Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Warteg, Warung Makan Legendaris yang Punya Komunitas dan Merambah Bisnis Waralaba

Kompas.com - 29/08/2023, 23:26 WIB
Puspasari Setyaningrum

Editor

KOMPAS.com - Jika mendengar istilah warung tegal atau biasa disingkat sebagai warteg, sudah pasti akan terbayang warung makan dengan jajaran lauk dengan menu rumahan yang disusun dalam etalase kaca.

Selain bisa bebas memilih lauk sesuai keinginan, warteg juga identik dengan harga makanan yang murah serta porsi sajian yang besar sehingga cukup mengenyangkan.

Baca juga: Modal Awal Buka Bisnis Franchise Warteg Selera Bahari

Kepopuleran warteg memang sudah tersohor, tak hanya di ibu kota namun kini juga sudah merambah ke berbagai daerah di Indonesia.

Bahkan saat ini usaha warteg tengah naik daun dan merambah ke model bisnis waralaba (franchise).

Menarik untuk disimak, berikut ulasan sejarah kemunculan warteg yang seakan tidak gentar dan terus bertahan melewati pandemi hingga menghadapi kondisi ekonomi dan harga pangan yang tidak menentu.

Baca juga: Franchise Warteg Dapat KUR Rp 1 Miliar, Berapa Maksimal Plafon KUR?

Sejarah Warteg

Dilansir dari Kompas.com (25/10/2018), kemunculan warung tegal atau warteg diketahui bermula di Jakarta pada sekitar tahun 1950, saat terjadi perpindahan ibu kota Indonesia dari Yogyakarta ke Jakarta.

Kembalinya ibu kota ini dibarengi dengan terjadinya arus urbanisasi, di mana penduduk di Jawa Tengah banyak yang bermigrasi ke Jakarta.

Baca juga: Tertarik Berbisnis Warteg Kekinian? Begini Cara Memulainya dari Nol

“Sebenarnya fenomena warteg ini muncul ketika ibu kota Indonesia dipindahkan dari Yogyakarta ke Jakarta pada tahun 1950. Pada saat itu banyak masalah dan bentrok. Lalu terjadi urbanisasi, orang-orang dari Jawa Tengah ini pindah ke Jakarta karena banyak pembangunan di Kebayoran Baru,” kata sejarawan, JJ Rizal ketika dihubungi KompasTravel, Kamis (25/10/2018).

Hal ini juga tidak terlepas dengan usaha pembangunan juga dilakukan oleh Soekarno, untuk mengubah dari Jakarta sebagai kota kolonial ke kota nasional.

“Dilanjutkan dengan pembangunan Jakarta dari ibu kota kolonial ke kota nasional. Misalnya pembangunan Monas, Jembatan Semanggi, Tugu Pembebasan Irian, akses pelebaran jalan Thamrin,” lanjutnya.

Berbarengan dengan proses pembangunan inilah, muncul kebutuhan dari para tukang yaitu tempat untuk membeli makanan yang cepat, mudah, dan murah.

Banyak proyek besar dan dengan tempat-tempat yang berbeda membuat mulai muncul warung-warung yang mayoritas pedagangnya berasal dari Tegal.

“Waktu itu warung-warung ini diisi oleh orang-orang Tegal, nah ini jadi warteg ini sebagai penanda karena yang berjualan orang Tegal jadi sampai sekarang dikenal seperti itu. Waktu itu juga banyak fenomena seperti ini, tukang cukur dari Garut makanya dikenal bahwa tukang cukur identik dengan Garut. Ini karena banyaknya suatu etnis yang melakukan pekerjaan tersebut,” jelas Rizal.

Sejarawan Fadly Rahman juga menjelaskan bahwa mayoritas orang Tegal yang merantau saat itu adalah pekerja kasar yang berprofesi sebagai kuli bangunan.

Mereka yang melakukan urbanisasi kemudian turut membawa serta istri dan keluarga ke Jakarta.

Awalnya makanan yang dijual di warteg hanya membidik kalangan blue collar atau pekerja yang tak punya keterampilan khusus.

