Pertemuan yang sedianya menjadi kesempatan Arya Penangsang untuk membunuh Sultan Hadiwijaya pun urung.
Malah, terjadi duel antara Sultan Hadiwijaya dan Arya Penangsang yang kemudian dilerai oleh Sunan Kudus.
Arya Penangsang merasa dibohongi oleh gurunya, Sunan Kudus. Namun, Sunan Kudus mengingatkan kelalaiannya menduduki kursi yang seharusnya diduduki Sultan Hadiwijaya. Aryo Penangsang tersungkur lemas.
Baca juga: Sejarah Masjid Agung Demak, Peninggalan Kesultanan Demak yang Penuh Makna
Sultan Hadiwijaya yang mengetahui kesialan Arya Penangsang bermaksud melakukan penyerangan balik. Penyerangan dipimpin oleh senopati, yaitu Dhanang Sutawijaya, yang juga anak Ki Ageng Pemahanan sendiri.
Dalam penyerang tersebut, Ki Ageng Pemanahan merundingkan bersama Ki Juru Amertani. Oleh Ki Juru Amertani, Sutawijaya disarankan menggunakan kuda betina putih untuk menggoyahkan kuda Gagak Rimang, tunggangan Arya Penangsang. Selain itu, serangan dilakukan di bentaran Sungai Bengawan Sore.
Arya Penangsang yang baru menyelesaikan tirakat meradang saat menerima surat tantangan dari Kesultanan Pajang. Tanpa berpikir panjang, ia akan menghadapai serangan Pajang.
Prajurit Jipang telah sampai di Sungai Bengawan Sore. Atas saran Ki Juru Amertani dan instruksi Ki Ageng Pemanahan, prajurit Pajang diminta mengejek prajurit Jipang supaya mereka menyeberang sungai Bengawan Sore.
Taktik tersebut berhasil, prajurit Jipang menyeberang Sungai Bengawan Sore.
Prajurit Jipang yang telah kelelahan menyeberang sungai berhasil dikalahkan prajurit Pajang.
Merasa dipermainkan, Arya Penangsang semakin tersulut emosi ditambah dengan kudanya yang sulit dikendalikan karena tertarik dengan kuda betina Dhanang Sutawija yang telah dipotong ekornya.
Situasi tersebut tidak disia-siakan Dhanang Sutawijaya. Ia langsung menghunuskan tombak Kyai Pleret, senjata wasiat Sultan Hadiwijaya, ke perut Arya Penangsang hingga ususnya terburai berlumuran darah.
Baca juga: Menelusuri Sejarah Pendiri dan Peninggalan Kesultanan Demak
Arya Penangsang adalah orang yang sakti mandraguna. Dalam kondisi usus terburai, ia masih bisa mengejar Dhanang Sutawijaya. Usus yang terburai hanya disampirkan ke keris Setan Kober.
Dalam pertarung tersebut, Dhanang Sutawijaya hampir kalah. Arya Penangsang bermaksud menghunuskan kerisnya ke dada Dhanang Sutawijaya, namun ia lupa bahwa ususnya tersampir ke keris.
Sehingga sewaktu, Arya Penangsang mencabut keris dari wadahnya, ususnya terpotong. Karena kesaktiannya, ia belum mati walaupun ususnya sudah terpotong. Ia hanya diam tak bergerak.
Ki Ageng Pemanahan tahu bahwa Arya Penasang belum mati kalau belum terhisap ubun-ubunnya. Lalu, Dhanang Sutawijaya melaksanakan perintah ayahnya untuk menghisap ubun-ubun Arya Penangsang. Seketika, Arya Penangsang gugur.
Pesan moral dalam cerita tersebut adalah orang yang memiliki sifat bengis maupun pendendam akan mendapatkan musibah.
Baca juga: Masjid Subulussalam, Jejak Kesultanan Demak Bintoro di Lereng Gunung Ungaran
Arya Penangsang tewas dalam peperangan yang kurang perhitungan dalam bertindak. Hal tersebut terjadi karena hati dan pikirannya telah digerogoti sifat dendam sehingga ia menjadi kalap.
Sumber: www.onisbank.ac.id dan ceritarakyatnusantara.com
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.