Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Nenek Penjual Bawang yang Menggetarkan Hati "Netizen"

Kompas.com - 14/06/2016, 17:08 WIB
Kontributor Magelang, Ika Fitriana

Penulis

MAGELANG, KOMPAS.com — Seorang nenek duduk bersimpuh di emperan sebuah toko oleh-oleh di Jalan Jenderal Sudirman, Kota Magelang, Jawa Tengah. Di hadapannya, terdapat puluhan bungkus plastik bawang putih dan kemiri di atas tampah (wadah yang terbuat dari anyaman bambu).

Kepala nenek bernama Rohani itu terus tertunduk. Ia tampak serius membaca lembar demi lembar sebuah kitab berbahasa Arab. Sesekali, suaranya terdengar lirih. Tidak lama, seorang ibu separuh baya menghampiri untuk membeli sebungkus bawang putih dan kemiri miliknya.

Dengan cekatan dan ramah, sang nenek yang karib dipanggil Mbah Ro itu melayani pembeli tersebut.

"Ini bawang lanang, harganya Rp 20.000 per bungkus. Bagus untuk obat darah tinggi (hipertensi), dibuat sambal, lalu dicampur dengan minyak goreng juga enak sekali," kata Mbah Ro kepada Kompas.com saat datang ke lapaknya, Selasa (14/6/2016).

Nenek berusia sekitar 90 tahun itu kemudian kembali melanjutkan membaca kitab berjudul Latiful Mutaharoh. Meski sudah lanjut usia, Mbah Ro sama sekali tidak kesulitan membaca setiap baris tulisan Arab dalam kitab itu meski tanpa bantuan kacamata.

Pendengarannya juga masih bagus untuk wanita seusia Mbah Ro. Beberapa menit kemudian, Mbah Ro menutup kitab dan merapikannya. Ia lantas membungkus bawang-bawangnya ke dalam plastik bening sembari berbagi cerita.

Menurut nenek dengan lima cucu dan sembilan cicit itu, membaca Al Quran maupun kitab sudah menjadi kebiasaannya sejak kecil. Sebagai muslimah, ia tidak pernah meninggalkan kebiasaan itu karena telah diperintahkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya.

"Sebelum berangkat jualan, saya baca Al Quran dulu sebentar. Nah kalau sambil jualan begini baca kitab yang isinya soal fikih Islam, soal wudhu, soal puasa, dan sebagainya. Saya sudah sampai jilid tujuh," ucap Mbah Ro.

"Nanti malam baca Al Quran lagi di rumah. Kalau baca (Al Quran) di sini (lapak) suka dibilang pamer," katanya.

Mbah Ro mengatakan sejak kecil memang gemar berdagang. Semula, ia memiliki lapak di dalam Pasar Rejowinangun. Namun, lapaknya hancur akibat peristiwa kebakaran pada tahun 2008 silam. Dia tetap berjualan meski terpaksa di emperan toko tidak jauh dari Pasar Rejowinangun.

Menurut Mbah Ro, empat anak-anaknya sudah melarangnya berjualan. Namun, ia tidak bisa hanya berdiam diri di dalam rumah, apalagi hanya berpangku tangan meminta belas kasih anak-anaknya maupun orang-orang sekitarnya.

"Simbah memang dari dulu sudah dagang, ini yang dicontohkan kanjeng Nabi Muhammad SAW, angsal donya lan akhirate (dapat dunia dan akhirat)," tuturnya.

Mbah Ro yang tinggal sendiri di Kampung Ganten, Kota Magelang, itu mengaku dagangannya pernah diangkut petugas Satpol PP yang sedang razia beberapa bulan lalu. Mbah Ro harus berdebat dengan petugas demi mendapatkan kembali bawang-bawang miliknya.

"Simbah diantar teman ke kantor Satpol PP. Sampai di sana simbah masih disemayani (dijanjikan) kalau bawang simbah baru bisa diambil dua hari lagi," kenang Mbah Ro sembari menyeka air matanya.

Pada bulan Ramadhan ini, Mbah Ro tetap menjalankan ibadah puasa wajib. Bahkan, pada hari-hari biasa, Mbah Ro sudah menjalankan puasa sunah Senin dan Kamis.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com