Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kata Monarki Yang Kontroversial Itu

Kompas.com - 13/12/2010, 15:48 WIB

Oleh Siti Zulaikha

Pekan awal di bulan penghujung tahun ini seperti menjadi Pekan Kemarahan. Orang marah-marah secara serentak di mana-mana. Bahkan hampir tak ada ruang yang terbebas dari orang marah. Di jalan, di warung, kafe hingga di kantor-kantor yang dihuni orang-orang terdidik.

Celakanya, sasaran kemarahan mereka tertuju pada satu orang, yakni orang yang telah berani-beraninya menyebut kata "monarki" yang membuat alergi warga Yogya.

Kata monarki meluncur dari penjelasan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengenai Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Dalam pengantar sidang kabinet pada 26 November yang membahas RUUK DIY, presiden memaparkan model tata pemerintahan daerah Yogya yang formulanya tengah dirancang.

SBY menghendaki adanya suatu pranata yang menghadirkan sistem nasional NKRI, keistimewaan DIY yang harus dihormati dan dijunjung tinggi, serta nilai-nilai demokrasi dalam RUU tentang Keistimewaan DIY.

Lalu, kata-kata yang kontroversial itu menyusul.

"Nilai-nilai demokrasi tidak boleh diabaikan. Oleh karena itu, tidak boleh ada sistem monarki yang bertabrakan dengan konstitusi maupun nilai-nilai demokrasi," kata Presiden.

Dari sinilah petaka itu berawal. Bak bara tersiram bensin, amarah itu berkobar, menjalar ke segala arah. Dari Jakarta merebak ke Yogya. Dari Sultan menular ke para kawula. Dari media, pengamat sampai orang yang tidak memiliki kepentingan (langsung) pun turut menyemarakkan pesta kemarahan kolosal ini.

Kegaduhan ini kian gemuruh oleh pemberitaan media yang mebombardir ruang layar kaca, halaman koran dan monitor laman-laman berita. Semua jenis berita disajikan, dari berita selintas, analisa hingga talkshow siaran langsung.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com