Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Petani di Semarang, Terpaksa Menjadi Buruh Bangunan karena Padi Dibeli Murah

Kompas.com - 05/03/2024, 22:15 WIB
Muchamad Dafi Yusuf,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

SEMARANG, KOMPAS.com - Tatapan sendu terlihat di mata Sutrisno (54), petani asal Srimulyo, Kecamatan Mijen, Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng).

Bagaimana tidak, padi yang dia tanam hampir gagal panen karena kekurangan pupuk. Hal itu membuat padinya tidak tumbuh dengan sempurna.

Meski begitu, dia tetap sabar menjaga tanamannya itu layaknya seorang bayi. Berbagai cara telah dia lakukan, namun tak berhasil.

Di sebuah gubug kecil yang berada di tengah sawahnya itu dia menjaga tanamannya dari serangan hama dan burung. Sesekali Sutrisno juga terlihat memijat kakinya.

Baca juga: Jerit Petani Demak, Ribuan Hektar Padi Membusuk Saat Harga Gabah Melambung

"Saya tadi habis periksa. Saraf saya sakit. Harus setiap hari minum obat. Kalau tidak, kaki saya tak bisa jalan," kata Sutrisno, bercerita kepada Kompas.com, Selasa (5/3/2024).

Dia mengaku, sudah menjadi petani sejak kecil. Namun, kondisi petani dulu dan sekarang jauh berbeda.

"Sekarang tak bisa diharapkan. Paling hanya bisa buat makan," ucap Sutrisno, mengenang masa lalu.

Meski mempunyai riwayat sakit saraf, terkadang Sutrisno juga ikut bekerja menjadi buruh bangunan untuk tambahan pemasukan.

"Ini kondisinya padi saya tak terlalu normal karena telat pupuk," kata Sutrisno, memperlihatkan padi yang rusak.

 

Sulit mencari pupuk

Sutrisno (54), petani asal Srimulyo, Kecamatan Mijen, Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng). Selasa (5/3/2024)KOMPAS.COM/Muchamad Dafi Yusuf Sutrisno (54), petani asal Srimulyo, Kecamatan Mijen, Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng). Selasa (5/3/2024)
Dia mengaku, kesulitan mendapatkan pupuk yang murah karena tidak mempunyai kartu tani. Biasanya, dia menitipkan pupuk ke temannya yang mempunyai kartu tani.

"Tapi, pupuk dari kelompok tani desa yang sampai ke teman saya juga telat. Akhirnya, padi saya seperti ini," keluh dia.

Beberapa waktu yang lalu, Sutrisno juga pernah bertanya kepada keluarga perihal pembuatan kartu tani itu. Namun, jawabannya kurang memuaskan.

"Katanya harus nunggu satu tahun," papar dia.

Baca juga: Petani Keluhkan Harga Gabah di Lamongan yang Kini Anjlok

Jika terpaksa, dia membeli pupuk yang bukan subsidi dari pemerintah demi padi yang dia tanam meski dengan harga yang lebih malah.

"Kalau tidak subsidi Rp 200.000 mendapatkan 50 kilogram pupuk. Tapi, kalau dari kartu tani Rp 160.000 bisa mendapatkan 50 kilogram pupuk," kata dia.

Tak ada yang beli

Kekhawatiran Sutrisno benar terbukti. Sampai saat ini tidak ada orang yang berniat membeli padi yang ditanamnya.

Biasanya, di Maret sudah banyak pembeli yang berdatangan untuk menawar padinya. Namun, saat ini benar-benar sepi karena kekurangan pupuk.

"Sampai sekarang ini belum ada pembeli yang masuk. Biasanya kalau seperti ini sudah ada dua-tiga orang ke sini," ujar dia.

Kesulitan air

Rasman (55), petani asal Tambangan, Mijen Semarang, Jawa Tengah. Selasa (5/3/2024)KOMPAS.COM/Muchamad Dafi Yusuf Rasman (55), petani asal Tambangan, Mijen Semarang, Jawa Tengah. Selasa (5/3/2024)
Rasman (55), petani asal Tambangan, Mijen, Semarangk mempunyai permasalahan yang berbeda.

Sudah beberapa tahun sawahnya kesulitan mendapatkan air. Hal itu membuat padinya terserang penyakit kuning yang dapat mempengaruhi bertumbuhnya bibit padi.

"Kalau kemarau kemarin, sempat kekurangan air. Hal itu membuat hasil panen berkurang," kata Rasman, saat ditemui di sawahnya.

Baca juga: Krisis Regenerasi Petani...

Hama yang menyerang tanamannya itu membuat harga jual padinya anjlok hingga jutaan rupiah.

"Biasanya sekali panen bisa dapat Rp 5 juta. Sekarang hanya Rp 2 juta," keluh dia.

Meski demikian, dia tetap bersyukur karana tanaman padinya tidak sampai gagal panen. Apalagi, menjadi petani adalah satu-satunya pekerjaannya.

"Kalau anak sudah besar-besar. Sudah cari uang sendiri-sendiri. Ini saya untuk hidup saja," ucap Rasman.

 

Upaya pemerintah

Kepala Dinas Pertanian Kota Semarang Hernowo Budi Luhur mengaku sudah mempersiapkan antisipasi ancaman krisis pangan saat kemarau di 2023.

