Kartonyono ning Ngawi medot janjimu
Ambruk cagak ku nuruti angan-anganmu
Sak kabehane wes tak turuti
Tapi malah mblenjani
Budalo malah tak duduhi dalane
Metu kono belok kiri lurus wae
Rasa nyawang sepionmu sing marai ati
Tambah mbebani
Penggalan lirik lagu “Kartonyono Medot Janji” yang dinyanyikan Denny Caknan ini, kurang lebih artinya sebagai berikut:
Kartonyono di Ngawi memutus janjimu
Penyangga roboh aku menuruti angan-anganmu
Semuanya sudah aku turuti
Tapi malah ingkar janji
Pergilah, malah aku tunjukkan jalannya
Lewat sana belok kiri lurus saja
Tak usah melihat spionmu yang bikin hati
Tambah membebani
Lagu bergenre Jawa campursari dengan irama gendang yang mengasyikkan ini, mengangkat pamor Ngawi, Jawa Timur. Hingga tulisan ini dibuat, sudah 239 juta orang yang menonton video resmi Denny Caknan. Belum lagi, lagu ini di-cover oleh beberapa penyanyi lain, sehingga membuat Ngawi menjadi “melegenda”.
Baca juga: Cerita Perjalanan Hidup Denny Caknan dan Kisah Kartonyono Medot Janji
Siapakah Denny Caknan? Dia adalah mantan pegawai honorer Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Kabupaten Ngawi. Putra dari penjual jajanan tahu pentol atau sempolan itu berhasil mengembangkan bakatnya dalam membuat dan menyanyikan lagu-lagu Jawa bergenre campursari. Berkat inspirasinya melihat pembangunan tugu Kertonyono di sebuah perempatan jalan di Ngawi, lahirlah lagu “Kertonyono Medhot Janji”.
Kini Denny menjadi “bintang” blantika lagu-lagu campursari, semua videonya di kanal Youtube selalu berlimpah penonton. Tarif Denny kini menjadi salah satu penyanyi yang “termahal” dengan jadwal manggung yang padat. Kehidupan Denny di Ngawi kini berubah sontak seiring dengan kepopulerannya.
Kesuksesan Denny – yang disebut-sebut sebagai pelanjut kesuksesan mendiang maestro Didi Kempot – menjadi potret kecil dari transformasi Kabupaten Ngawi jelang ulang tahunnya yang ke 664 tahun pada 7 Juli mendatang.
Menurut penelusuran sejarah dari Piagam Sultan Hamengku Buwono tertanggal 2 Jumadilawal 1756, tercatat pada 10 November 1828 Masehi, Ngawi ditetapkan sebagai daerah Narawita atau pelungguh yang dipimpin oleh Bupati Wedono Monco Negoro Wetan.
Dari Prasasti Canggu bertarikh 1280 Saka disebutkan, ketika di era Kerajaan Majapahit di bawah Raja Hayam Wuruk, tercatat bahwa pada tanggal 7 Juli 1358 Masehi, Ngawi ditetapkan sebagai Naditirapradesa atau daerah penambangan dan daerah swatantra. Peristiwa bersejarah inilah yang dijadikan hari kelahiran Ngawi.
Julukan Ngawi sebagai “kota tani” atau the farming city seperti ingin mengukuhkan posisi Ngawi sebagai lumbung padinya Jawa Timur, sekaligus penyangga pangan nasional. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur 2020 menyebut Jawa Timur adalah produsen terbesar nasional dengan produksi padi di 2020 mencapai 10,02 juta ton.
Kabupaten dengan produksi padi tertinggi di Jawa Timur adalah Lamongan (0,87 juta ton). Kemudian Kabupaten Ngawi (0,83 juta ton), dan Kabupaten Bojonegoro (0,74 juta ton). Apabila dilihat dari jumlah kenaikan produksi padi dibandingkan 2019, maka kenaikan tertinggi di Jawa Timur terjadi di Kabupaten Ponorogo, yakni sebesar 74,61 ribu ton. Setelah itu Kabupaten Ngawi 52,28 ribu ton, dan Kabupaten Bojonegoro 45,32 ribu ton (Republika.co.id, 19 Oktober 2020).
Upaya Ngawi untuk tetap mampu menjaga keberlangsungan produktivitas di sektor pertanian khususnya komoditas padi meski di tengah pandemi, tidak terlepas dari kebijakan pro-petani yang ditempuh duet Ony Anwar Harsono dan Dwi Riyanto Jatmiko.