Di sepanjang perjalanan, mereka pun saling berdiskusi tentang masalah yang dihadapi kelompok miskin kota, mulai dari jaminan kesehatan, hingga bantuan sosial lain.
Sebelum turun dari angkot, Sigit mengatakan, “Harapan saya nanti kalau jadi, jangan lupa pada masyarakat bawah, jangan seperti caleg sebelumnya yang lupa, dan janjinya meleset terus.”
Kami lalu berhenti di sebuah terminal di Purwakarta sambil menunggu penumpang. Setengah jam berlalu, penumpang yang kami nanti tak kunjung datang.
Baca juga: PAN Bakal Panggil Caleg di Bondowoso yang Berniat Jual Ginjal
Pendapatan sopir angkot yang semakin sedikit menjadi salah satu motivasi Lestareno menjadi caleg.
“Saya pernah keluar dari subuh sampai malam hanya dapat Rp 17.000. Kini, penumpang sedikit, bensin mahal, dan servis mobil semakin tinggi,” katanya.
Bahkan, dia kerap berutang ke warung untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
“Itu karena belum ada kebijakan yang memotivasi masyarakat untuk menggunakan transportasi massal,” katanya.
Selama kampanye, Lestareno telah mengeluarkan uang pribadi sebesar Rp 6 juta.
“Saya ini caleg miskin. Untuk kampanye, saya sampai pinjam uang dagangan nasi uduk ibu, sampai dia tidak dagang dua hari,” katanya.
Baca juga: Curhat Sopir Angkot Semarang, Dibayar Rp 200.000 agar Poster Caleg Menempel di Mobil
Lestareno juga mengaku tidak memiliki tim sukses karena keterbatasan biaya. Hanya ada beberapa teman yang membantunya secara sukarela untuk berkampanye.
Tantangan lain yang sempat dihadapi Lestareno adalah penolakan dari keluarga.
“Kerja tidak bawa uang, waktu habis tersita ke politik, lalu di rumah berantem sama istri,” aku Lestareno, seraya menambahkan bahwa ia mendapat gunjingan negatif dari lingkungan terdekatnya.
Tapi yang menjadi mimpi buruk buat dirinya adalah ketika warga meminta uang.
Istrinya, Neng Solihah mengaku sempat tidak mendukung Lestareno menjadi caleg karena menguras biaya.
“Sempat berantem karena belum menerima, sekarang terserah dia saja, yang penting keluarga aman. Jangan sampai utang dan keluarga berantakan. Menang kalah juga alhamdulillah saja lah,” katanya.
Setuju dengan istrinya, Lestareno mengatakan menang atau kalah adalah urusan belakangan karena yang terpenting baginya adalah mencoba dan belajar dari pengalaman.
“Tidak kapok, akan terus mencoba. Kalau tidak diberi kesempatan 2024 mungkin saya realisasikan di 2029, saya akan belajar dari kekurangan,” ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.