Dia menuturkan, saat ini, lahan untuk pertanian di Kota Semarang tinggal 1.600 hektar.

"Ada 40 persen luasan wilayah Kota Semarang ini merupakan lahan hijau. Itu yang kita optimalkan juga," ujar dia.

Untuk itu, Pemerintah Kota Semarang saat ini sedang mengembangkan urban farming karena dianggap lebih cocok untuk wilayah perkotaan.

"Sebelum ada peringatan itu kita sudah melakukan upaya budidaya urban farming juga," imbuh dia..

Urban farming menjadi salah satu solusi karena lahan pertanian di Kota Semarang terbatas.

"Kita sudah ada Peraturan Wali Kota Semarang atau Perwal soal urban farming juga," papar dia.

Melalui peraturan tersebut, warga bisa memanfaatkan semua potensi di lahan Kota Semarang untuk dilakukan gerakan urban farming secara masif.

"Kita sudah melakukan itu beberapa tahun yang lalu," ujarnya.

Baca juga: Petani Menjerit karena Tengkulak, Terjepit karena Lahan Menyempit

Dia menegaskan, untuk menghadapi ancaman inflasi dan krisis pangan pada 2023 mendatang tak cukup pemerintah saja yang bergerak.

"Harus ada sinergi semua elemen pemerintah dan warga," pesan dia.

Soal pupuk, lanjut dia, Pemerintah Kota Semarang tengah menggalakkan penggunaan pupuk organik di kalangan petani lokal.

Tujuannya untuk menangani penggunaan pupuk kimia secara berlebih yang selama ini sudah menjadi kebiasaan masyarakat.

“Karena selama ini kebiasan mereka menggunakan pupuk kimia yang berlebih. Upaya kita adalah menggelorakan penggunaan pupuk organik di kalangan petani,” imbuh dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Selesaikan Persoalan Keterlambatan Gaji PPPK Guru di Kota Semarang, Mbak Ita: Sudah Siap Anggarannya, Gaji Cair Sabtu Ini

Selesaikan Persoalan Keterlambatan Gaji PPPK Guru di Kota Semarang, Mbak Ita: Sudah Siap Anggarannya, Gaji Cair Sabtu Ini

Regional
Beri Sinyal Maju Pilkada Semarang, Mbak Ita: Tinggal Tunggu Restu Keluarga

Beri Sinyal Maju Pilkada Semarang, Mbak Ita: Tinggal Tunggu Restu Keluarga

Regional
Terjepit di Mesin Conveyor, Buruh Perusahaan Kelapa Sawit di Nunukan Tewas

Terjepit di Mesin Conveyor, Buruh Perusahaan Kelapa Sawit di Nunukan Tewas

Regional
Hejo Forest di Bandung: Daya Tarik, Biaya, dan Rute

Hejo Forest di Bandung: Daya Tarik, Biaya, dan Rute

Regional
Kronologi Pria di Majalengka Bakar Rumah dan Mobil Mantan Istri Lantaran Ditolak Rujuk

Kronologi Pria di Majalengka Bakar Rumah dan Mobil Mantan Istri Lantaran Ditolak Rujuk

Regional
Terima Laporan Rektor Universitas Riau ke Mahasiswanya, Polda: Kami Coba Mediasi

Terima Laporan Rektor Universitas Riau ke Mahasiswanya, Polda: Kami Coba Mediasi

Regional
Maju Pilkada 2024, Anak Mantan Bupati Brebes Ikut Penjaringan 3 Parpol Sekaligus

Maju Pilkada 2024, Anak Mantan Bupati Brebes Ikut Penjaringan 3 Parpol Sekaligus

Regional
Prakiraan Cuaca Batam Hari Ini Kamis 9 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Berawan

Prakiraan Cuaca Batam Hari Ini Kamis 9 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Berawan

Regional
Prakiraan Cuaca Balikpapan Hari Ini Kamis 9 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Balikpapan Hari Ini Kamis 9 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Regional
Prakiraan Cuaca Morowali Hari Ini Kamis 9 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Sedang

Prakiraan Cuaca Morowali Hari Ini Kamis 9 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Sedang

Regional
Banjir dan Longsor Landa Pinrang, Satu Warga Tewas, Sejumlah Rumah Warga Ambruk

Banjir dan Longsor Landa Pinrang, Satu Warga Tewas, Sejumlah Rumah Warga Ambruk

Regional
Kasus Dokter Lecehkan Istri Pasien, Pelaku Serahkan Uang Damai Rp 350 Juta ke Korban

Kasus Dokter Lecehkan Istri Pasien, Pelaku Serahkan Uang Damai Rp 350 Juta ke Korban

Regional
UNESCO Tetapkan Arsip Indarung I Semen Padang Jadi Memory of the World Committee for Asia and the Pacific

UNESCO Tetapkan Arsip Indarung I Semen Padang Jadi Memory of the World Committee for Asia and the Pacific

Regional
Golkar Buka Peluang Majunya Raffi Ahmad di Pilkada Jateng

Golkar Buka Peluang Majunya Raffi Ahmad di Pilkada Jateng

Regional
Mantan Gubernur Babel Maju Periode Kedua Usai 'Video Call' dengan Gerindra

Mantan Gubernur Babel Maju Periode Kedua Usai "Video Call" dengan Gerindra

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com