“Warga sudah memenuhi permintaan PTPN untuk izin garap, tapi tetap tidak ada realisasi, warga marah karena sudah merasa dibohongi sampai harus mengeluarkan uang, akhirnya warga memutuskan menggarap lahan,” beber dia.
Lahan yang digarap warga, menurut Usep, merupakan lahan terlantar yang tidak diurus sama sekali oleh pihak PTPN di Blok Cipancur seluas kurang lebih 5 hektar. Tanah tersebut digarap 30 petani.
Lahan ini pun sempat ditinggalkan warga karena pihak PTPN belakangan menyuruh warga lainnya untuk melarang.
“Karena tidak mau ada bentrokan sesama warga, akhirnya para petani mundur, tidak menggarap lahan tersebut dan lahan diserahkan ke perkebunan,” katanya.
Namun, setelah lahan diserahkan ke perkebunan, pihak perkebunan malah menyewakannya kepada pihak lain hingga warga marah dan sempat terjadi gejolak. Karenanya, warga pun akhirnya kembali menggarap lahan-lahan terlantar milik PTPN VIII.
Usep sendiri merasa aneh melihat dakwaan jaksa yang menyebut nilai kerugian yang dialami PTPN mencapai Rp 127 miliar lebih.
Padahal, lahan yang digarap 4 petani anggotanya, tidak lebih dari satu hektar.
Usep menduga, semua pohon teh yang ditebang, termasuk oleh penyewa-penyewa lain dan juga perusahaan yang melakukan penebangan menggunakan mesin, ditimpakan kepada empat petani anggotanya.
Kejaksaan Negeri Garut dalam surat dakwaannya juga menegaskan, keempat pelaku melakukan pemotongan pohon teh di beberapa blok yakni Cipancur, Pasir Gedong I hingga III dan Desa Cikandang Kecamatan Cikajang.
Kemudian di Blok Jenggot I Desa Margahayu Kecamatan Cikajang dan Blok Cikandang I Desa Cikandang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.