom sejak perencanaan hingga peledakan bom pada 13 november 2016. Dua tersangka tidak dihadirkan karena di bawah umur dan telah divonis dua tahun penjara.

“Untuk melengkapi berkas, jadi nanti bisa tergambar jelas oleh tim penyidik,” kata Kapolresta Samarinda, Kombespol Reza Arif Dewanto.

Baca juga: Reka Ulang, 5 Tersangka Teror Bom Molotov Dibawa ke Gereja Samarinda

Kelima pelaku awalnya berkumpul di Masjid Almujahidin yang kini bernama Masjid Al Ishlah. Jarak masjid dengan Gereja Oikumene hanya 200 meter. Masjid ini pula yang menjadi tempat tinggal pelaku utama, Juhanda.

Adegan paling lama saat rekonstruksi adalah saat berada di kamar tempat tinggal Juhanda yang berada di sisi belakang masjid dan bisa diakses dari dalam masjid. Di kamar Juhanda inilah perencanaan dan perakitan bom dilakukan.

Usai merakit, Juhanda lalu keluar dengan menenteng bom dan membawanya dengan menggunakan sepeda motor. Bom ditaruh di dalam sebuah tas berwarna hitam.

Saat Juhanda keluar dari masjid, pelaku lainnya sudah pergi. Saat bom hendak diledakkan, gereja dipenuhi jemaat yang sedang melaksanakan ibadah Minggu.

Sebelum masuk ke halaman gereja, Juhanda sempat memantau kondisi gereja. Dia lalu memasuki halaman gereja dengan sepeda motornya. Tak lama berselang, Juhanda meledakkan bom di lokasi anak-anak yang sedang menunggu orangtuanya beribadah.

Dari rekonstruksi ini diketahui bahwa bom tidak diledakkan dengan detonator, melainkan menggunakan sumbu. Setelah meledakkan bom, Juhanda lalu kabur dengan berlari menjauh dari gereja.

Tiga bulan pasca-ledakan bom, jemaat Gereja Oikumene sudah mulai sembuh dari trauma teror bom.

Masih trauma

Sementara itu, Pengurus Gereja Oikumene, Pendeta Samion, mengatakan, trauma paling mendalam dirasakan anak-anak yang melihat langsung teror itu. Bekas ledakan pun masih terlihat di depan gereja. Pengurus gereja dan jemaat kompak saling menguatkan agar trauma bisa disembuhkan.

“Untuk sekarang sudah cukup kondusif, gak ada lagi pengaruh, cuman awalnya sebagian kalau anak-anak ke gereja tidak merasa aman. Bahkan jika di gereja tidak ada polisi, anak-anak meminta orangtuanya untuk cepat pulang,” jelasnya.

Untuk itu, kata dia, sebagai umat gereja, pihaknya bertugas untuk saling menguatkan.

“Kita juga sebagai pendeta meyakinkan jemaat. Kebetulan ada beberapa pendampingan dan guru-guru sekolah minggu meyakinkan anak-anak walaupun tidak ada polisi tapi ada Tuhan yang melindungi,” jelasnya.

Sebelumnya, pada Minggu, 13 November 2016, pukul 10.00 Wita, sebuah bom meledak di depan gereja Oikumene, Jalan Cipto Mangunkusumo, Loa Janan Ilir, Samarinda.

Akibat ledakan bom, seorang balita bernama Intan Olivia Marbun meninggal dunia karena mengalami luka bakar hingga 70 persen. Sementara tiga anak lainnya harus menjalani perawatan intesif akibat luka bakar hingga 50 persen.

Hanya butuh waktu sepekan, polisi berhasil menangkap seluruh tersangka. Tersangka yang ditangkap terlibat dalam aksi teror ini. Keterlibatan pelaku mulai dari perencanaan, penyiapan bahan peledak, perakitan, hingga peledakan bom.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com