KOMPAS.com - Lawang Sewu merupakan bangunan bersejarah di Semarang yang dibangun pada zaman kolonial Belanda.
Lokasi Lawang Sewu berada di kawasan Simpang Lima, tepatnya di Jalan Pemuda No.160, Sekayu, Kecamatan Semarang Tengah, Kota Semarang, Jawa Tengah.
Baca juga: Museum Lawang Sewu Tetap Buka Selama Libur Lebaran 2023, Berikut Jam Operasionalnya
Dalam bahasa Jawa kata lawang” berarti pintu, dan “sewu” bermakna seribu, sehingga banyak yang mengartikan Lawang Sewu menjadi seribu pintu.
Faktanya, seperti dilansir dari laman kemenparekraf.go.id, bangunan Lawang Sewu ini hanya memiliki 928 pintu atau kurang 72 pintu saja untuk disebut bagunan dengan seribu pintu.
Baca juga: Pohon Berusia 100 Tahun di Lawang Sewu Semarang Tumbang, 1 Petugas Patah Tulang
Selain fakta menarik tersebut, Lawang Sewu menyimpan sejarah panjang peradaban Kota Semarang yang berkembang dari waktu ke waktu.
Baca juga: 5 Cafe Sekitar Lawang Sewu Semarang, Harga Mulai Rp 5.000
Dilansir dari laman heritage.kai.id, Lawang Sewu awalnya merupakan bangunan Kantor Pusat perusahaan kereta api swasta Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NISM).
Bangunan Lawang Sewu ini dirancang oleh Prof. Jakob F. Klinkhamer dan B.J. Ouendag yang merupakan arsitek dari Amsterdam.
Dibangun secara bertahap, bangunan Lawang Sewu ini menempati lahan seluas 18.232 meter persegi.
Sementara dilansir dari laman kemenparekraf.go.id, Lawang Sewu ini terdiri dari lima buah bangunan.
Proses perancangan awal Lawang Sewu dimulai oleh seorang arsitek asal Belanda Ir. P. de Rieu dengan bangunan yang pertama kali dibuat adalah gedung C.
Bangunan tersebut difungsikan sebagai kantor percetakan karcis kereta api pada tahun 1900.
Setelah Ir. P. de Rieu meninggal dunia, kemudian Prof. J. Klinkhamer dan B. J. Oundag ditunjuk untuk melanjutkan pembangunan Lawang Sewu.
Baru kemudian banunan utama atau gedung A sebagai kantor utama NIS pun dimulai pada Februari 1904 dan selesai Juli 1907.
Seiring berkembangnya kantor kereta api tersebut, maka dibangunlah beberapa gedung pendukung, yakni gedung B, D, dan E pada tahun 1916 hingga 1918.
Untuk gedung B masih dibangun oleh Prof. J. Klinkhamer dan B. J. Oundag. Sementara untuk gedung D dan E didesain oleh arsitek Thomas Karsten.
Ia menjadi arsitek termuda dan terakhir yang merancang pembangunan Lawang Sewu.
Dikutip dari laman Gramedia.com, ketika Belanda mundur dan pemerintahan diambil alih oleh Jepang pada 1942.
Sehingga pada antara tahun 1942 hingga 1945, gedung ini digunakan sebagai Kantor Ryuku Sokyoku (Jawatan Transportasi Jepang).
Namun pihak Jepang juga menggunakan ruang bawah tanah sebagai penjara dan lokasi eksekusi mati.
Kemudian pada 1945, tepatnya bulan Oktober pemerintah Belanda ingin merebut kembali wilayah Semarang, sehingga menimbulkan perang yang berhasil membuat pihak Jepang mundur.
Setelah perang, gedung kembali berubah fungsi menjadi kantor DKARI (Djawatan Kereta Api Republik Indonesia).
Namun pada 1946, kantor DKARI harus berpindah ke bekas kantor de Zustermaatschappijen karena Lawang Sewu akan menjadi markas tentara Belanda.
Tahun 1994, gedung Lawang Sewu akhirnya kembali diserahkan PT Kereta Api Indonesia yang kemudian dilakukan restorasi pada tahun 2009.
Selanjutnya pada 2011, Ibu Negara Ani Yudhoyono meresmikan bangunan cagar budaya yang kini berstatus sebagai museum dan menjadi saya tarik bagi wisatawan domestik dan mancanegara.
Dilansir dari laman kemenparekraf.go.id, bangunan Lawang Sewu dibangunmenggunakan batu bata keramik berwarna oranye.
Penggunaan batu bata keramik ini saat itu melambangkan sebuah kekayaan, kemakmuran, dan juga menunjukkan kasta tertinggi karena tergolong langka dan harga per-batanya pun sangat mahal.
Gaya bangunan Lawang Sewu ini memiliki ciri dominan berupa elemen lengkung dan sederhana.
Desain bangunannya menyerupai huruf L serta memiliki jumlah jendela dan pintu yang banyak yang berguna sebagai sistem sirkulasi udara.
Selain itu, terdapat ornamen kaca patri pabrikan Johannes Lourens Schouten.
Kaca patri tersebut bercerita tentang kemakmuran dan keindahan Jawa, kekuasaan Belanda atas Semarang dan Batavia, dua kota maritimyang berhasil dikuasai, serta kejayaan kereta api.
Ada pula ornamen tembikar pada bidang lengkung di atas balkon, kubah kecil di puncak menara air yang dilapisi tembaga, dan puncak menara dengan hiasan perunggu.
Dikutip dari laman Gramedia.com, tata letak gedung Lawang Sewu merupakan sebuah kompleks yang terdiri dari dua bangunan utama.
Gedung A merupakan bangunan yang menghadap ke Tugu Muda dan memiliki dua menara kembar.
Tepat di belakang gedung A, merupakan gedung B yang memiliki 3 lantai.
Pada gedung B, lantai 1 dan 2 sering digunakan untuk bagian perkantoran, sedangkan lantai 3 berfungsi sebagai loteng.
Kini, keindahan arsitektur bangunan tua Lawang Sewu menjadi spot foto, bahkan digunakan sebagai tempat untuk pre-wedding oleh para pegunjung.
Sumber: heritage.kai.id, kemenparekraf.go.id dan gramedia.com
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.