Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mau Jadi Calon Independen? Modal Rp 300 Juta, Belum Tentu Lolos Pula...

Kompas.com - 26/08/2015, 09:31 WIB
Kontributor Balikpapan, Dani Julius

Penulis

BALIKPAPAN, KOMPAS.com – Ingin mencalonkan diri sebagai calon perseorangan di Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota di Balikpapan, Kalimantan Timur? Nah, maju sebagai calon independen harus siap menguras dana besar, menghabiskan energi, waktu, hingga mempertaruhkan kesehatan.

Pengusaha Balikpapan Abriantinus, yang sukses di bidang usaha ketenagakerjaan, mengatakan, sudah semua terkuras, hasilnya pun belum tentu lolos, bahkan di tahap pemeriksaan administrasi.

“Kira-kira kami (pasangan Achdian Noor-Abriantinus atau AA) keluar semuanya Rp 300 juta. Tetapi banyak juga yang tidak terhitung,” kata Abriantinus, Selasa (25/8/2015) kemarin.

Untuk apa saja dana itu? Dia menyebut, untuk memasukkan namanya ke daftar calon tetap (DCT) peserta pemilu saja, paslon independen harus membentuk tim mulai untuk urusan administrasi, manajemen, pengumpul suara dukungan, hingga soal teknologi informasi.

Dana akan keluar untuk seluruh kegiatan tim itu. “Mulai dari makan, bensin, transportasi, hingga tentu ada yang memang khusus kita beri insentif atas usahanya yang 24 jam,” kata Abriantinus.

Belum lagi, kata dia, operasional listrik yang rata-rata Rp 300 ribu per hari, beli dua mesin fotokopi untuk menggandakan 110.000 bukti dukungan menjadi tiga rangkap.

Abriantinus mengatakan, dia sampai harus membeli dua mesin seharga Rp 20 juta per mesin. “Termasuk beli printer, tinta, toner untuk mesin fotokopi, belanja modal saja sudah segitu, belum dengan yang tidak sempat dicatat,” kata Abriantinus.

“Bukan hanya itu, bobot saya sekarang susut dua kilogram selama mengurus semua itu,” kata Abriantinus.

Urusan yang serupa juga dijalani paslon independen lain, Abdul Hakim dan Wahidah. Hakim mengaku tidak mampu berkata lagi kalau soal dana untuk mencalonkan diri lewat jalur perseorangan.

Ia hanya mengungkap telah membeli sedikitnya tiga printer, mempekerjakan 100 orang sebagai bagian dari tim, hingga bekerja selama 24 jam kerja tanpa henti. “Kita tidak bisa bicara uang (lagi). Yang utama di pencalonan perseorangan itu adalah kecermatan, ketelitian, waktu yang tersita, dan konsentrasi. Salah ketik saja sudah dicoret KPU. Mau raja minyak sekalipun belum tentu bisa (lolos),” kata Hakim.

Tersandung PPS
Begitulah daya dan upaya paslon independen itu. Alhasil, kedua paslon jalur perseorangan ini terjungkal di sesi verifikasi faktual. Sesi verifikasi ini satu tahap sebelum KPU menentukan siapa yang bisa ditetapkan sebagai calon peserta Pilkada nanti.

Kedua paslon mengakui, sebenarnya yang menjadi soal adalah betapa pun keras usaha, paslon independen bakal terjungkal oleh aturan ketidakseriusan semua jajaran panitia pemilu. “Selama tidak diberi keadilan, calon independen manapun akan gugur sebelum ditetapkan sebagai calon tetap,” kata Hakim.

Kubu AA memberanikan diri maju sebagai calon independen dengan syarat minimal 87.430 dukungan. AA menyetor 110.730 KTP dan tanda tangan dukungan. Semula KPU menemukan 23.031 dukungan ganda dan 87.709 dukungan lainnya perlu dicek langsung oleh PPS ke lapangan.

Kubu AA mengklaim tersandung di tingkat PPS ini. Verifikasi puluhan ribu data di lapangan bukan perkara mudah. Kubu AA meyakini PPS akan kesulitan verifikasi. Ia mencontohkan, AA merasa didukung 16.000 suara di Timur Balikpapan. Namun verifikasi PPS menunjukkan cuma 161 dukungan sah di sana. Akibatnya, dukungan menyusut tajam.

Pleno akhir KPU mengumumkan kubu AA hanya mengantongi 33.248 dukungan sah. “Kami dipecundangi oleh aturan main kalian,” kata Abriantinus.

Hakim-Wahidah mengalami hal serupa. Pasangan dokter ini mengumpulkan 88.635 KTP lebih dari batas minimal 79.864 dukungan yang harus dipenuhi. Hasil verifikasi akhir menunjukkan 21.653 dukungan saja yang dinilai benar oleh PPS.

“PPS harus memverifikasi langsung di lapangan. Saya tanya ke PPS saat pleno di sebuah kecamatan. Apa anda ada pelatihan dulu sebelum menjalankan verifikasi di lapangan? Mereka jawab tidak. Artinya sudah jelas (PPS tidak bisa menjalankan verifikasi),” kata Wahidah.

Hasil PPS dan PPK dibawa ke pleno KPU. Dua paslon independen ini pun gugur sebelum pilkada berlangsung. "Hasil verifikasi menunjukkan dua pasangan calon independen tidak memenuhi syarat (TMS) pencalonan dilihat dari jumlah dukungan yang kurang,” kata Ketua KPUD Balikpapan, Noor Thoha.

Sementara itu, pasangan yang maju lewat jalur parpol tentu melenggang. Tiga pasangan itu petahana Rizal Effendi (Wali Kota) berpasangan dengan Rahmad Mas’ud, petahana Heru Bambang (Wakil Wali Kota) berpasangan dengan Sirajuddin, dan Andi Burhanuddin Solong (DPRD Kaltim) yang berpasangan dengan Abdul Hakim Rauf.

Sementara dua pasangan perseorangan didepak sebelum bertarung di Pilwali. Tidak puas atas hasil itu, dua paslon independen ini pun mengadu ke Badan Pengawas Pemilu,  Rabu ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com