Faktor ekonomi merupakan faktor utama persebaran suku Gayo di sejumlah tempat.
Mereka ingin mencari kehidupan yang lebih baik, karena sempitnya lahan pertanian, perkebunan, dan lain sebagainya.
Mayoritas suku Gayo adalah bertani dengan menajadi petani kopi. Selain itu, mereka juga membuat kerajinan.
Bahasa Gayo merupakan bagian dari bahasa Melayo-Polinesia serta bahasa yang dikelompokan dalam bagian Austronesia.
Belum diketahui terkait periodesasi perkembangan bahasanya. Namun, Bahasa Gayo telah ada sejak suku ini menempati daerah ini.
Persebaran suku Gayo yang terkait faktor ekonomi mempengaruhi penamaan-penamaan suku Gayo, variasi dialek, dan kosakata.
Baca juga: Pacuan Kuda Tradisional Gayo, Sejarah dan Aturan Mainnya
Seperti, Gayo Lues untuk komunitas Gayo yang berada di beberapa kecamatan di Kabupaten Aceh Tenggara.
Gayo Laut adalah orang Gayo yang di antaranya berada di Kabupaten Bener Meriah.
Penamaan tersebut akan memfotokan daerah hunian yang didiami. Namun hal ini tidak terjadi pada komunitas Gayo di Aceh Selatan, seperti Serba Jadi. Penamaan tersebut menunjuk ada satu kecamatan.
Dalam sehari-hari, suku Gayo menggunakan bahasa Gayo yang berbeda dengan suku Aceh.
Dalam karya ilmiah berjudul Konsep Nilai islam dalam Nilai Mukemel dana Sistem Suku Gayo karya Sofyan Abdi disebutakan masyarakat suku Gayo mayoritas beragama Islam."Masyarakat Gayo sangat fanatik terhadap agama Islam sehingga, adat, budaya, dan sistem pendidikan semua berlandaskan agama Islam." ujar dia.
Nilai mukemel merupakan nilai tertinggi dalam sistem budaya suku Gayo. Mukemel adalah rasa malu menurut ajaran dalam agama Islam.
Islam telah masuk ke bagian tradisi lokal, seperti pengobatan, dan perdukunan. Suku Gayo juga membentuk konsep pengetahuan metafisika dengan mengambil sumber dari ajaran Islam.
Rumah adat suku Gayo umumnya memiliki lima sampai sembilan ruang.