Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gugatan Soal Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Masih Berproses, Ketua MK Minta 14 Penggugat Menunggu

Kompas.com - 17/02/2023, 22:08 WIB
Titis Anis Fauziyah,
Khairina

Tim Redaksi

SEMARANG, KOMPAS.com- Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia masih memproses gugatan atas sistem pemilu proporsional terbuka dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022.

Untuk itu, Ketua MK RI Anwar Usman meminta sebanyak 14 pihak yang melayangkan gugatan untuk bersabar mengikuti proses persidangan.

“Begitu juga dengan yang disampaikan narasumber, sudah dijelaskan masih berproses, tunggu saja nanti,” kata Usman usai menjadi pembicara kunci dalam seminar nasional bertemakan "Tantangan Mewujudkan Keadilan Pemilu dan Pemilukada 2024" di Fakultas Hukum Unissula Semarang, Jumat (17/2/2023).

Baca juga: Ketua MK Sebut Sudah Ada yang Ajukan Judicial Review KUHP Baru

Pihaknya memastikan gugatan terkait dengan sistem proporsional terbuka dari sejumlah pihak akan didengar. Sidang hari ini telah dijadwalkan untuk mendengar keterangan DPR, pemerintah, dan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

“Jadi mereka semua harus didengar. Bagi MK harus mendengar juga selain dari pemohon, ada DPR, presiden, kemudian KPU, dan pihak terkait,” lanjutnya.

Sesuai tema seminar, mengingat tahapan pemilu serentak 2024 sudah dimulai, Usman meminta semua pihak mengedepankan keadilan sejak pendaftaran pemilih dan peserta pemilu, hingga penetapan calon pemimpin terpilih.

“Regulasi peraturan perundang-undangan sudah dilaksanakan, tapi masih ada yang mengajukan judicial review ke MK, yang terpenting masyarakat mendukung pelaksanaan pemilu dengan sistem apapun yang digunakan nanti,” jelasnya.

Baca juga: DPR Usulkan Revisi UU MK, Ketua MK Anwar Usman: Kita Tidak Boleh Berkomentar Ya

Mengenai hasil pemilu ia memahami bila ada pihak yang tidak puas. Namun, saat ini, Usman meminta dukungan masyarakat, pelaksana, para penyelenggara (KPU), Bawaslu dalam pelaksanaan seluruh proses pemilu 2024.

“Pada akhirnya apapun hasil pemilu akan bermuara ke Mahkamah Konstitusi. Bagi yang tidak puas terhadap hasil pemilu bisa dibawa ke MK,” katanya.

Sementara itu, pembicara seminar dosen Fakultas Hukum Unissula Widayati menilai sistem pemilu terbuka maupun tertutup, hasilnya tidak jauh berbeda.

“Keduanya tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas anggota dewan, maupun kualitas lembaga dewan itu sendiri. Termasuk kualitas proses dan produk hukumnya,” jelasnya.

Widayati menilai dari sistem pemilu proporsional tertutup yang dipakai sebelum reformasi, dan proporsional terbuka setelah reformasi.

“Apun sistemnya, yang penting partai politik ketika mencalonkan DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, rekrutmennya harus bagus, mengedepankan kompetensi dan integritas, bukan hanya popularitas. Sehingga mereka memiliki nilai jual di hadapan pemilih,” tandasnya.

Seminar itu juga dihadiri Rektor Unissula Prof. Gunarto. Lalu Komisioner Bawaslu Jawa Tengah Rofiuddin sebagai pemateri lainnya.

Kehadiran Ketua MK disebut sekaligus meresmikan ruang sidang virtual atau Smart Board Mini Court Room di Gedung FH Unissula. Nantinya para saksi dan penggugat di wilayah Jateng tidak perlu menghadiri persidangan ke kantor MK di Jakarta.

Kemudian dijadikan tempat pembelajaran bagi para mahasiswa FH Unissula dengan menyaksikan sidang MK secara virtual live di kampus tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com