Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MotoGP Mandalika Selesai, Bagaimana Warga Lokal Tetap Mendapat Nafkah dari Pariwisata yang Disebut Mulai Bangkit dan "Tidak Tergilas Investor Besar"?

Kompas.com - 22/03/2022, 17:45 WIB
David Oliver Purba

Editor

 

Setelah diberikan porsi, kata Ary, masyarakat juga harus diberikan pembinaan dan pendampingan agar produk atau jasa yang mereka tawarkan memiliki standar tertentu.

"Itu butuh pendampingan, tidak bisa hanya program one shot training yang kemudian nanti tahun depan ada lagi, itu rasanya sudah harus ditinggalkan," ujar dia.

Menurut Ary, selain keindahan alam dan desa-desa adat di Lombok, banyak juga desa yang memiliki industri rumahan yang bisa menjadi potensi wisata tersendiri.

Tinggal mengoptimalkan potensi yang ada dan mengemasnya dengan kreatif agar bisa menarik minat pengunjung, tanpa membuat sesuatu yang baru.

Caranya, dengan "menyinergikan potensi sumber daya lokal". Pariwisata dijadikan magnet untuk menggerakkan sektor lain yang menjadi andalan, misalnya pertanian.

"Itu menjadi potensial untuk menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk belajar. Petani tetap jadi petani, tapi bagaimana kita belajar nyawah, dia dapat uang tambahan. Itu added value," kata Ary.

Yusron, Kepala Dinas Pariwisata NTB, mengatakan, pemerintah pusat dan daerah berkomitmen untuk menguatkan dan memperbaiki kualitas UMKM yang ada di NTB dengan melakukan pembinaan dan pendampingan agar bisa ikut berpartisipasi dalam acara-acara yang akan diselenggarakan ke depannya.

"Pertama, dari sisi kualitas pelaku wisata kita. Kualitas pelayanan kalau itu terkait dengan hotel, homestay, kualitas dari suatu produk. Nah, di samping itu tentu saja regulasi yang disiapkan oleh pemerintah bagaimana UMKM ini bisa tetap eksis. Bagaimana perusahaan besar bisa bersinergi dengan usaha kecil," kata Yusron.

Sinergi itu sudah mulai dilakukan. Yusron mengatakan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno sempat menyaksikan penandatanganan kerja sama antara hotel-hotel besar di Mandalika, seperti Pullman dan Novotel, dengan pelaku produk-produk kreatif di NTB.

Meski regulasi seperti yang dikatakan Yusron belum dibuat, tapi Pemerintah Daerah NTB mengatakan sudah memiliki Peraturan Daerah (Perda) Bela Beli Produk Lokal NTB.

"Kita sudah punya itu tinggal bagaimana penguatan implementasinya," kata Yusron.

Untuk diketahui, Perda Bela Beli Produk Lokal tak hanya ada di NTB. Beberapa daerah di Jawa Tengah dan Yogyakarta juga memiliki perda serupa.

Warga merasa tidak dilibatkan, sengketa lahan, dan laporan pelanggaran HAM

Bagaimanapun, pembangunan Sirkuit Mandalika sendiri diwarnai protes termasuk sengketa tanah, dan bahkan menjelang pembukaan - sejumlah pemuda berdemonstrasi dengan dalih merasa tidak dilibatkan dalam ajang MotoGP Mandalika.

Diberitakan oleh media, pada 8 Februari lalu, ratusan pemuda yang tergabung dalam Karang Taruna Indonesia Kecamatan Pujut, Lombok Tengah, demo dengan memblokade jalan di depan Sirkuit Mandalika dan membakar ban.

Mereka mengaku kecewa karena ITDC dinilai tidak terbuka dan tidak memberdayakan masyarakat lokal.

Dalam keterangan tertulisnya ITDC berjanji akan melibatkan sebanyak mungkin masyarakat lokal untuk pelaksanaan MotoGP Mandalika.

Sampai bulan lalu, ITDC juga masih menghadapi sengketa tanah dari warga setempat. Lahan tersebut berkaitan dengan sebuah hotel mewah.

Terakhir, masalah itu sudah sampai Mahkamah Agung dengan ITDC mengajukan peninjauan kembali kedua.

Pada Maret 2021, PBB mempublikasikan laporan yang menyebut pemerintah Indonesia dan Indonesian Tourism Development Corporation (ITDC) sebagai pengembang Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika melanggar HAM masyarakat lokal.

Dalam laporannya, PBB menyebut terdapat 150 warga yang diduga menjadi korban. Dalam proses pembangunan KEK Mandalika, kata mereka, telah terjadi perampasan tanah yang agresif, penggusuran, dan pengusiran paksa terhadap masyarakat adat Sasak, intimidasi, dan ancaman serta tidak ada ganti rugi.