“Waktu itu, mereka bawa serta istri kemudian istri-istri ini jual makanan. Awalnya memang untuk kalangan blue collar yah, yang ekonomi ke bawah. Lalu kemudian warteg ini meluas persebarannya,” kata Fadly ketika dihubungi KompasTravel Rabu (24/10/2018).

Warteg Putra Bahari di Kelurahan Pondok Kopi, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur, Rabu (15/2/2023).kompas.com / Nabilla Ramadhian Warteg Putra Bahari di Kelurahan Pondok Kopi, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur, Rabu (15/2/2023).

Filosofi Bentuk Kedai dan Penggunaan Nama “Bahari”

Dilansir dari Kompas.com (17/9/2022), Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Universitas Pakuan, Agnes Setyowati menjelaskan bahwa warteg sangat mudah dikenali karena memiliki ciri khas tersendiri dari segi bagunan.

Sebuah kedai warteg rata-rata berukuran 15-20 meter dan bercat biru yang menyimbolkan laut, karena Kota Tegal yang menjadi kampung halaman mereka merupakan daerah pesisir pantai.

Secara filosofis, warteg juga memiliki banyak makna simbolis terkait dengan tata letak di dalam kedainya.

Budayawan asal Tegal Yono Daryono mengatakan bahwa keberadaan dua pintu di sisi kanan dan kiri bangunan yang menjadi ciri khas warteg ternyata memiliki arti tertentu.

Penempatan pintu tersebut menjadi mengandung makna banyak rejeki karena dinilai efektif untuk mencegah antrean panjang pembeli.

Terlebih bangunan warteg yang tidak terlalu luas membuat pemanfaatan lahan yang kecil sangat diperhatikan agar pembeli dapat keluar masuk warteg tanpa harus berdesakkan.

Tidak hanya itu, penggunaan lemari kaca sebagai tempat penyajian lauk yang ditawarkan juga bertujuan memudahkan pembeli ketika memilih makanan tanpa harus berpindah tempat yang berpotensi mengganggu pembeli lainnya.

Kemudian penggunaan bangku panjang untuk pengunjung yang ingin makan di tempat dapat diartikan sebagai simbol kesetaraan (equality).

Pembeli yang datang dari berbagai kalangan dan kelas sosial dapat saling berbincang-bincang sambil menyantap hidangan warteg di bangku tersebut.

Dilansir dari laman sonora.id, filosofi juga terkandung dalam penggunaan kata “bahari” pada penamaan warteg yang dipilih oleh pemiliknya.

Ternyata hal ini juga terkait dengan Kota Tegal yang memiliki julukan sebagai Kota Bahari.

Pengurus Warteg Boncang 40, Rizky (23), sedang membungkus nasi untuk pelangannya, Selasa (14/2/2023). (KOMPAS.com/Xena Olivia)Xena Olivia Pengurus Warteg Boncang 40, Rizky (23), sedang membungkus nasi untuk pelangannya, Selasa (14/2/2023). (KOMPAS.com/Xena Olivia)

Komunitas Pengusaha Warteg

Pada awalnya, warteg yang ada di Jakarta dikelola oleh masyarakat yang berasal dari tiga desa, yaitu Desa Sidapurna, Sidakaton, dan Krandon yang terletak di Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal.

Namun usaha itu kemudian berkembang menjadi bisnis kuliner lokal yang tersebar baik di dalam hingga di luar pulau Jawa.

Tidak hanya dipicu oleh motif ekonomi, namun menjamurnya warteg di berbagai daerah terutama di kota-kota besar seperti Jakarta tidak lepas dari tradisi yang sudah dilakukan oleh generasi warga dari daerah itu untuk mengubah nasib.

Kehadiran warteg di ibu kota dimulai sejak tahun 1970-an dan diinisiasi oleh anggota komunitas yang berasal dari daerah Sidapurna dan Sidakaton, Tegal.

