SALATIGA, KOMPAS.com - Mindset pengusaha terhadap pola pembayaran dari pemerintah terhadap proyek pekerjaan kerjasama disebut menjadi salah satu penyebab masih rendahnya penggunaan produk dalam negeri.
Terkait hal itu, Setya Budi Arijanta, Deputi Bidang Hukum Dan Penyelesaian Sanggah, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mengatakan, pembayaran sebenarnya bisa dilakukan dengan katalog elektronik.
Baca juga: UMKM Kopi Wolowio asal NTT Ikut Event Kopi Dunia 2024 di Denmark
"Pengusaha itu kan berpikir kalau pemerintah ribet, membayar pekerjaan lama, paling cepat tiga minggu baru beres. Itu menjadi salah satu sebab mereka tidak mau ikut dalam kerjasama," kata Setya saat Kegiatan Optimalisasi Penggunaan Produk Dalam Negeri dan Pemberdayaan UMKK di Laras Asri Hotel, Kamis (27/6/2024).
Setya mengatakan, pembayaran bisa dilakukan di depan dengan memakai kartu kredit pemerintah.
"Kita mengubah pola ini dalam rangka mendorong penggunaan produk dalam negeri dan UMKK melalui katalog elektronik," jelasnya.
Dengan katalog elektronik, tidak perlu tender atau lelang sehingga perputaran ekonomi lebih cepat.
"Itu kan nanti tinggal klik, seperti belanja online. Semua transaksi tercatat, mulai dari nilai hingga penyedia, ini juga dimonitor KPK," paparnya.
Menurut Setya, syarat untuk menayangkan produk dalam katalog elektronik tersebut juga mudah, yakni pengusaha cukup memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
"Kalau pengusaha perorangan cukup dua itu untuk mendapatkan akun, tapi kalau perusahaan ditambah akta pendirian. Nanti bisa mendaftar secara online, dari rumah juga bisa," kata dia.
Meski begitu, ada pelaku usaha yang masih gaptek dan tak bisa memaksimalkan fungsi ponsel yang dimilikinya. Namun menurut Setya, kendala ini bisa diatasi oleh pemerintah daerah yang responsif.
Baca juga: Kepala LKPP Dorong Santripreneur Terlibat di E-Katalog
"Seperti di Banyuwangi itu, pemerintahnya datang ke rumah-rumah, membuatkan NIB dan NPWP, didampingi membuat akun dan diajari," ujarnya.
Setya menegaskan, pelaku usaha berkompetisi secara terbuka di katalog elektronik karena menampilkan harga secara langsung. "Tapi yang masuk itu harga maksimum, sehingga harus ditawar, jadi kalau di sebelah bisa lebih murah, harus dinego," pesan dia.
"Pemerintah kalau pesan itu pasti banyak, di Brebes ada rapat mau pesen 500 snack, ternyata tidak mampu karena kapasitasnya belum cukup. Lalu ada pesanan 5.000 snack, dia menggandeng vendor lain karena kalau dikerjakan sendiri malah kewalahan. Tentu ini sangat menguntungkan untuk pelaku usaha," kata Setya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.