Perwakilan Tetap Republik Indonesia (PTRI) di Jenewa menyayangkan langkah PBB mempublikasi laporan berisi tuduhan pelanggaran HAM saat proses verifikasi pemerintah Indonesia masih berlangsung.

PTRI menyebut hal itu sebagai politisasi "cerita sepihak".

Dalam surat resminya, PTRI menyatakan bahwa dalam proyek KEK Mandalika bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan di wilayah Lombok.

Pemerintah Indonesia pun telah berkomunikasi dengan Majelis Adat Suku Sasak dan mendapat dukungan dari mereka.

Komnas HAM RI juga mendorong pemerintah dan pengembang untuk lebih memperhatikan kesejahteraan warga selama proses pembangunan dan pengembangan, yang akan terus berlangsung hingga 2040.

"Mandalika adalah proyek internasional. Harus didasarkan pada prinsip-prinsip HAM internasional. Itu yang kami ingatkan dari awal," kata Beka Ulung Hapsara, Komisioner Komnas HAM RI.

"Sepertinya peringatan itu tidak sepenuhnya dijalankan oleh ITDC maupun pemerintah dengan mereka hanya berfokus pada masalah pembebasan lahan saja," ujar dia.

Komnas HAM menilai tuduhan pelanggaran HAM PBB di proyek KEK Mandalika, meski serius, tidak sepenuhnya benar dan akurat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Banjir dan Longsor Landa Pinrang, Satu Warga Tewas, Sejumlah Rumah Warga Ambruk

Banjir dan Longsor Landa Pinrang, Satu Warga Tewas, Sejumlah Rumah Warga Ambruk

Regional
Kasus Dokter Lecehkan Istri Pasien, Pelaku Serahkan Uang Damai Rp 350 Juta ke Korban

Kasus Dokter Lecehkan Istri Pasien, Pelaku Serahkan Uang Damai Rp 350 Juta ke Korban

Regional
UNESCO Tetapkan Arsip Indarung I Semen Padang Jadi Memory of the World Committee for Asia and the Pacific

UNESCO Tetapkan Arsip Indarung I Semen Padang Jadi Memory of the World Committee for Asia and the Pacific

Regional
Golkar Buka Peluang Majunya Raffi Ahmad di Pilkada Jateng

Golkar Buka Peluang Majunya Raffi Ahmad di Pilkada Jateng

Regional
Mantan Gubernur Babel Maju Periode Kedua Usai 'Video Call' dengan Gerindra

Mantan Gubernur Babel Maju Periode Kedua Usai "Video Call" dengan Gerindra

Regional
Kisah Istri Berusia 19 Tahun di Karimun yang Tewas Dibunuh Suami dengan Batang Sikat Gigi

Kisah Istri Berusia 19 Tahun di Karimun yang Tewas Dibunuh Suami dengan Batang Sikat Gigi

Regional
Terluka akibat Terperangkap di Pohon, Seekor Monyet di Salatiga Diserahkan ke BKSDA Jateng

Terluka akibat Terperangkap di Pohon, Seekor Monyet di Salatiga Diserahkan ke BKSDA Jateng

Regional
Maju Pilkada Blora, Politikus NasDem Mendaftar ke Gerindra

Maju Pilkada Blora, Politikus NasDem Mendaftar ke Gerindra

Regional
Kebakaran Pemukiman Nelayan di Pesisir Pulau Sebatik, 29 Jiwa Kehilangan Tempat Tinggal

Kebakaran Pemukiman Nelayan di Pesisir Pulau Sebatik, 29 Jiwa Kehilangan Tempat Tinggal

Regional
Kecanduan Judi Online, Pasutri di Kubu Raya Nekat Mencuri di Minimarket

Kecanduan Judi Online, Pasutri di Kubu Raya Nekat Mencuri di Minimarket

Regional
DMI dan LPQ Kota Semarang Usulkan Mbak Ita Maju Pilkada 2024

DMI dan LPQ Kota Semarang Usulkan Mbak Ita Maju Pilkada 2024

Regional
Kampung Jawi di Semarang: Daya Tarik, Jam Buka, dan Rute

Kampung Jawi di Semarang: Daya Tarik, Jam Buka, dan Rute

Regional
Gantikan Ganefri, Krismadinata Terpilih Jadi Rektor UNP 2024-2029

Gantikan Ganefri, Krismadinata Terpilih Jadi Rektor UNP 2024-2029

Regional
Anak Ketua DPC Gerindra Ambil Formulir Pilkada Blora di PDI-P

Anak Ketua DPC Gerindra Ambil Formulir Pilkada Blora di PDI-P

Regional
Video Viral Bocah Menangis di Samping Peti Mati Sang Ibu yang Dibunuh Ayahnya di Minahasa Selatan

Video Viral Bocah Menangis di Samping Peti Mati Sang Ibu yang Dibunuh Ayahnya di Minahasa Selatan

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com