Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penambang Rakyat Menolak Mati di Lumbung Energi

Kompas.com - 27/11/2023, 07:03 WIB
Suwandi,
Reni Susanti

Tim Redaksi

MUARAENIM, KOMPAS.com - Kebun karet yang masih produktif itu dikoyak tambang rakyat. Area sebesar lapangan bola itu, kini dijejali tenda-tenda terpal.

Di antara tenda terhampar bongkahan batu bewarna hitam. Pada bagian kiri dan kanan tenda bertumpuk karung putih nan lusuh berisi batubara.

Menantang bahaya

Dentuman kapak runcing dan cangkul terdengar bersahutan, ketika pekerja dengan sekuat tenaga memecah bongkahan batubara selebar piring. Sisa hujan semalam membasahi batubara. Namun debu-debu tipis tetap terbang.

Baca juga: Ratusan Mahasiswa di Sumbawa Gelar Aksi Tutup Tambang Ilegal, Minta WNA Penambang Tanpa Izin Dideportasi

Di bawah sinar matahari yang bersinar terik tubuh Helinsah tampak renta. Keringatnya mengucur dari kening sampai dagu.

Wajahnya telanjang tanpa masker penutup hidung dan mulut. Tetapi kulit tangannya yang keriput, terus mengayunkan cangkul memecah bongkahan batubara.

Butuh lima kali pukulan agar bongkahan batubara remuk. Setelah bongkahan berkeping-keping, tangan tuanya dengan cekatan menyerok dengan jeriken yang dipotong dua, sebagai sekop.

Lalu kedua tangannya menggaruk-garuk batubara untuk memenuhi jeriken. Debu hitam tipis pun beterbangan.

Baca juga: 2 Pemalak Sopir Truk di Jalinsum Muara Enim Ditangkap

Tubuh renta perempuan setengah abad ini melenguh mengangkat jeriken, kemudian dituang ke dalam karung yang lusuh, sampai penuh. Ketika karung itu penuh, dengan cekatan tangannya menjahit lalu mengikat karung berisi batubara dengan kuat.

Helisah dan perempuan-perempuan lain yang sedang bekerja menatap curiga.

Begitu pula kakek-kakek yang sedang menghantam bongkahan batubara dengan godam berhenti sejenak, ketika Kompas.com berada di lokasi tambang rakyat di Desa Darmo, Kecamatan Lawang Kidul, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan.

“Seandainya ada pekerjaan lain dan lebih baik, kami sudah pindah. Sekarang cuma inilah pekerjaan saya,” kata Helisah dengan nada gugup kepada Kompas.com di lokasi tambang rakyat, Sabtu (4/11/2023).

Ia mengaku bekerja di tambang rakyat memang pilihan terakhir. Setelah semua pekerjaan yang ada tidak berpihak kepadanya. Dia memang memiliki kebun karet, tetapi luasnya tidak seberapa. Suaminya yang menyadap karet.

Pekerjaan menyadap karet tidak sampai setengah hari. Harganya pun merosot tajam. Untuk menambal kebutuhan sehari-hari, Helisah bekerja di tambang. Begitupun suaminya, setelah menyadap karet, ikut bekerja memasukkan batubara dalam karung. 

Helisah menantang bahaya debu batubara saban hari. Dia bekerja sejak pagi sampai sore. Meskipun tubuhnya renta, Helisah cukup cekatan. Dalam sehari, ia mampu mengisi penuh batubara dalam rentang 60-70 karung.

Hasil dari bekerja mengarungi batubara, Helisah menerima uang Rp 800 setiap karung dari pemilik tambang rakyat. Bila ia menyelesaikan pekerjaan 60 karung, maka ia akan membawa pulang Rp 48.000 per harinya.

“Iya. Cukup lah untuk makan. Bisa juga untuk biaya anak-anak sekolah,” kata Helisah lirih.

Ia mengatakan tiga orang anaknya sudah tamat sekolah menengah atas (SMA). Biaya sekolah anaknya didapat dari bekerja di tambang rakyat. Pekerjaan menjadi pengarung batubara, termasuk mudah dibanding penakil (penambang) batubara di dalam tanah.

