Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Korupsi Kolam Renang, Anggota DPR Diperiksa Kejaksaan

Kompas.com - 12/05/2015, 19:30 WIB
Kontributor Palu, Erna Dwi Lidiawati

Penulis


PALU, KOMPAS.com
 — Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah memeriksa anggota DPR RI Muhidin M Said terkait kasus korupsi pembangunan kolam renang sebesar Rp 2,4 miliar. Muhidin diperiksa di ruang Koordinator Tindak Pidana Khusus sebagai saksi, Selasa (12/5/2015).

Namun, setelah pemeriksaan selama lebih kurang 4 jam, Muhidin enggan berkomentar terkait pemeriksaan dirinya. Dia langsung pergi melalui pintu belakang kantor Kejati Sulteng menuju mobilnya.

Pengacara Muhidin Said, Duma Tandirapak, mengatakan bahwa kliennya dalam kasus ini dipanggil sebagai saksi. Ada delapan pertanyaan yang diajukan oleh penyidik Kejati.

Menurut dia, dalam kasus ini, kliennya hanya membantu Pemprov Sulteng untuk pembangunan kolam renang di lokasi bekas Seleksi Tilawatil Quran (STQ) di wilayah Kecamatan Mantikulore, Kota Palu, Sulawesi Tengah. 

"Klien saya hanya menandatangani ketika peletakan batu pertama. Soal MoU, klien saya tidak mengetahui sama sekali," kata Duma.

Dia mengatakan, kliennya hanya menyikapi permohonan atau permintaan untuk membantu Pemprov. Namun, Duma tak menepis adanya kesepakatan yang disusun oleh Tim 9 bentukan Gubernur.

Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah Johanis Tanak mengatakan, dalam kasus korupsi pembangunan kolam renang ini, Kejati Sulteng sudah menetapkan empat orang tersangka, yakni Aminuddin Ponulele, mantan gubernur yang saat ini menjabat sebagai Ketua DPRD Sulteng, serta Hendry, Mustari, dan Purwanto.

Menurut dia, kasus pembangunan kolam renang yang dibangun hanya berdasarkan MoU jelas melawan hukum.

"Anggaran yang diperkirakan untuk membangun kolam renang tersebut mencapai 16 meter, tapi anehnya dilaksanakan dengan MoU. Dana yang dikeluarkan pakai APBD. Ini kan penyimpangan, penyalahgunaan kekuasaan yang menyebabkan kerugian negara. Itu yang dilakukan oleh Aminuddin Ponulele dan kemudian dikerjakan oleh Muhidin," ujar Yohanis.

Selain melawan hukum, lanjutnya, proyek itu belum dimasukkan dalam RAPBD dan belum dituangkan dalam APBD yang disetujui pengadaannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com