Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelatihan "Camera Trap" demi Mitigasi Konflik Macan Tutul di Sukabumi

Kompas.com - 30/05/2024, 06:48 WIB
Budiyanto ,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

SUKABUMI, KOMPAS.com - Belasan peserta mengikuti pelatihan pemantauan macan tutul menggunakan kamera jebak di Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Cikananga, Desa Cisitu, Kecamatan Nyalindung, Sukabumi, Jawa Barat.

Pelatihan kali pertama ini digelar Yayasan Cikananga Konservasi Terpadu (YCKT) selama dua hari, Senin (27/5/2024) hingga Selasa (28/5/2024).

Manajer Konservasi Insitu YCKT Meidiyanto menjelaskan, beberapa wilayah Kabupaten Sukabumi menjadi habitat macan tutul jawa (Panthera pardus melas) baik di dalam kawasan konservasi, maupun non kawasan konservasi.

"Tercatat sudah terjadi beberapa kali konflik antara manusia dan macan tutul. Beberapa ekor macan akhirnya dievakuasi dari habitatnya. Bahkan ada juga yang mati," kata Meidiyanto di PPS Cikananga, Nyalindung.

Baca juga: Warga Sukabumi Lihat Jejak Kaki di Kebun, Khawatir Milik Macan Tutul

Menurut dia, selama PPS Cikananga berdiri, telah beberapa kali ikut menangani konflik manusia-macan tutul di Kabupaten Sukabumi.

Tindakan penyelamatan pernah ditangani di Ciemas pada 2014, Cireunghas pada 2020, dan yang terakhir di Kalibunder pada akhir 2023.

Selama kurun waktu itu juga sudah dilepasliarkan tiga ekor macan tutul ke habitatnya.

Dua ekor ke Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) Kuningan dan satu ekor ke Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS).

Meidiyanto menuturkan dalam upaya melindungi dan mengawasi populasi macan tutul yang tersebar di Kabupaten Sukabumi, pelatihan pemantauan menggunakan kamera jebak menjadi penting.

Pelatihan ini dapat memberikan pemahaman mendalam kepada para peserta tentang penggunaan teknologi  camera trap untuk memantau keberadaan dan perilaku macan tutul.

"Tujuan kegiatan ini di antaranya memperkuat kemampuan peserta dalam mengoperasikan dan mengatur kamera jebak secara efektif," tutur dia.

Pelatihan ini juga diharapkan dapat menghasilkan tim survei macan tutul di Kabupaten Sukabumi dengan pengetahuan dan keterampilan dalam pengoperasian kamera jebak.

"Tim survei yang memahami prosedur pengambilan data di lapangan serta penginputan dan analisis data yang didapatkan di lapangan," sebut dia.

Baca juga: Macan Tutul Terjerat Jebakan Babi di Sukabumi, Warga Resah

 

Mitigasi konflik mandiri

Seorang instruktur Agung Kusumanto (berdiri) saat memberikan materi penggunaan kamera jebal (camera trap) pada Pelatihan Pemantauan Macan Tutul Menggunakan Kamera Jebak di Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Cikananga, Desa Cisitu, Kecamatan Nyalindung, Sukabumi, Jawa Barat, Selasa (28/5/2024)KOMPAS.COM/BUDIYANTO Seorang instruktur Agung Kusumanto (berdiri) saat memberikan materi penggunaan kamera jebal (camera trap) pada Pelatihan Pemantauan Macan Tutul Menggunakan Kamera Jebak di Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Cikananga, Desa Cisitu, Kecamatan Nyalindung, Sukabumi, Jawa Barat, Selasa (28/5/2024)
Salah seorang instruktur, Erwin Wilianto mengatakan, kegiatan pelatihan ini diberikan agar para peserta merancang pemantauan macan tutul.

Harapannya bisa sampai melakukan pendataan populasi macan tutul.

"Pelatihan ini juga mendukung rencana teman-teman di Sukabumi yang akan melakukan pendataan macan tutul di luar kawasan konservasi."

Demikian penjelasan Erwin yang juga Koordinator Proyek Pendataan Macan Tutul Se Pulau Jawa (Java Wide Leopard Survey/JWLS).

Dia menjelaskan, macan tutul merupakan satwa liar yang sulit dijumpai (elusive), sehingga tidak dapat diamati secara langsung.

Maka, penggunaan kamera jebak menjadi alat yang dapat membantu melihat keberadaan dan mendata macan tutul.

Sukabumi ini, lanjut Erwin, banyak lokasi yang menjadi habitatnya macan tutul, baik di dalam kawasan konservasi maupun non kawasan konservasi.

Hanya saja, hingga saat ini data dan informasi yang tersedia belum cukup membantu Pemerintah dalam pengelolaan macan tutul, terutama di Sukabumi.

"Bila sudah memiliki data tentunya dapat digunakan sebagai dasar informasi yang kemudian dapat digunakan untuk perencanaan termasuk mitigasi konflik."