Awalnya upah mengarungi batubara tinggi yakni Rp1.200 per karungnya. Insiden penangkapan sepekan terakhir, berdampak pada upah yang dipotong juragan tambang rakyat. Setelah penangkapan, operasi tambang rakyat terganggu.

“Bantulah kami, Pak. Kami cuma mau cari sesuap nasi. Kalau kami ditangkap, keluarga kami tidak makan,” kata Helisah sembari menyeka keringat yang bercampur air mata.

Penambang ilegal ditangkap

Sepekan sebelumnya, Sabtu (28/11/2023), polisi menangkap 30 penambang batubara ilegal di Desa Penyandingan dan Tanjung Lalang, Muara Enim, Sumatera Selatan.

Puluhan orang yang ditangkap memiliki peran beragam. Mulai dari pemilik tambang, asisten operator, sopir truk, dan pencatat keluar masuknya truk pembawa batu bara ilegal tersebut.

“Aktivitas tambang ilegal ini sudah sangat berbahaya. Bahkan ada tambang yang digali di dekat dua tower sutet. Mereka tidak memikirkan keselamatan orang lain maupun diri sendiri,” ujar Kapolres Muara Enim, AKBP Andi Supriadi dikutip dari Kompas.com, Kamis (9/11/2023).

Penangkapan polisi membuat Sabran (65) khawatir. Dia sempat tidak bekerja karena takut turut ditangkap polisi. Sebagai pensiunan guru dia merasa gajinya kurang untuk menambal kebutuhan sehari-hari. Sehingga dia terpaksa bekerja sebagai pengarung batubara. Sudah 1,5 tahun dia bekerja.

Penegakan hukum tak sentuh akar persoalan

Muhammad Zulvian, Ketua Umum Asosiasi Masyarakat Batubara (Asmara) ketika diwawancara Kompas.com di rumahnya, mengatakan penegakan hukum pada dasarnya tidak menyentuh akar persoalan warga yang terlibat di tambang rakyat.

Sebagai lembaga nirlaba pembela hak penambang rakyat, Asmara tidak membenarkan jika aktivitas penambangan batubara dilakukan di wilayah fasilitas umum dan sosial, seperti sutet dan permukiman, misalnya.

Menurut lelaki yang akrab disapa Icon, untuk mendapatkan pembelaan dari Asmara, penambang rakyat tidak boleh melanggar delapan aturan Asmara yakni pertama, tidak boleh menambang di wilayah berizin (konsesi) yang sudah dibebaskan.

Kedua, tidak boleh menambang di area hutan lindung dan sepandan sungai. Ketiga tidak boleh menambang di areal fasilitas sosial dan fasilitas umum.

Keempat tidak boleh menambang radius 100 meter dari lingkar sutet. Kelima, tidak boleh menambang dengan terowongan (lubang tikus). Keenam, harus memiliki stockfile 50 meter dari jalan berpagar seng dan tertutup.

Ketujuh, harus memuat dan mengangkut batubara di malam hari di atas jam 9 malam, dan Kedelapan, tunduk dan patuh terhadap aturan Asmara baik tertulis dan tidak tertulis.

Icon mengatakan, sudah belasan tahun masyarakat menambang batubara atau sejak tahun 2007.  Dengan begitu pemerintah melakukan pembiaran.

Dia senantiasa melobi pemerintah mulai dari aparat desa, camat, bupati, gubernur, dan pemerintah pusat agar memberikan jalan keluar bagi penambang rakyat.

“Kami pada prinsipnya itu mau mengikuti aturan pemerintah. Kami minta diberi hak yang sama untuk menambang batubara di tanah kami sendiri. Kami siap mengikuti aturan, membayar pajak dan dibina agar tidak merusak lingkungan,” kata Icon menegaskan.

