SEMARANG, KOMPAS.com - Soetinah (93) warga Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang, Jawa Tengah hanya bisa tergeletak lemas di kasurnya.
Tak banyak yang mengetahui jika perempuan tersebut mempunyai peran penting untuk kemerdekaan Republik Indonesia. Menjadi tenaga perawat hingga menjadi mata-mata Republik Indonesia pernah dia lakoni sebelum Indonesia merdeka sepenuhnya.
Meski kini kondisinya lemah, Soetinah tetap menggebu-gebu ketika menceritakan soal perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Perjalanan Soetinah dimulai sejak tahun 1946, saat masih berumur 17 tahun. Tugas pertama Soetinah adalah menjadi perawat untuk pejuang yang terluka.
"Masih muda itu saya sudah membantu perjuangan para gerilyawan yang melawan pendudukan tentara kolonial Belanda," jelasnya saat ditemui di rumahnya, Selasa (16/8/2022).
Baca juga: Inilah Deklarasi Kemerdekaan Indonesia di Gorontalo yang Diumumkan sebelum 17 Agustus 1945
Saat itu, Soetinah di bawah pimpinan Dr Roberto Hadi. Sebelum mendapatkan tugas, Soetinah lebih dulu mendapatkan pelatihan di Purwodadi.
"Di Purwodadi saya mendapatkan pelatihan fisik dan mental," kata dia.
Setelah mendapatkan pelatihan, Soetinah ditugaskan untuk ikut bergerilya ke hutan-hutan dengan pejuang kemerdekaan.
"Saat pertamakali tugas tersebut seperti berat," ujarnya.
Namun, seiring berjalannya waktu Soetinah sudah mulai terbiasa. Tak terhitung berapa pejuang yang telah dia obati saat bergerilya di hutan belantara.
"Rata-rata yang saya obati adalah pejuang yang tertembak," imbuhnya.
Saat itu, cara perang para pejuang melawan penjajah adalah gerilya. Kebanyakan, Soetinah dan para pejuang bergerak ketika hari masih gelap.
"Seringnya itu ketika masih malam, pokoknya ketika masih gelap," kata Soetinah.
Dalam sehari saja, dia bisa merawat tiga pejuang. Kebanyakan, dia merawat pejuang di dalam hutan.
Ketika sedang melakukan kontak senjata biasanya Soetinah terlebih dahulu bersembunyi.
"Kalau lagi kontak senjata saya sering bersembunyi di hutan," ujarnya.
Baca juga: Ternyata, Gorontalo Mendeklarasikan Kemerdekaan Lebih Dulu dari Proklamasi 17 Agustus 1945
Selama dalam masa perlawanan melawan penjajah, Soetinah dan pasukan lain tak pernah diam dalam satu tempat. Mereka selalu berpindah-pindah.
"Kita tempatnya berpindah-pindah agar tak ketahuan musuh," lanjutnya.
Beberapa daerah yang pernah dia sambangi adalah Purwodadi, Gubug Grobogan, Demak, Kudus, Lasem dan Juwana.
"Saya tugasnya membersihkan luka tembak, nanti setelah itu mereka saya bawa ke dokter yang menangani," ungkapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.