BULELENG, KOMPAS.com - Dupa menjadi kebutuhan sehari-hari bagi umat Hindu di Bali. Dupa biasa digunakan sebagai pelengkap persembahyangan. Selain itu, dupa dapat dipakai sebagai sarana meditasi, relaksasi, serta suvenir.
Ide menjual dupa ini menjadi sarana bisnis oleh pasangan suami-istri (pasutri) asal Desa Sambangan, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, Made Indra Parmadika (29) dan Nyoman Tiya Martini (28).
Bermodal uang tabungan saat pacaran, mereka merintis usaha pembuatan dupa. Kini, usaha itu menghasilkan omzet ratusan juta rupiah per bulan.
"Bisnis ini benar-benar saya mulai dari nol. Bukan warisan dari orangtua. Modalnya pakai tabungan saya dan suami dari pacaran dulu," ujar Tiya, ditemui Kompas.com, Selasa (29/3/2022).
Usaha dupa yang diberi merek Ajeg Bali itu dirintis bersama sang suami pada 2018. Kini mereka mempekerjakan 13 karyawan.
Berkat kepandaiannya membaca peluang, usaha mereka mampu meraup omzet hingga Rp 200 juta per bulan.
Tiya menuturkan, sebelum membangun usaha dupa tersebut, dia dengan suaminya, sempat membuka usaha liquid rokok elektrik.
Baca juga: Besok, PMI Asal Bali yang Terkatung-katung di Turki Akan Dipulangkan
Penghasilan dari bisnis saat mereka masih pacaran itu kemudian ditabung. Sebagai modal untuk membuka bisnis lainya.
Dengan melihat peluang dupa yang menjadi kebutuhan sehari-hari masyarakat Hindu Bali, akhirnya mereka beralih usaha ke pembuatan dupa.
"Bisnis liquid-nya sebenarnya lancar. Cuma kami ingin beralih usaha ke dupa, karena dupa itu sudah menjadi kebutuhan sehari-hari," kata dia.
Kata Tiya, saat awal-awal membuka bisnis dupa tersebut, dia hanya mampu membeli satu unit mesin bekas pencetak dupa.
Bersama sang suami, Tiya mencari informasi dari internet serta dari produsen dupa lainnya. Kemudian mencoba membuat dupa sendiri.