PONTIANAK, KOMPAS.com - Terdakwa kasus persetubuhan anak di bawah umur, Harry Saderach (46), divonis penjara selama 12 tahun penjara dengan denda Rp 75 juta.
Sebagaimana diketahui, terdakwa merupakan seorang guru di Kota Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar). Sementara korbannya adalah anak didiknya.
Kepala Seksi Intelejen Kejaksaan Negeri Pontianak, Rudy Astanto mengatakan, dalam putusan, terdakwa Harry Saderach terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah.
Baca juga: Korban Cabul Tenaga Pendidik di Pontianak Sempat Hamil dan Dipaksa Aborsi
“Berdasarkan putusan majelis hakim, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, divonis penjara 12 tahun dan denda sebesar Rp 75 juta,” kata Rudy Senin (6/5/2024).
Rudy menerangkan, terkait denda, terdakwa diberi waktu satu bulan sejak putusan dibacakan untuk membayar. Jika pembayaran denda tidak dilakukan, maka diganti dengan pidana penjara dua tahun.
“Hakim menilai terdakwa bertele-tele memberikan keterangan dan tidak mengakui perbuatannya,” ucap Rudy.
Dalam putusan tersebut, majelis hakim juga menetapkan terdakwa untuk tetap berada dalam tahanan.
Sebagaimana diketahui, sidang putusan terdakwa digelar di Pengadilan Negeri Pontianak, Selasa 30 Mei 2024. Sidang vonis dipimpin Hakim Ketua, Tri Retnaningsih dan Hakim Anggota Udut Widodo Kusmiran dengan panitera pengganti, Yuni Ria Putri.
Kasus tersebut bermula remaja putri berusia 17 tahun asal Kota Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar) menjadi korban pencabulan seorang guru yang pembina yayasan pendidikan berinisial HS (46).
Korban juga mengaku sempat hamil 7 minggu dan dipaksa aborsi. Tragisnya, setelah melakukan aborsi korban kembali dicabul.
“Setelah selesai aborsi, saya dibawa pelaku ke hotel dan kembali dicabuli. Saya tidak berani menolak, karena takut dengan pelaku,” kata korban, kepada wartawan dengan didampingi ibunya, Sabtu (5/8/2023).
Kasat Resrkim Polresta Pontianak Kompol Tri Prasetyo mengatakan, modus yang dilakukan pelaku dalam melancarkan perbuatannya melakukan bujuk rayu kepada korban.
Tri melanjutkan, kasus pencabulan tersebut terungkap saat orangtua melihat korban memperlihatkan gelagat mencurigakan, saat ditanya ternyata korban telah mengalami pelecehan seksual.
Dari pengakuan itu, orangtua melaporkan perbuatan pelaku ke Polresta Pontianak. HS kemudian ditetapkan sebagai tersangka.
Penyidik Polresta Pontianak menangguhkan penahanan HS, oknum tenaga pendidik yang jadi tersangka pencabulan muridnya sendiri berusia 17 tahun. Penangguhan penahanan tersangka mulai Selasa (1/8/2023).
“Tersangka ditangguhkan setelah ditahan selama 12 hari,” kata Tri kepada wartawan, Senin (7/8/2023).
Tri menerangkan, penangguhan diberikan setelah adanya permohonan dari pihak keluarga. Istri tersangka menjami pihak yang menjamin.
“Sekarang dia wajib lapor,” ujar Tri.
Baca juga: Pria di Gresik Ditangkap Polisi atas Dugaan Pencabulan 2 Anak Tiri
Tri menjelaskan, penangguhan penahanan itu diberikan karena melihat latar belakang tersangka sebagai tulang punggung keluarga dan kooperatif saat dipanggil untuk dimintai keterangan,
“Dari pertimbangan itu, tidak ada kekhawatiran tersangka akan melarikan diri, mengulangi perbuatannya atau melakukan tindak pidana lain,” ucap Tri.
Kasus HS kembali ramai setelah videonya sedang piknik ke pantai beredar di media sosial.
Dari video tersebut, tampak tersangka HS mengenakan baju kaos warna hitam, duduk sambil menikmati segelas minuman.
Ketua tim pengacara HS, Yohanes Nenes mengatakan, kepergian HS ke luar kota merupakan ajakan istrinya.
“Itu inisiatif istrinya, melihat klien kamu sedikit linglung karena tekanan, sehingga mengajak suaminya refreshing sebentar," kata Yohanes kepada wartawan.
Baca juga: Korban Kasus Dugaan Pencabulan di Kebumen Bertambah Jadi 6 Orang Anak, 1 Positif Hamil
Yohanes memastikan tidak ada maksud apapun terkait piknik tersebut selain ingin membuat pikiran HS kembali tenang dan nyaman.
Selain itu, status HS adalah tersangka dengan penangguhanan penahanan, bukan tahanan rumah atau tahanan kota.
“Kalau kondisi penangguhan penahanan bisa lari, mungkin saja (sudah) bisa lari, tapi HS tidak ada niat seperti itu,” ucap Yohanes.
Yohanes menjelaskan, dengan status penangguhan penahanan, HS masih boleh keluar kota asalkan tidak menggunakan pesawat atau perginya terlalu jauh.
“Karena Hs tetap harus wajib lapor setiap Senin dan Kamis,” jelas Yohanes.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.