Belum pernah terjadi sepanjang sejarah, polisi mengepung pentas, tempat seorang nyonya muda berusia 22 tahun, lalu mengepung dan memborgolnya.
"Lidahnya mesti digunting, kakinya mesti diikat, ia harus diusir dari kampungnya, karena pidatonya bisa meruntuhkan tembok kolonial," ungkap KJ.
Sekitar 2.000 orang yang sebagian besar adalah perempuan kota dan desa sudah tak diam.
Mereka berteriak, berombak, menggulung, suara mereka lengking, “Rangkayo Rasuna Said, kami bersamamu.”
Rasuna, perempuan singa podium itu, telah menyiramkan bahan bakar untuk pergerakan.
Sudah diinterupsi berkali-kali oleh polisi Belanda, kini tak bisa lagi.
“Rangkayo... Rangkayo...,” dan Rangkayo Rasuna Said digiring menyibak massa. Lalu, dia dibawa pergi.
"Ini, Selasa 29 November 1932 Rangkayo Rasuna Said ditangkap pada siang yang garang," kata KJ menjelaskan narasi di atas.
Rasuna Said adalah tokoh perempuan yang menyadarkan kaumnya; memajukan perempuan dengan pendidikan agar mereka merdeka.
Menurut KJ, sebagaimana novel-novel sebelumnya, kisah-kisah perjuangan pendidikan merupakan sebuah gerakan membangkitkan kesadaran atas kemajuan zaman.
Dosen Literasi Media Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Imam Bonjol Padang, Abdullah Khusairi memberi apresiasi terhadap karya KJ itu.
"Sebagai salah seorang pembaca naskah novel ini sebelum diterbitkan, saya merekomendasikan agar di rumah kita ada novel-novel karya KJ."
"Bacaan yang layak bagi semua, menyadarkan pentingnya keadaan sekarang kita syukuri dibanding pada masa lalu, terus berjuang untuk lebih baik dari waktu ke waktu," ujar Abdullah Khusairi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.