LABUAN BAJO, KOMPAS.com - Teriknya matahari di Kota Labuan Bajo, tidak menyurutkan semangat Talis (43) untuk melayani pelanggan.
Sesekali ia menghapus keringat dengan handuk kecil yang tergantung di pinggang. Talis adalah kuli panggul di Pelabuhan Tempat Pemasaran Ikan (TPI), Dermaga Biru, dan Pelabuhan Feri Labuan Bajo.
Dengan semangat yang tersisa hari itu, ia mengangkat barang milik warga atau wisatawan ke kapal yang siap menyeberang ke Sumba.
"Ini lagi istirahat habis angkat beras dan semen ke kapal tadi. Mau tampung tenaga dulu sambil menunggu ada yang panggil lagi," ujar Talis kepada Kompas.com di Kampung Ujung Labuan Bajo, Kamis (16/3/2023) siang.
Baca juga: Kisah Wawan Jadi Kuli Panggul Selama 19 Tahun, Tetap Bersyukur meski Hasil Pas-pasan
Sembari meminum air putih yang dibawanya dari rumah, Talis bercerita soal pahit getirnya menjadi kuli panggul di Pelabuhan Labuan Bajo.
Ia mengaku mulai bekerja sebagai kuli panggul di Pelabuhan Labuan Bajo sejak 2016. Saat itu, kata dia, Labuan Bajo tidak seramai sekarang. Sehingga, penghasilan sebagai kuli panggul sangat minim.
"Sedihnya, kadang kita tidak menemukan pelanggan yang butuh tenaga untuk angkat barang. Sering alami begitu. Jadinya pulang ke rumah bawa tangan kosong," tutur Talis sembari menghela napas panjang.
Meski sering sepi, Talis tak putus asa. Ia tetap menjalani pekerjaannya. Berupaya tetap ikhlas dan tak banyak mengeluh.
"Saya sudah mencintai pekerjaan ini. Apapun kondisinya saya tetap di jalan ini," ungkap Talis.
Ia menceritakan, upah sekali angkut tergantung jenis barang. Talis tak jarang memikul semen, beras, air minum, ikan dalam boks, dan gurita.
Menurutnya, uang yang didapat tak sebanding dengan beratnya barang yang mesti ia pikul.
Baca juga: Kisah Edy, 27 Tahun Banting Tulang Jadi Kuli Angkut di Pasar Bukittinggi, Mampu Kuliahkan 4 Anaknya
"Sedihnya, barang berat sekali baru nilai rupiahnya itu terlalu kecil. Kadang muncul di benak, saya ini kalau sakit hari ini, baik kalau kita sakit ada simpan uang. Kalau kita tidak simpan lalu kita jatuh sakit siapa yang mau bayarkan dan urus," tuturnya sembari merunduk.
Talis memilih tak bergabung dalam komunitas. Karena jika bekerja secara personal, ia bisa mengukur sesuai kemampuan tenaganya.
"Enaknya, saya sendiri, kerja kalau rasa-rasa sudah badan tidak bisa lagi, berhenti. Penghasilan juga sendiri yang atur," ungkap dia.
Talis menyebutkan, penghasilannya setiap hari tidak pasti. Jika ramai, biasanya bisa tembus Rp 150.000 hingga Rp 300.000.
Namun, jika sepi, ia hanya memperoleh penghasilan Rp 80.000 hingga Rp 100.000.
"Kalau sepi sekali kadang hanya Rp 10.000, Rp 20.000, dan Rp 50.000. Pasti stres kalau sepi sekali. Tapi, mau bagaimana lagi, kita tidak bisa paksa," ujarnya.
Talis mengaku tidak terlalu sulit mencari pelanggan untuk saat ini. Apalagi ia dikenal banyak orang di Pelabuhan TPI dan Dermaga Biru Labuan Bajo.
Baca juga: Belasan Tahun Nuridi Jadi Kuli Panggul di Cirebon, Rahasia Kuatnya Satu: Istri Enggak Marah di Rumah
"Saya hanya cari pelanggan di Dermaga Biru, di TPI dan di Pelabuhan Feri. Untuk pelabuhan Pelni kita tidak masuk. Itu untuk buruh-buruh kapal penumpang. Kalau kita bebas di beberapa tempat itu tergantung orang membutuhkan kita. Kita tidak terikat pada sebuah komunitas atau kelompok organisasi buruh," katanya.
Ia mengaku beberapa kali mengangkut barang dari wisatawan yang hendak trip pulau Komodo. Talis pun tidak mematok upah.
"Tetapi karena mereka memberi ada yang Rp 100.000, Rp 150.000 dan Rp 200.000. Itu bahagianya, kita niat bantu, tetapi diberi upah yang lumayan," ketusnya.
Sedihnya, aku dia, saat pulang ke rumah badan seperti letih, lemah bahkan kehilangan tenaga. Tulang-tulangnya seolah tidak bisa bergerak.
Talis menduga karena ia selalu kerja seharian penuh.
Baca juga: Sosiolog: Kuli Panggul Jadi Ironi di Tengah Pejabat yang Pamer Kemewahan
"Biasanya sehari istrahat jam 12.00 atau jam 13.00. Kemudian sore juga ada yang masih angkut. Lanjut begitu," tutur dia.
Ia menyebutkam, penghasilan sebulan sekarang ini, jika dikalkulasikan bisa sampai Rp 2 hingga 3 juta. Namun, uang itu tidak bisa simpan karena habis membeli kebutuhan hidup sehari-hari.
Sejak 2016 hingga kini, Talis memiliki pengalaman pahit yang tidak pernah dilupakan.
Ia pernah pingsan depan sebuah toko di Labuan Bajo. Saat itu, ia berpikir tidak ada yang membantunya. Tetapi, ternyata ada orang baik yang menolongnya dan mengantar ke rumah sakit.
"Orang baik itu juga yang bayar semua biaya perawatan selama di rumah sakit. Itu kalau saya ingat, sampai menangis. Saya terharu betul. Saat kita jatuh, pasti ada yang peduli," katanya.
Selama hampir 6 tahun menjadi kuli panggul, menurut Talis, dirinya selalu menjaga kepercayaan pelanggan. Salah satunya adalah tidak pernah merusak barang pelanggan.
"Pelanggan malah mereka lebih suka karena kita angkat mereka punya barang tidak pernah mau merusak mereka punya barang. Intinya tetap kita menjamin keamanan barang milik orang. Jangan buat kecewa pelanggan. Ini supaya mereka selalu cari kita saat mau angkut barang ke kapal," ujar dia.
Baginya, saat ini, mencari pekerjaan sangat sulit. Karena itu, ia berpesan jangan pernah menuntut apa pun kepada siapa pun.
"Kita harus berusaha dari dalam diri sendiri untuk bisa bertahan hidup. Apalagi meminta pekerjaan kepada pemangku kebijakan atau orang penting. Kerja apa saja yang menghasilkan uang. Intinya jangan mencuri," ungkap Talis.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.