Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjalanan Kasus Lina Mukherjee, Buat Konten Makan Babi hingga Divonis 2 Tahun Penjara

Kompas.com - 20/09/2023, 15:45 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Vonis dua tahun penjara yang dijatuhkan pada Lina Mukherjee, pemengaruh media sosial di TikTok, buntut kasus penistaan agama karena konten video makan babi dengan mengucapkan “Bismillah”, memicu reaksi beragam di dunia maya.

Selain vonis penjara, majelis hakim di Pengadilan Negeri Palembang juga menjatuhkan denda sebesar Rp 250 juta kepada perempuan dengan nama asli Lina Lutfiawati itu.

Hakim pengadilan menilai Lina Mukherjee terbukti dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian individu dan kelompok masyarakat tertentu berdasarkan agama.

"Mengadili dan menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Lina Lutfiawati alias Lina Mukherjee dengan pidana penjara selama dua tahun dan denda Rp 250 juta subsider tiga bulan kurungan penjara," ujar ketua majelis hakim Romi Sinatra.

Sebelumnya, kasus penistaan agama yang dikenakan pada Lina Mukerjhee dinilai “berlebihan” dan “tidak semestinya dipidanakan”, kata seorang pegiat.

Baca juga: Lina Mukherjee Divonis 2 Tahun Penjara, Pelapor: Ini Pembelajaran untuk Kreator Konten

Bagaiamana reaksi atas vonisnya?

Setelah putusan penjara dua tahun yang dijatuhkan pada Lina Mukerjee, warganet bereaksi degan sentimen yang berbeda, dengan sebagian besar mendukung putusan hakim dan menganggap apa yang dilakuka Lina sebagai penistaan agama.

Seperti yang diungkapkan oleh Muhammad Franky di akun Twitter @frankyaja1990 yang menulis, "jangan mempermainkan ayat suci untuk sesuatu yang diharapkan demi sebuah konten".

Pengguna Twitter yang lain, @ischa_helnia mengatakan kasus yang menimpa Lina menjadi pelajaran untuk tidak melakukan penghinaan agama.

"Menghina agama adalah tindakan yang tidak bisa ditoleransi!" tulisnya dalam unggahan di Twitter, seraya menyematkan tagar #BersatuMelawanPenistaanAgama dan #IndonesiaBebasIntoleransi.

Baca juga: Buat Konten Makan Kulit Babi, Lina Mukherjee Divonis 2 Tahun Penjara

Namun, lainnya memiliki pendapat sebaliknya, mengkritisi vonis hakim yang jauh lebih berat ketimbang putusan vonis terhadap koruptor, seperti yang diungkapkanpengguna Twitter @sudjati.

"Lina Mukherjee divonis dua tahun. Sementara koruptor yang menista dengan bersumpah di depan kitab suci divonis kurang dari dua tahun," tulisnya.

Dia juga mengatakan bahwa publik Indonesia "gampang teralihkan oleh kasus-kasus receh tapi viral" daripada kasus besar yang merugikan masyarakat luas.

Sebelumnya, Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Zainal Arifin mengatakan apa yang menimpa Lina adalah bentuk “kriminalisasi” menggunakan “pasal karet yang tafsirnya sering kali sangat subjektif”.

“Ini sering kali dipengaruhi oleh faktor-faktor sosiologis, adanya desakan masyarakat baik secara offline atau online, ada kata kunci yang viral dijadikan landasan oleh penegak hukum untuk memidanakan seseorang atas dasar penodaan agama. Ini sangat rentan karena tergantung siapa yang menafsirkan,” kata Zainal kepada BBC News Indonesia, Selasa (02/05).

Baca juga: Bacakan Pleidoi, Selebgram Lina Mukherjee Merengek Minta Bebas

Intelektual muda dari Nahdlatul Ulama (NU), Gus Fayyadl juga menyatakan “tidak setuju” apabila kasus Lina Mukherjee “dianggap sebagai penistaan agama” karena yang dilakukan oleh Lina adalah dosanya sendiri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Seorang Jemaah Haji Asal Banyumas Meningal Dunia

Seorang Jemaah Haji Asal Banyumas Meningal Dunia

Regional
Sopir Pikap di Sikka Kabur Usai Tabrak Pejalan Kaki hingga Tewas

Sopir Pikap di Sikka Kabur Usai Tabrak Pejalan Kaki hingga Tewas

Regional
Lecehkan Stafnya, Kepala Sekolah di NTT Dilaporkan ke Polisi

Lecehkan Stafnya, Kepala Sekolah di NTT Dilaporkan ke Polisi

Regional
Pj Gubernur Banten Minta Hilangnya 211 Kendaraan Dinas Dibawa ke Ranah Hukum

Pj Gubernur Banten Minta Hilangnya 211 Kendaraan Dinas Dibawa ke Ranah Hukum

Regional
Soal Larangan Investigasi di RUU Penyiaran, AJI Semarang: Berarti Ada Kasus yang Ditutupi

Soal Larangan Investigasi di RUU Penyiaran, AJI Semarang: Berarti Ada Kasus yang Ditutupi

Regional
Gara-gara Ditabrak Saat Bawa Istri Hamil, Oknum TNI Tendang Kepala Warga di Deli Serdang

Gara-gara Ditabrak Saat Bawa Istri Hamil, Oknum TNI Tendang Kepala Warga di Deli Serdang

Regional
Pj Nana Dorong Pengentasan Kemiskinan di Jateng, Tertinggi Kebumen

Pj Nana Dorong Pengentasan Kemiskinan di Jateng, Tertinggi Kebumen

Regional
Update Kasus Penambangan Liar Lahan Transmigrasi SP 5 Sebakis, 2 Tersangka Ditahan

Update Kasus Penambangan Liar Lahan Transmigrasi SP 5 Sebakis, 2 Tersangka Ditahan

Regional
Jokowi Disambut Hangat Pj Gubernur dan Warga Sumsel, Ini Agenda Kunkernya

Jokowi Disambut Hangat Pj Gubernur dan Warga Sumsel, Ini Agenda Kunkernya

Regional
Rampungkan Pemeriksaan LKPD 2023, BPK Beri Opini WTP Ke-13 untuk Pemprov Riau

Rampungkan Pemeriksaan LKPD 2023, BPK Beri Opini WTP Ke-13 untuk Pemprov Riau

Kilas Daerah
Rembug Pembangunan Jateng, Pj Gubernur Nana Minta Pemda Fokus Entaskan Kemiskinan

Rembug Pembangunan Jateng, Pj Gubernur Nana Minta Pemda Fokus Entaskan Kemiskinan

Regional
Kejari Palembang Terima Tahap II Kasus Bobol ATM oleh WNA Rusia

Kejari Palembang Terima Tahap II Kasus Bobol ATM oleh WNA Rusia

Regional
Menko Polhukam Sebut Ada 6 Wilayah Rawan Gangguan KKB di Papua Saat Pilkada

Menko Polhukam Sebut Ada 6 Wilayah Rawan Gangguan KKB di Papua Saat Pilkada

Regional
Atasi Persoalan Sampah, Pemkab Banyuwangi Jalin Kerja Sama dengan PT SBI

Atasi Persoalan Sampah, Pemkab Banyuwangi Jalin Kerja Sama dengan PT SBI

Regional
Hanyut di Sungai Kodil Purworejo, Remaja 15 Tahun Ditemukan Tewas

Hanyut di Sungai Kodil Purworejo, Remaja 15 Tahun Ditemukan Tewas

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com