“Selama dua hari saya sudah cek sampai pos terbawah, tidak ada namanya. Kalau dia pelaku pembunuhan, dia tidak akan keluar ke daerah Enarotali (ibu kota Paniai),” kata Matius.
Eskalasi konflik bersenjata di Paniai terus meningkat sejak peristiwa itu. Sebby Sambom berkata, TPNPB menyatakan kabupaten tersebut sebagai zona perang.
Mereka membakar gedung sekolah YPPGI Kepas Kopo di dekat RSUD Paniai yang dalam beberap waktu terakhir digunakan oleh aparat militer dan kepolisian.
Seorang pimpinan gereja di Paniai berkata, situasi keamanan di Paniai pada 22 hingga 24 Mei begitu mencekam. Kontak tembak dan pembakaran fasilitas umum memicu ketakutan di masyarakat. Situasi itu, menurutnya, lebih buruk dari Tragedi Paniai Berdarah pada 8 Desember 2014.
Baca juga: Sosok Letda Oktavianus Danramil Aradide yang Gugur Ditembak OPM Paniai, Dikenal Pengayom Masyarakat
Dalam peristiwa Paniai Berdarah yang disebut Komnas HAM tergolong pelanggaran HAM berat itu, lima orang tewas dan belasan orang terluka. Pemicunya, aparat militer dan keamanan menembaki kerumunan pengunjuk rasa di Lapangan Karel Gobai, Enarotali.
Satu-satunya terdakwa dalam kasus itu, Isak Sattu, dibebaskan oleh Pengadilan HAM Makassar pada Desember 2022.
“Biasanya kalau terjadi sebuah peristiwa, jam itu terjadi, jam itu selesai,” kata pendeta yang turut mendampingi keluarga korban Tragedi Paniai Berdarah.
“Tapi yang terjadi sekarang ini, lebih menakutkan. Masyarakat waswas.”
“Selama tiga hari berturut-turut sejak 22 Mei, warga non-Papua menutup pintu, semua kios dan warung tutup. Orang asli Papua juga sama, mereka menetap di rumah selama tiga hari,” ujar pendeta tersebut.
Baca juga: Danramil Aradide Papua Ditembak OPM, TNI Sebut Situasi di Paniai Kondusif
Bukan hanya cemas, dokter Agus Chen juga bertanya-tanya soal risiko pekerja medis di RSUD Paniai menjadi korban konflik bersenjata. Apalagi, kata dia, para dokter dan tenaga medis di rumah sakit itu selalu memberikan pertolongan medis untuk warga di Paniai.
”Kami salah apa? Apakah kami meminta uang saat melayani orang sakit,” ujar Agus.
“Saya sedih, kenapa kami dipojokkan? Apakah itu untuk mencari perhatian?” tuturnya.
Komite Palang Merah Internasional, sebuah organisasi kemanusiaan yang diberi mandat oleh negara-negara penandatangan Konvensi Jenewa untuk melindungi korban konflik bersenjata, berulang kali menyerukan posisi rumah sakit dan fasilitas medis dalam situasi perang.
Protokol Tambahan II 1977 mengatur tambahan ketentuan khusus mengenai konflik bersenjata non-internasional atau yang terjadi dalam cakupan domestik sebuah negara. Menurut regulasi ini, para pihak yang berkonflik tidak boleh menyerang warga sipil, rumah ibadah, rumah sakit dan juga pekerja kesehatan.
Baca juga: Basarnas Temukan 2 Jasad Korban Longsor di Arfak Papua Barat
Namun, pemerintah Indonesia hingga saat ini belum meratifikasi atau memberlakukan Protokol II Konvensi Jenewa itu ke dalam peraturan perundang-undangan nasional. Keengganan ini sebuah langkah yang dikritik Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) sebagai langkah politis pemerintah Indonesia.
Selasa (28/05) pagi, personel TNI/Polri telah meninggalkan RSUD Paniai. Pekerja medis dan pegawai lain di rumah sakit itu membersihkan lantai tiga yang digunakan aparat keamanan untuk bermalam.
“Kepada masyarakat yang mau berobat jangan terhambat dengan hal-hal yang tidak masuk akal, mulai pagi ini kalian bisa datang berobat,” kata seorang pekerja medis.
Reportase tambahan oleh wartawan di Nabire, Abeth You.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.