GARUT, KOMPAS.com – Empat orang petani di Garut terancam hukuman enam tahun penjara setelah didakwa menebang pohon teh milik PTPN VIII.
Aksi petani tersebut di Kebun Cisaruni dianggap membuat PTPN VIII rugi materiil hingga Rp 127 miliar lebih, sesuai surat dakwaan dari Kejaksaan Negeri Garut PDM-94/EKU.2/Grt/11/2022.
Adapun keenam petani tersebut yakni NN (48), SP (60), UJ (45), dan FK (44).
Baca juga: Ditangkap Saat Pesta Narkoba, Anggota DPRD Maluku Tengah Terancam 5 Tahun Penjara
Usep Saefuliftah, Ketua Serikat Petani Badega (SPB) mengungkapkan, empat petani yang merupakan anggota SPB tersebut mengatakan, keempatnya telah menjalani tiga kali persidangan.
Mereka pun ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Garut setelah berkas dilimpahkan dari aparat kepolisian ke Kejaksaan Negeri Garut.
“Ini sudah sidang ketiga,” jelas Usep saat ditemui di Pengadilan Negeri Garut usai menghadiri persidangan yang dilakukan secara daring, Rabu 97/12/2022) siang.
Baca juga: Kronologi Bom Bunuh Diri di Mapolsek Astanaanyar Bandung, Pelaku Tewas
Usep membenarkan, keempat petani ini menjalani proses hukum setelah menggarap lahan terlantar milik PTPN VIII Kebun Cisaruni di blok Cipancur sejak tahun 2019. Penggarapan lahan tersebut, sebenarnya sudah melalui proses permohonan penggarapan.
Usep menceritakan, sejak tahun 2012, lahan perkebunan milik PTPN VIII tersebut, sudah ada yang disewakan, bahkan ada beberapa lahan yang dijual kepada warga.
Sekitar tahun 2019, ada pihak perkebunan mendatangi warga dan memberi tahu bahwa tanah perkebunan di blok Cipancur 5 dan 6, akan diklaim salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (lSM).
Saat itu, pihak perkebunan pun menawarkan warga untuk mengelola tanah tersebut dengan syarat mau menolak penguasaan lahan tersebut oleh LSM dengan cara mengumpulkan tanda tangan penolakan dan memasang plang penolakan.
“Karena warga butuh tanah, mereka pun menandatangani surat penolakan dan memasang plang penolakan, karena dijanjikan bisa menggarap lahan,” katanya.
Namun, setelah LSM tersebut mundur dan batal menguasai lahan, janji dari pihak PTPN tidak juga direalisasikan hingga warga mempertanyakannya. Perwakilan PTPN pun bertemu warga dan kembali menjanjikan izin penggarapan secara bersyarat.
“Warga diminta KTP, KK, dan uang Rp 10.000 per orang sebagai syaratnya, karena warga butuh, syarat itupun dipenuhi warga,” jelasnya.
Meski sudah berusaha memenuhi syarat yang diminta, izin tak juga turun.
Kemudian perwakilan PTPN kembali menemui warga dan meminta syarat berupa tambahan uang Rp 25.000 bagi warga yang sudah mengajukan izin garap sebelumnya, dan Rp 50.000 bagi warga yang baru mengajukan izin garap.