Untuk mencapai itu, Asmara telah mendorong para warga desa yang terlibat tambang rakyat untuk mendirikan koperasi, sebagai salah satu syarat mendapatkan IPR dari pemerintah. Tetapi sampai sekarang pemerintah belum berpihak kepada rakyat.

Jumlah penambang rakyat secara keseluruhan mencapai 11.000 orang. Terdiri dari 8.000 warga lokal dan 3.000 orang dari Lampung, Sumatera Barat dan Pulau Jawa, yang memang memiliki keahlian dalam tambang rakyat.

Menurut Icon, bila terus dibiarkan, tambang rakyat akan semakin tak terkendali. Tidak hanya merugikan negara karena kehilangan sumber pajak, tetapi banyak warga yang menjadi korban penangkapan aparat hukum dan meninggal dunia karena kecelakaan kerja.

“Kalau pemerintah terus melakukan pembiaran, maka semuanya rugi. Negara rugi, perusahaan rugi, dan warga juga merugi,” kata Icon.

Asmara sudah melobi pemerintah dan perusahaan agar tambang rakyat mendapat izin atau diberi ruang bekerja sama melalui skema kemitraan dengan perusahaan, misalnya dengan PT Bukit Asam (PTBA). Tetapi pemerintah dan perusahana kompak, tidak berpihak kepada tambang rakyat.

Misi mereka, kata Icon, menguasai atau membeli lahan rakyat. Namun Asmara menginginkan agar rakyat bisa mandiri mengelola lahan mereka sendiri, untuk mensejahterakan ekonominya. Artinya dapat berdaya secara ekonomi. Apalagi baginya, tambang legal dan ilegal sama-sama merusak.

“Nambang batubara ini sudah dari moyang kami. Sejak zaman Belanda. Dulu dijual ke Palembang dibawa pakai perahu. Tambang batubara sudah menjadi bagian mata pencarian warga sejak dulu,” beber Icon.

Hasil penelitian Willyam Buli yang terbit di Jurnal Sylva Lestari mengungkap, tambang rakyat membutuhkan pembinaan dari pemerintah.

Sehingga apabila pengelolaan tambang rakyat dalam jangka panjang berjalan tanpa aturan, maka semakin tak terkendali dan merugikan banyak pihak.

Pembinaan pemerintah melalui pemberian izin kepada tambang rakyat dapat meningkatkan ekonomi rakyat di tingkat tapak. Bahkan dapat mengendalikan kerusakan lingkungan, yang selama ini tidak hanya menghantui tambang ilegal, tetapi tambang legal.

Pekerja tambang batubara membawa anaknya untuk bekerja mengarungi batubara di tambang rakyat, Desa Darmo, Kecamatan Lawang Kidul, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan Suwandi/Kompas.com Pekerja tambang batubara membawa anaknya untuk bekerja mengarungi batubara di tambang rakyat, Desa Darmo, Kecamatan Lawang Kidul, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan

Sebaliknya, General Manager PTBA, Venpri Sagara menuturkan tambang ilegal telah masuk dalam lokasi izin PTBA.

Sesuai ketentuan UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba, tambang rakyat untuk pertambangan batubara, tidak dimungkinkan lagi.

Segala kegiatan pertambangan batubara harus dilakukan dengan izin dari Kementerian ESDM.

Sehingga ketika tambang rakyat berada di lokasi izin PTBA sudah melanggar aturan, karena Kementrian ESDM telah memberikan izin melakukan usaha pertambangan kepada PTBA, bukan pihak lain.

“Setiap bulan kita rutin inventarisir dan monitoring lokasi izin yang dijadikan area pertambangan rakyat. Kita juga laporkan ke aparat penegak hukum, kementerian dan pemangku kepentingan lainnya,” tutur Venpri.

Venpri tidak menjawab dengan jelas alasan perusahaan tidak segera membebaskan lahan warga yang telah dibebani izin.

Menurutnya, tidak semua tambang ilegal berada di wilayahnya, tetapi masuk dalam hak guna usaha (HGU) dan kawasan hutan.

