Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kata Monarki Yang Kontroversial Itu

Kompas.com - 13/12/2010, 15:48 WIB

"Saya kira Presiden menyatakan kita harus memperhatikan beberapa aspek. Beliau mengatakan ada monarki, ada nilai demokrasi, dan ada juga nilai-nilai konstitusi yang harus dipertimbangkan secara keseluruhan pada perumusan undang-undang baru ini. Nah, apa yang salah dari situ?" kata dia.

Terhadap kata "monarki" Gamawan memandang penafsiran kata ini diperbesar, tanpa melihat nilai demokrasi dan konstitusi yang disebut bersamaan rangkaian kata dalam kalimat tersebut. Ini merupakan satu kesatuan yang menurutnya harus dipertimbangkan secara utuh.

"Hanya saja, orang melihat, kenapa Presiden menyebut monarki. Padahal bukan sekadar itu. Presiden menyebut secara utuh akan mempertimbangkan aspek monarki, aspek konstitusi, dan nilai demokrasi," bela Mendagri.

Namun, Wakil Ketua DPR RI Pramono Anung berpendapat, pernyataan terbuka Presiden Susilo Bambang Yudhoyono soal monarki dalam konteks Kesultanan Yogyakarta sangat serius. Bagi dia, keistimewaan Yogyakarta tidak boleh diganggu gugat.

Bagaimanapun, kata Pram, kesepakatan antara Bung Karno dan Sultan Hamengkubuwono IX yang tertuang dalam Maklumat 5 September 1945 merupakan bagian dari sejarah.

Tetapi bila pernyataan kontroversial SBY berujung tuntutan referendum oleh rakyat Yogya, Pram tidak mendukungnya. Referendum, ia khawatirkan akan mengganggu bingkai NKRI.

Maka, politisi PDIP ini mendorong pemerintah untuk menyudahi polemik monarki agar tidak terjadi disinformasi kelewat jauh.

Menjawab kehendak banyak pihak, presiden pun memberi klarifikasi sepekan kemudian. Di hadapan media dan seluruh menteri anggota Kabinet Indonesia Bersatu II yang diundangnya di Istana Negara, SBY menyampaikan pembelaannya.

Tapi ia berupaya menenangkan suasana tidak dengan kata "maaf" seperti yang diinginkan para kawula Yogya. Malah, kata "monarki" yang menimbulkan alergi itu diucapkannya lagi. Tanpa ragu-ragu ia eja kata-demi kata seraya mengharap publik mendengar dengan cermat dan lalu memperoleh pemahaman sejalan dengan yang ia pikir dan maksudkan.

Pada bagian lain, Presiden juga meminta agar persoalan ini tidak digeser-geser ke ranah poltik dan direduksi hanya pada masalah penetapan kepala daerah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com