Bangunan peninggalan Belanda di pinggiran Sungai Batang Arau merupakan bagian dari kawasan Kota Tua Padang yang luasnya mencapai 32.690 meter persegi melingkupi dua kecamatan, yaitu Padang Selatan dan Padang Barat.
Merujuk sejarah, cikal bakal Kota Tua Padang itu berawal dari berkembangnya Pelabuhan Muaro sebagai bandar dagang yang maju yang membuat tumbuhnya pemukiman di daerah itu.
Belanda pada pertengahan abad 17 kemudian membuat kebijakan membuat batas pemisah antara permukiman mereka dengan pribumi.
Belanda menempati pinggiran Sungai Batang Arau yang sangat strategis pada masa itu, bertetangga dengan masyarakat Tionghoa, etnis Tamil India, dan terakhir baru pribumi.
Kawasan permukiman itulah yang saat ini disebut Kota Tua.
Hingga saat ini, etnis Tionghoa, Tamil India dan Minangkabau masih saling membaur di Kawasan Kota Tua sehingga menjadi simbol dari akulturasi budaya dan keharmonisan antaretnis di Padang.
Luhur menyebutkan, revitalisasi bangunan peninggalan Belanda di pinggiran Sungai Batang Arau hanya sebagian dari upaya pengembangan kawasan Kota Tua Padang agar menjadi destinasi bertaraf dunia.
Berdasarkan rencana induk (masterplan) yang telah disiapkan, kawasan Kota Tua itu bisa dibagi menjadi sembilan sub kawasan dengan keunikannya masing-masing, seperti Kampung Tionghoa dengan beberapa kelenteng yang masih berdiri kokoh dan aktivitas budaya yang masih terpelihara.
Kemudian, kawasan etnis Tamil India dengan tradisi yang juga masih dipertahankan.
Pasar Tanah Kongsi yang memperlihatkan akulturasi budaya hingga Pasar Gadang yang dulunya menjadi pusat bermukim saudagar Minang.
Masterplan itu menjadi pedoman dan rujukan ke depan untuk pengembangan kawasan Kota Tua Padang hingga bisa menjadi destinasi unggulan di Sumbar untuk menarik minat wisatawan untuk berkunjung.