“PTBA sebelum melakukan kegiatan operasionalnya, senantiasa memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk terkait penyelesaian mengenai lahan kepada pihak yang berhak. Penyelesaian tersebut dilakukan secara bertahap sesuai dengan rencana penambangan PTBA,” kata Venpri.

Sesuai UU Minerba terbaru, tambang rakyat sudah tidak dimungkinkan lagi untuk dilakukan.

Penambangan yang marak dilakukan saat ini adalah penambangan tanpa izin (PETI) di mana hal tersebut, termasuk tindakan dilarang berdasarkan peraturan perundang-undangan. Atas dasar itu, PTBA tidak dapat bermitra dengan pelaku penambangan tanpa izin.

Solusi untuk mengatasi tambang rakyat adalah penegakan hukum. Selain itu PTBA telah mengeluarkan pinjaman modal kerja, untuk usaha-usaha masyarakat sekitar operasional PTBA. Harapannya, masyarakat beralih dari tambang ilegal menjadi kegiatan usaha lainnya.

Ekonomi masyarakat sulit

Pekerja penakil atau pemecah batubara di lokasi tambang rakyat Desa Darmo, Kecamatan Lawang Kidul, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera SelatanSuwandi/Kompas.com Pekerja penakil atau pemecah batubara di lokasi tambang rakyat Desa Darmo, Kecamatan Lawang Kidul, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan

Sementara itu, Kades Desa Darmo Ihwan Utama mengatakan, CSR dari PTBA cukup beragam mulai dari pembangunan jalan, bedah rumah, dan bantuan kepada tingkat keluarga. Tetapi tidak spesifik untuk meningkatkan ekonomi.

Padahal menurutnya harga karet yang anjlok siginifikan berpengaruh kepada pendapatan petani di Desa Darmo, yang mayoritas petani karet.

Desa Darmo, kata Ihwan, sebagian besar sudah dikuasai perusahaan tambang batubara. Tetapi belum memberikan dampak ekonomi kepada masyarakat. Pasalnya, sangat minim warga desa yang bekerja di perusahaan.

“Masyarakat Desa Darmo hanya nol sekian persen yang bekerja di PTBA. Tidak banyak warga bisa bekerja di perusahaan. Secara ekonomi masyarakat mengalami kesulitan,” kata Ihwan di rumahnya.

Ia mengatakan, awalnya di desanya memiliki Area kebun rakyat (AKR) seluas 500 hektar yang ditanami karet. Namun pada 2010 dibebaskan oleh PTBA.

Dengan demikian mereka pindah berkebun ke daerah Lengi, lokasinya jauh dengan luasan ribuan hektar. Tetapi sekarang kembali dilirik perusahaan untuk dibebaskan.

“Tapi kalau harga murah, masyarakat tidak kasih. Karena itu pencarian utama masyarakat. kalau dibeli murah, tanahnya habis mereka tidak punya penghasilan lagi. Mereka bisa kerja serabutan, jual besi, muncul perempuan nakal di sepanjang jalan. Itu yang kita takutkan,” kata Ihwan.

Kendati kondisi ekonomi masyarakat sedang sulit, Ihwan enggan berkomentar jika ada warganya yang bekerja di tambang rakyat. Menurutnya, desa dengan jumlah penduduk 6.000-an jiwa dari 2.745 KK, bekerja sebagai petani karet.

“Iya. Memang ada tambang rakyat di Desa Darmo. Tapi yang bekerja belum tentu warga sini. Bisa jadi dari luar. Kami sebagai pemerintah melarang karena melanggar hukum. Kami sudah berikan peringatan dan rutin sosialisasi. Kami sangat melarang,” kata Ihwan.

Perusahaan pemenang IUP lalai

Direktur Pilar Nusantara, Rabin Ibnu Zainal menuturkan aktivitas tambang batubara ilegal muncul lantaran kelalalaian dari perusahaan pemegang izin usaha pertambangan (IUP) dalam menjaga wilayah izinnya.

Lokasi tambang ilegal berada di konsesi PTBA seluas 1.969 hektar dan PT Bara Anugrah Sejahtera (BAS) seluas 236 hektar.

