SEMARANG, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Indonesia (Menko Polhukam) Mahfud MD angkat bicara soal bos jalan tol, Jusuf Hamka, yang menagih hutang ke pemerintah sebesar Rp 179,5 miliar.
“Yusuf Hamka itu laporannya kepada saya, ketemu dengan saya kira-kira dua minggu lalu. Kita sudah berbicara dan akan menyelesaikannya karena ini masalah negara yang harus juga diselesaikan,” tutur Mahfud, Kamis (29/6/2023).
Hal itu disampaikan Mahfud usai menjadi khatib shalat Idul Adha di Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) di Semarang.
Sebelumnya diberitakan, bila pemegang saham terbesar PT Citra Marga Nusapahala PersadaTbk (CMNP) itu menagih pengembalian dana deposit CMNP di Bank Yama yang dilikuidasi krisis 1998.
Baca juga: Jusuf Hamka Akan Bangun Tol Dalam Kota Bandung: Tunggu Negara Bayar Utang
Namun, alih-alih melunasi hutang, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI justru membeberkan bila tiga anak perusahaan milik Jusuf Hamka juga berutang pada negara sebanyak ratusan miliar rupiah.
“Tidak boleh negara memburu-buru orang yang punya utang kepada negara. Tetapi, kewajiban negara atau utang negara kepada rakyat diambangkan terus, direview terus selama bertahun-tahun itu tidak boleh,” tegas Mahfud.
Baca juga: Soal Kontroversi Ponpes Az Zaytun, Mahfud MD Desak Polri Tegas
Sementara itu, Mahfud mengakui sampai saat ini belum bertemu dengan Menkeu RI Sri Mulyani untuk membahas langsung masalah Jusuf Hamka.
"Kenapa? Karena begitu laporan, terus Sri Mulyani ke luar negeri, ke London, ke Paris, dan lain-lain. Sementara saya kunjungan kerja ke berbagai daerah,” terangnya.
Meski demikian, pihaknya menegaskan komitmennya untuk menuntaskan permasalahan tersebut sampai akhir.
“Tapi karena ini hubungan keperdanaan, itu utang piutang, nanti selesaikannya tidak usah buru-buru dalam arti, kita cari waktu yang tepat untuk berbicara,” imbuhnya.
Lain halnya dengan hukum pidana yang harus segera ditindak. Ia mengatakan bila penegakkan hukum pidana itu tidak boleh dihalang-halangi dan dibekingi, oleh semua pihak, termasuk oleh aparat.
“Beking terhadap penegakan hukum itu presiden. Presiden beking penegakkan hukum yang dibantu oleh para menterinya, tidak boleh ada orang membekingi penjahat,” tandasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.