Demikian kata Erwin yang juga salah seorang pendiri Save Indonesian Nature & Threatened Species (Sintas) Indonesia.

"Nantinya dapat dibuat semacam peta kerawanan konflik, misalnya area tertentu mendapatkan informasi berpotensi terjadi konflik antara manusia dan macan tutul," sambung dia.

Baca juga: 2 Ekor Macan Tutul Melenggang di TNGGP, Pendaki Diminta Tak Panik

Erwin mengharapkan, ke depan dapat memperkuat masyarakat baik itu pengetahuan maupun kemampuan dalam upaya mitigasi konflik antara manusia dan macan tutul secara mandiri.

"Artinya ke depan nanti sudah tidak ada lagi konflik antara manusia dan macan tutul," kata Erwin.

Pelatihan kali pertama ini menghadirkan dua instruktur. Selain Erwin Wilianto dari Sintas Indonesia, ada Agung Kusumanto dari Forum Konservasi Macan Tutul Jawa.

Pelatihan khusus ini diikuti perwakilan organisasi pemerintah dan organisasi non pemerintah, serta pribadi.

Ada Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat Resor Sukabumi, Dinas Kehutanan Jawa Barat Wilayah Sukabumi, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Sukabumi, dan Perum Perhutani Sukabumi.

Selanjutnya, dari Volunteer Panthera, ProBumi Indonesia, Geopark Ranger, Geopark Youth Forum, Gerakan Jampang Peduli (Jampe), dan perawat satwa PPS Cikananga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hinca Pandjaitan Laporkan Dugaan Korupsi di Pertamina Hulu Rokan ke Kejati Riau

Hinca Pandjaitan Laporkan Dugaan Korupsi di Pertamina Hulu Rokan ke Kejati Riau

Regional
Mengenal Suntiang, Hiasan Kepala Pengantin Wanita Minang

Mengenal Suntiang, Hiasan Kepala Pengantin Wanita Minang

Regional
Marshel Widianto Maju di Pilkada Tangsel agar Petahana Tak Lawan Kotak Kosong

Marshel Widianto Maju di Pilkada Tangsel agar Petahana Tak Lawan Kotak Kosong

Regional
Mengintip Tugas Pantarlih, Deni Grogi Lakukan Coklit Bupati Semarang Ngesti Nugraha

Mengintip Tugas Pantarlih, Deni Grogi Lakukan Coklit Bupati Semarang Ngesti Nugraha

Regional
Petugas Pantarlih di Banten Bisa Data via 'Video Call' jika Pemilih Sibuk

Petugas Pantarlih di Banten Bisa Data via "Video Call" jika Pemilih Sibuk

Regional
Panggung Teater sebagai Jalan Hidup

Panggung Teater sebagai Jalan Hidup

Regional
Di Hari Anti Narkotika Internasional, Pj Gubri Terima Penghargaan P4GN dari BNN RI

Di Hari Anti Narkotika Internasional, Pj Gubri Terima Penghargaan P4GN dari BNN RI

Regional
Menilik Kampung Mangoet, Sentra Pengasapan Ikan Terbesar di Kota Semarang

Menilik Kampung Mangoet, Sentra Pengasapan Ikan Terbesar di Kota Semarang

Regional
7 Jemaah Haji Asal Kebumen Meninggal di Mekkah, Kemenag Pastikan Pengurusan Asuransi

7 Jemaah Haji Asal Kebumen Meninggal di Mekkah, Kemenag Pastikan Pengurusan Asuransi

Regional
Mudahkan Akses Warga ke Puskesmas dan RS, Bupati HST Serahkan 3 Unit Ambulans Desa

Mudahkan Akses Warga ke Puskesmas dan RS, Bupati HST Serahkan 3 Unit Ambulans Desa

Regional
Polisi Sebut Remaja Penganiaya Ibu Kandung Alami Depresi

Polisi Sebut Remaja Penganiaya Ibu Kandung Alami Depresi

Regional
Jadi Kuli Bangunan di Blora, Pria Asal Kediri Ditemukan Tewas Tertimpa Tiang Pancang

Jadi Kuli Bangunan di Blora, Pria Asal Kediri Ditemukan Tewas Tertimpa Tiang Pancang

Regional
Orangtua yang Buang Bayi Perempuan di Depan Kapel Ende Ditangkap

Orangtua yang Buang Bayi Perempuan di Depan Kapel Ende Ditangkap

Regional
Program Pengentasan Stunting Pemkot Semarang Dapat Penghargaan dari PBB

Program Pengentasan Stunting Pemkot Semarang Dapat Penghargaan dari PBB

Regional
Alasan Pj Gubernur Nana Sebut Pilkada Serentak 2024 Lebih Rawan Dibanding Pilpres

Alasan Pj Gubernur Nana Sebut Pilkada Serentak 2024 Lebih Rawan Dibanding Pilpres

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com