Aktivitas pertambangan batubara rakyat awalnya legal karena mengantongi izin dari bupati. Namun setelah kewenangan perizinan beralih ke pemerintah pusat, izin pertambangan rakyat (IPR) tak pernah keluar.

“Mereka legal karena mengantongi izin dari Bupati,” kata Rabin melalui kanal zoom, Kamis (9/11/2023).

Setelah kewenangan itu berpindah ke pemerintah pusat, masyarakat tidak memiliki kesempatan untuk mengajukan izin pertambangan rakyat (IPR). Dampak dari aktivitas tambang ilegal ini, kata Rabin negara merugi Rp45,8 miliar/tahun.

Kerugian ini dihitung berdasarkan kajian Pilar Nusantara di Desa Darmo dan Desa Tanjung Lalang. Keduanya memiliki kualitas batubara yang berbeda, Desa Darmo grid batubaranya mencapai level enam, sementara di Desa Tanjung Lalang hanya level lima.

Total produksi rata-rata per hari per lobang tambang mencapai 40 ton per hari/lobang. Dengan harga jual minimal Rp 11.500 per karung.

Dari harga tersebut dapat dirincikan biaya pemilik lahan, Rp 1.000/karung kemudian upah penggali Rp 2.500/karung, lalu upah pengangkut (ojek) motor, Rp 2.000/karung. Sehingga total biaya yang keluar setiap karungnya mencapai Rp 5.500 dalam sekarung.

Dengan begitu, keuntungan pengusaha tambang ilegal minimal Rp6.000 setiap karung. Dengan produksi 40 ton/hari/karung maka keuntungan pemilik tambang sekitar Rp4,5 juta dalam sehari.

Namun keuntungan ini belum bersih, karena harus ada biaya angkutan dari mulut tambang ke tempat pembeli batubara menggunakan mobil truk. Belum lagi ada pungutan liar di jalanan.

Selanjutnya, Pilar Nusantara menghitung potensi royalti yang masuk ke negara, apabila tambang rakyat menjadi legal.

Besaran royalti adalah 13,5 persen dari produksi (PP No 37/2018). Dengan demikian produksi di Desa Darmo, yang mencapai 40 ton menghasilkan Rp 46,48 juta/hari/lubang.

Dari angka itu, apabila dikonversi ke dalam besaran royalti sebesar 13,5 persen dari total produksi, maka mencapai Rp6.274.800/hari/lubang.

Lalu dari 20 lubang tambang di Desa Darmo saja, potensi royalti pertahun sebesar Rp 6.274.800 x 20 lubang x 30 hari x 12 bulan atau sekitar Rp 45,18 miliar.

Rabin mengatakan, rantai pasok tambang rakyat mengalir ke Pulau Jawa, melalui pelabuhan Bakauheni-Merak. Dia tidak dapat memastikan apakah masuk ke pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), yang jelas berakhir di pabrik.

Pembeli batubara dari tambang rakyat adalah PT Pola Pulpindo Mantap, yang merupakan pabrik gula pasir. Batubara dibawa dengan truk berkapasitas 10 ton, muatan batubara ditutup terpal.

Rantai pasok lainnya, Pilar Nusantara menduga, pelaku tambang rakyat menggunakan IUP yang tidak aktif menambang, tetapi produktif dalam melakukan penjualan.

Apabila ini dapat berjalan baik, maka batubara dari tambang ilegal dapat masuk ke PLTU, bahkan diekspor ke luar negeri.

Pengusaha tambang ilegal ini sebagian besar dari Jawa (Serang), kemudian beberapa skala kecil adalah penduduk lokal. Menurut Rabin ada 20 tempat pengepulan hasil tambang ilegal di Desa Darmo.

“Pengepul berasal dari Lampung dan Jawa serta tauke dari Desa Darmo (namun skala kecil)
Harga batubara dibeli di bawah harga pasar yaitu Rp11.500 sampai Rp15.000/ karung,” kata Rabin.