Para pemilik warteg kemudian bergabung dalam asosiasi Koperasi Warung Tegal atau Kowarteg yang bertujuan untuk mengembangkan bisnis mereka di Jakarta.

Bahkan ada juga Koperasi Warteg Nusantara (Kowantara) yang dibangun sebagai wadah bagi para pemilik warteg se-Indonesia.

Kini warteg pun mulai naik kelas dengan merambah ke bisnis waralaba layaknya restoran cepat saji.

Seperti model bisnis Warteg Selera Bahari dan Warteg Kharisma Bahari yang tengah naik daun karena menawarkan konsep warteg dengan model waralaba.

Sumber:

sonora.id
Kompas.com (Penulis : Citra Fany Samparaya, Editor : Wahyu Adityo Prodjo, Egidius Patnistik)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPU Karawang Polisikan Pembuat SK Palsu Caleg Terpilih

KPU Karawang Polisikan Pembuat SK Palsu Caleg Terpilih

Regional
Diduga Lecehkan Santri, Ponpes di Sekotong Lombok Dirusak Warga

Diduga Lecehkan Santri, Ponpes di Sekotong Lombok Dirusak Warga

Regional
Didorong Maju Pilkada, Rumah Petani di Brebes Digeruduk Ribuan Warga

Didorong Maju Pilkada, Rumah Petani di Brebes Digeruduk Ribuan Warga

Regional
Kaget Ada Motor yang Melintas, Truk di Semarang Tabrak Jembatan Penyeberangan Orang

Kaget Ada Motor yang Melintas, Truk di Semarang Tabrak Jembatan Penyeberangan Orang

Regional
Tawuran Pelajar SMK di Jalan Raya Bogor, Satu Tewas akibat Luka Tusukan

Tawuran Pelajar SMK di Jalan Raya Bogor, Satu Tewas akibat Luka Tusukan

Regional
Kunjungi Banyuwangi, Menhub Siap Dukung Pembangunan Sky Bridge

Kunjungi Banyuwangi, Menhub Siap Dukung Pembangunan Sky Bridge

Regional
Berlayar Ilegal ke Australia, 6 Warga China Ditangkap di NTT

Berlayar Ilegal ke Australia, 6 Warga China Ditangkap di NTT

Regional
Video Viral Diduga Preman Acak-acak Salon di Serang Banten, Pelaku Marah Tak Diberi Uang

Video Viral Diduga Preman Acak-acak Salon di Serang Banten, Pelaku Marah Tak Diberi Uang

Regional
Tawuran 2 Kampung di Magelang, Pelaku Kabur, Polisi Amankan 5 Motor

Tawuran 2 Kampung di Magelang, Pelaku Kabur, Polisi Amankan 5 Motor

Regional
Dua Dekade Diterjang Banjir Rob, Demak Rugi Rp 30 Triliun

Dua Dekade Diterjang Banjir Rob, Demak Rugi Rp 30 Triliun

Regional
Rektor Universitas Riau Cabut Laporan Polisi Mahasiwa yang Kritik UKT

Rektor Universitas Riau Cabut Laporan Polisi Mahasiwa yang Kritik UKT

Regional
Pembuang Bayi di Semarang Tinggalkan Surat di Ember Laundry, Diduga Kenali Saksi

Pembuang Bayi di Semarang Tinggalkan Surat di Ember Laundry, Diduga Kenali Saksi

Regional
Pencuri Kain Tenun Adat di NTT Ditembak Polisi Usai 3 Bulan Buron

Pencuri Kain Tenun Adat di NTT Ditembak Polisi Usai 3 Bulan Buron

Regional
Duel Maut 2 Residivis di Temanggung, Korban Tewas Kena Tusuk

Duel Maut 2 Residivis di Temanggung, Korban Tewas Kena Tusuk

Regional
Tungku Peleburan di Pabrik Logam Lampung Meledak, 3 Pekerja Alami Luka Bakar Serius

Tungku Peleburan di Pabrik Logam Lampung Meledak, 3 Pekerja Alami Luka Bakar Serius

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com