Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gorontalo Alami Suhu Terpanas Selama 30 Tahun Terakhir, Capai 35,2 Derajat Celsius

Kompas.com - 25/04/2023, 14:28 WIB
Rosyid A Azhar ,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

GORONTALO, KOMPAS.com - Provinsi Gorontalo mengalami suhu terpanas hingga 35,2 derajat celsius pada 19 April 2023.

Dari catatan Stasiun Meteorologi Djalaluddin Gorontalo Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Gorontalo, suhu pada 19 April tahun ini merupakan suhu harian terpanas sejak 30 tahun terakhir.

Baca juga: Suhu Panas di Indonesia, Waspada Gejala Keringat Berlebih hingga Kulit Kering

 

Sebelumnya, suhu udara tertinggi tercatat pada Oktober 2014 yang mencapai 34,8 derajat celsius dan April 2016 yang mencapai 34,7 derajat celsius.

Baca juga: BMKG: Suhu Panas di Indonesia Bukan Gelombang Panas

“Kondisi ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya dinamika atmosfer yang tidak biasa. Suhu panas April di wilayah Asia selatan secara klimatologis dipengaruhi oleh gerak semu matahari, dominasi monsun Australia yang menyebabkan wilayah Indonesia perlahan akan memasuki musim kemarau,” kata Riri Ardhya, Forecaster On Duty BMKG Gorontalo, Selasa (25/4/2023).

Riri mengatakan, intensitas maksimum radiasi matahari pada kondisi cerah terutama pada pagi hingga siang hari yang disertai kurangnya tutupan awan juga menjadi penyebab suhu udara sangat panas.

Bukan suhu ekstrem

Sementara, Koordinator Data dan Inforamsi BMKG Gorontalo, Sayid Mahadir mengatakan, rata-rata suhu pada April dari 1991 hingga 2020 mencapai 33 derajat Celsius.

Sayid menyebut, suhu 35,2 derajat celsius masih berada pada kategori normal dan bukan suhu esktrem.

 

Menurutnya, suhu udara dikatakan ekstrem apabila kenaikan suhu udara mencapai 3 derajat Celcius atau lebih di atas nilai normal dalam masa 30 tahun sesuai Peraturan Kepala (Perka) BMKG nomor 9 tahun 2010 tentang prosedur standar operasional pelaksanaan peringatan dini, pelaporan, dan diseminasi informasi cuaca ekstrem.

“Suhu udara saat ini memang lebih panas dari biasanya. Namun, tidak sama dengan yang terjadi di Asia Selatan yang merupakan gelombang panas,” ujar Sayid.

Melengkapi pernyataan Riri, Sayid mengatakan, penyebab panas di Gorontalo disebabkan oleh dinamika atmosfer yang berubah-ubah sehingga sulit untuk dideteksi.

Selain itu, ada juga pengaruh dari monson Australia yang membawa massa udara lebih kering ke arah ekuator.

“Pada pagi hari cenderung lebih kering karena saat ini masa peralihan ke musim kemarau. Udara cenderung lebih kering dari biasanya, awan juga berkurang. Kondisi ini tidak ekstrem,” tutur Sayid.

Kondisi ini juga belum dapat dikatakan sebagai gelombang panas.

Sesuai pengertiannya, gelombang panas muncul apabila kenaikan suhu lebih dari 5 derajat celsius di atas suhu normal yang terjadi berturut-turut setidaknya dalam lima hari.

Secara karakteristik fenomena, suhu panas yang terjadi wilayah Indonesia merupakan fenomena akibat dari adanya gerak semu matahari yang merupakan suatu siklus yang biasa dan terjadi setiap tahun.

Sehingga potensi suhu udara panas seperti ini juga dapat berulang pada periode yang sama setiap tahunnya.

Untuk menghadapi suhu panas yang terjadi, BMKG mengimbau agar masyarakat yang beraktivitas di luar ruangan tetap menjaga kesehatan dan menjaga cairan tubuh dengan banyak mengonsumi air putih sehingga terhindar dari dehidrasi dan kekurangan cairan,

Masyarakat juga disarankan menggunakan sunblock sebagai perlindungan diri dari paparan sinar matahari.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPU Karawang Polisikan Pembuat SK Palsu Caleg Terpilih

KPU Karawang Polisikan Pembuat SK Palsu Caleg Terpilih

Regional
Diduga Lecehkan Santri, Ponpes di Sekotong Lombok Dirusak Warga

Diduga Lecehkan Santri, Ponpes di Sekotong Lombok Dirusak Warga

Regional
Didorong Maju Pilkada, Rumah Petani di Brebes Digeruduk Ribuan Warga

Didorong Maju Pilkada, Rumah Petani di Brebes Digeruduk Ribuan Warga

Regional
Kaget Ada Motor yang Melintas, Truk di Semarang Tabrak Jembatan Penyeberangan Orang

Kaget Ada Motor yang Melintas, Truk di Semarang Tabrak Jembatan Penyeberangan Orang

Regional
Tawuran Pelajar SMK di Jalan Raya Bogor, Satu Tewas akibat Luka Tusukan

Tawuran Pelajar SMK di Jalan Raya Bogor, Satu Tewas akibat Luka Tusukan

Regional
Kunjungi Banyuwangi, Menhub Siap Dukung Pembangunan Sky Bridge

Kunjungi Banyuwangi, Menhub Siap Dukung Pembangunan Sky Bridge

Regional
Berlayar Ilegal ke Australia, 6 Warga China Ditangkap di NTT

Berlayar Ilegal ke Australia, 6 Warga China Ditangkap di NTT

Regional
Video Viral Diduga Preman Acak-acak Salon di Serang Banten, Pelaku Marah Tak Diberi Uang

Video Viral Diduga Preman Acak-acak Salon di Serang Banten, Pelaku Marah Tak Diberi Uang

Regional
Tawuran 2 Kampung di Magelang, Pelaku Kabur, Polisi Amankan 5 Motor

Tawuran 2 Kampung di Magelang, Pelaku Kabur, Polisi Amankan 5 Motor

Regional
Dua Dekade Diterjang Banjir Rob, Demak Rugi Rp 30 Triliun

Dua Dekade Diterjang Banjir Rob, Demak Rugi Rp 30 Triliun

Regional
Rektor Universitas Riau Cabut Laporan Polisi Mahasiwa yang Kritik UKT

Rektor Universitas Riau Cabut Laporan Polisi Mahasiwa yang Kritik UKT

Regional
Pembuang Bayi di Semarang Tinggalkan Surat di Ember Laundry, Diduga Kenali Saksi

Pembuang Bayi di Semarang Tinggalkan Surat di Ember Laundry, Diduga Kenali Saksi

Regional
Pencuri Kain Tenun Adat di NTT Ditembak Polisi Usai 3 Bulan Buron

Pencuri Kain Tenun Adat di NTT Ditembak Polisi Usai 3 Bulan Buron

Regional
Duel Maut 2 Residivis di Temanggung, Korban Tewas Kena Tusuk

Duel Maut 2 Residivis di Temanggung, Korban Tewas Kena Tusuk

Regional
Tungku Peleburan di Pabrik Logam Lampung Meledak, 3 Pekerja Alami Luka Bakar Serius

Tungku Peleburan di Pabrik Logam Lampung Meledak, 3 Pekerja Alami Luka Bakar Serius

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com