"Sudah banyak yang dievakuasi. Kendaraan tidak bisa masuk, biar motor trail susah tembus karena jalan itu lumpur sampai di atas lutut," kata Takdir.
Kekhawatiran Takdir cukup beralasan mengingat Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wil. IV Makassar telah mengeluarkan tanda siaga selama tiga hari ke depan untuk wilayah bencana.
Baca juga: Kisruh Birokrat di Cianjur Berakhir Damai, Banjir Air Mata dan Saling Cium Tangan
Prakirawan BMKG IV Makassar, Amhar Ulfiana, menyebutkan potensi bencana hidrometeorologi seperti banjir bandang dan tanah longsor di sejumlah daerah.
"Untuk hari ini kami masih berikan peringatan siaga, di atas waspada. Ada tiga tingkatan: waspada, siaga, kemudian awas," jelasnya.
Peringatan siaga diberikan karena intensitas hujan diperkirakan masih lebat hingga sangat lebat.
"Seperti banjir dan tanah longsor kami tetap kasih siaga untuk besok dan lusa," tambah Amhar.
Ketua Research Institute of Disaster Engineering Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin (Unhas), Dr. Ardy Arsyad, menilai Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan masih berfokus pada sektor hilir, yaitu evakuasi.
"Nanti terjadi longsor baru turun ramai-ramai bikin gawat darurat, emergency, evakuasi, rehabilitasi. Tapi ada yang kurang, menurut saya, mitigasi risiko (atau) manajemen resiko. Itu tidak tersentuh dari semua pihak," ungkap Ardy Arsyad.
Baca juga: SDN 52 Buton Terendam Banjir, Pagar Sekolah Terpaksa Dijebol
Menurut Ardy, seharusnya pemerintah melakukan pencegahan, salah satunya pendataan daerah-daerah yang rawan bencana.
"Masalahnya sekarang ada daerah yang rawan longsor tapi terlalu regional, tidak detail. Misalnya dikatakan Toraja Utara itu rawan longsor, tapi masyarakat itu mau tahu di mana saja daerah rawan, kalau bisa tingkat RT dan RW," tegasnya.
Selain harus mempunyai data, Pemprov Sulsel perlu membuat peta risiko, kata Ardy.
Baca juga: Banjir Luwu, Korban Meninggal Jadi 10 Orang, 2 Masih Dicari
Apalagi, tambahnya, rata-rata daerah yang risiko bencananya cukup tinggi memiliki kontur tanah yang labil, ditambah adanya pembukaan lahan dan perubahan iklim.
"Jadi usulan saya pemerintah ini harus membuat buku manual atau buku saku bagi masyarakat yang hidup di daerah lereng, dan itu disosialisasikan. Bukunya seputar bagaimana mengolah lahan di daerah lereng-lereng. Kan tidak mungkin disuruh mereka pindah padahal mereka sudah memiliki lahan itu," jelas Ardy.
Berdasarkan data BPBD Sulsel, terdapat 43 orang meninggal dunia akibat bencana alam sepanjang 2024 di Sulawesi Selatan.