Penambang rakyat telah lelah bermain kucing-kucingan dengan aparat. Mereka ingin bebas menambang sesuai aturan. Tidak dituding maling oleh perusahaan dan mendekam dalam jeruji besi ketika ditangkap aparat.

“Kami ingin bebas menambang, biarkan kami mencari sesuap nasi dengan leluasa. Berilah kami kepastian. Kami tidak mencari kaya,” tutup Helisah dengan nada gelisah.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPU Sikka: Syarat Paslon yang Maju Pilkada Lewat Jalur Parpol Minimal Ada 7 Kursi DPRD

KPU Sikka: Syarat Paslon yang Maju Pilkada Lewat Jalur Parpol Minimal Ada 7 Kursi DPRD

Regional
3 Alat Musik Kalimantan Barat, Salah Satunya Sape

3 Alat Musik Kalimantan Barat, Salah Satunya Sape

Regional
Serap Jagung Petani di Sumbawa Sesuai Ketentuan Harga, Bulog Siapkan 3 Gudang

Serap Jagung Petani di Sumbawa Sesuai Ketentuan Harga, Bulog Siapkan 3 Gudang

Regional
Kronologi 5 Warga Negara China yang Hendak Diselundupkan ke Australia

Kronologi 5 Warga Negara China yang Hendak Diselundupkan ke Australia

Regional
Total Korban Bencana di Sumbar Bertambah Jadi 52 Orang Tewas

Total Korban Bencana di Sumbar Bertambah Jadi 52 Orang Tewas

Regional
Abrasi Sungai Barito, Sebuah Rumah Kontrakan Ambruk, Satu Orang Terluka

Abrasi Sungai Barito, Sebuah Rumah Kontrakan Ambruk, Satu Orang Terluka

Regional
Terkena Hempasan Heli yang Ditumpangi Jokowi, Dahan Pohon Timpa 7 Warga, 2 Masih Dirawat

Terkena Hempasan Heli yang Ditumpangi Jokowi, Dahan Pohon Timpa 7 Warga, 2 Masih Dirawat

Regional
Perbaikan Jalan Padang-Pekanbaru yang Runtuh di Silaiang Butuh Waktu 2 Pekan

Perbaikan Jalan Padang-Pekanbaru yang Runtuh di Silaiang Butuh Waktu 2 Pekan

Regional
Penanganan Bencana di Sulsel Kompak, Danlantamal VI: Berkat Pj Gubernur 

Penanganan Bencana di Sulsel Kompak, Danlantamal VI: Berkat Pj Gubernur 

Regional
Cerita Pilu Pemilik Pemandian Lembah Anai, Air Hitam Hancurkan Tempat Usaha Senilai Rp 2 Miliar

Cerita Pilu Pemilik Pemandian Lembah Anai, Air Hitam Hancurkan Tempat Usaha Senilai Rp 2 Miliar

Regional
Mantan Direktur RSUD Sumbawa Terdakwa Suap dan Gratifikasi Dieksekusi Jaksa

Mantan Direktur RSUD Sumbawa Terdakwa Suap dan Gratifikasi Dieksekusi Jaksa

Regional
Pilkada Banyumas, 10 Nama Berebut Tiket PDI-P, Siapa Saja Mereka?

Pilkada Banyumas, 10 Nama Berebut Tiket PDI-P, Siapa Saja Mereka?

Regional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Abdul Gani Kasuba Tiba di Ternate, Jalani Sidang Besok

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Abdul Gani Kasuba Tiba di Ternate, Jalani Sidang Besok

Regional
Raih WTP 10 Kali Berturut-turut, Bupati Arief: Saya Persembahkan untuk Masyarakat Blora

Raih WTP 10 Kali Berturut-turut, Bupati Arief: Saya Persembahkan untuk Masyarakat Blora

Regional
Suhu di Arab Saudi 40 Derajat Celsius, Jemaah Haji Semarang Diminta Bawa Vitamin

Suhu di Arab Saudi 40 Derajat Celsius, Jemaah Haji Semarang Diminta Bawa Vitamin

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com